Bogor (Antara Babel) - Pemerintah Indonesia mengecam keras keputusan Pemerintah AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang akan memicu guncangan stabilitas keamanan dunia.
"Indonesia mengecam keras pengakuan sepihak Amerika Serikat terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel," kata Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Kamis.
Indonesia, lanjut Presiden Jokowi, meminta AS mempertimbangkan kembali keputusan tersebut.
"Keputusan itu telah melanggar berbagai resolusi di PBB yang AS menjadi anggota, dan ini bisa mengguncang stabilitas keamanan dunia," kata Presiden Jokowi.
Sebelumnya Presiden Donald Trump, Rabu (6/12) tiba-tiba membalikkan kebijakan yang telah dianut Amerika Serikat selama berpuluh-puluh tahun, dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Langkahnya itu memicu kemarahan Palestina dan menunjukkan bahwa ia tidak menghiraukan peringatan soal kerusuhan yang ditimbulkannya di Timur Tengah dengan mengeluarkan pernyataan tersebut.
Pernyataan terhadap pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel itu dikeluarkan Trump ketika ia menyampaikan pidato di Gedung Putih.
Ia mengatakan bahwa pemerintahannya akan memulai proses untuk memindahkan kedutaan besar AS di Tel Aviv ke Yerusalem.
Relokasi tersebut diperkirakan akan membutuhkan waktu beberapa tahun. Para presiden pendahulunya menghindari langkah itu agar tidak menimbulkan ketegangan.
Status Yerusalem, yang merupakan tempat suci bagi para penganut Islam, Yahudi dan Kristen, merupakan salah satu masalah paling tajam yang harus dihadapi dalam upaya mewujudkan kesepakatan perdamaian antara Israel dan Palestina.
Selama ini, masyarakat internasional tidak mengakui kedaulatan Israel di seluruh Yerusalem dan meyakini bahwa status kota tersebut harus diselesaikan dengan jalan perundingan.
"Saya sudah menetapkan bahwa sudah saatnya untuk secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel," kata Trump.
"Walaupun presiden-presiden (Amerika Serikat, red) sebelumnya telah membuat janji saat kampanye, mereka tidak bisa melaksanakannya. Hari ini, saya melaksanakan (janji saya, red)."
Keputusan Trump itu membahayakan peranan historis Amerika Serikat sebagai penengah dalam konflik Israel-Palestina, juga menimbulkan kericuhan terhadap hubungan dengan sekutu-sekutu Arab, yang diandalkan Washington untuk membantunya melawan Iran dan memerangi kalangan milisi Islamis Sunni.
Israel menganggap Yerusalem sebagai ibu kotanya yang abadi dan tak terbagi serta menginginkan semua kedutaan asing ditempatkan di sana.
Pada saat yang sama, Palestina menginginkan Yerusalem menjadi ibu kota negara Palestina merdeka di masa depan.
Kota itu direbut Israel dalam perang pada 1967 dan kemudian diduduki Israel. Pencaplokan oleh Israel itu terus ditentang oleh dunia internasional, demikian laporan Reuters.