Jakarta (Antara Babel) - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra dan
Refli Harun dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi II DPR
mengkritisi sifat kegentingan memaksa sehingga pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun
2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Pemerintah harus menjalankan "due process of law" (uji hukum)
sehingga kalau ada ormas yang dianggap membahayakan negara maka
pemerintah bisa mengajukan ke pengadilan, namun di Perppu ini tidak ada,
kata Yusril dalam RDPU Komisi II, di Jakarta, Rabu.
Yusril mengatakan sejak tahun 1999 disepakati adanya prinsip "check
and balances" sehingga tidak ada eksekutif kuat namun dikeluarkannya
Perppu Ormas menghilangkan prinsip tersebut.
Karena itu, dia menilai sangat berbahaya kalau kewenangan
membubarkan ormas yang berbadan hukum atau tidak, ada di pemerintah
dalam hal ini Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
"Kalau ada satu ormas dinilai bertentangan dengan Pancasila,
pemerintah bawa ke pengadilan, di sana bisa berdebat dengan argumen
masing-masing lalu diputuskan pengadilan," ujarnya.
Yusril mengkritisi Pasal 5 ayat 4 Perppu Ormas yang menyebutkan
bahwa satu ormas dilarang untuk mengembangkan, meyakini dan menganut
paham yang bertentangan dengan Pancasila, namun hal itu dinilainya
multitafsir.
Dia mengkhawatirkan kalau ada orang yang ceramah lalu menyebutkan
tujuan bernegara untuk mewujudkan negara yang "baldatun thayyibatun wa
rabbun ghafur" (negeri yang subur dan makmur, adil dan aman), lalu
ditangkap aparat Kepolisian karena bertentangan dengan tujuan pemerintah
mewujudkan keadilan sosial.
"Ini menjadi tafsiran luas karena yang dinilai bertentangan dengan
Pancasila itu maksudnya bagaimana. Bisa saja ada ustadz ceramah soal
negara yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur didengar polisi lalu
ditangkap karena dianggap tidak mewujudkan keadilan sosial," katanya.
Pakar hukum tata negara Refli Harun menilai Perppu Ormas menyamakan
kegentingan memaksa dengan hak-hak sipil untuk berserikat dan menyatakan
pendapat.
Dia menilai kalau kondisi negara darurat maka pemerintah seketika
itu bisa membubarkan ormas namun kalau tidak dalam kondisi darurat maka
due proces of law harus dijalankan.
Refli menyarankan agar Komisi II DPR menolak Perppu Ormas namun
diajukan revisi UU nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas oleh DPR atau
pemerintah dengan substansi bahwa pembubaran ormas dalam kondisi biasa
harus melalui due process of law.
Pakar Kritisi Sifat Kegentingan Memaksa Perppu Ormas
Rabu, 18 Oktober 2017 21:21 WIB