Jakarta (Antaranews Babel) - Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Moermahadi Soerja Djanegara menekankan pentingnya penanaman budaya akuntabilitas di masyarakat Indonesia sejak dini.
Pendapat tersebut disampaikan Moermahadi saat dikukuhkan sebagai Guru Besar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran, Bandung, Jawa Barat, sebagaimana keterangan di laman resmi BPK.
Dalam orasi ilmiahnya yang berjudul Urgensi Profesionalisme Pengelolaan Keuangan Melalui Kewajiban Pelaporan Keuangan, Ketua BPK mengatakan perlunya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan di kalangan masyarakat Indonesia. Bercermin pada kasus penggelapan dana masyarakat yang sering terjadi, sudah seharusnya budaya akuntabilitas mulai ditanamkan sejak dini.
Menurutnya, anak-anak, pelajar, remaja harus mulai dididik sejak dini untuk mampu membuat pertanggungjawaban atas hal-hak yang dibebankan kepada mereka terutama masalah keuangan.
"Hal ini memunculkan bidaya akuntabilitas yang tinggi, segala sesuatu yang dipercayakan harus bisa dipertanggungjawabkan. Mereka juga akan mampu dan terbiasa mengelola keuangan dengan baik dan benar pada masa yang akan datang," ujar Moermahadi.
Terkait investasi, ia mengingatkan, kredibilitas lembaga keuangan sebaiknya menjadi bahan pertimbangan dan jangan cepat tergiur oleh iming-iming harga murah atau bunga tinggi karena ilmu manajemen keuangan berlaku istilah "high risk, high gain".
Dengan kata lain, lanjutnya, imbal hasil yang tinggi selalu ditemani oleh risiko yang tinggi. Keduanya akan selalu berjalan beriringan seperti halnya sahabat baik.
"Kepada masyarakat marilah kita sama-sama terus meningkatkan literasi keuangan, marilah kita berhati-hati dalam memilih produk jasa keuangan agar kasus-kasus investasi bodong tidak berulang kembali," ujar Moermahadi.
Dalam orasinya, Moermahadi juga menyoroti perlunya sanksi yang tegas dan konsisten atas kewajiban penyusunan laporan keuangan dan kebenaran atas laporan keuangan. Peraturan yang mewajibkan pembuatan laporan keuangan dan kebenaran informasi dalam laporan keuangan, tentunya tidak akan berguna jika tidak diikuti dengan penegakan hukum yang tegas dan konsisten.
"Di sinilah dibutuhkan komitmen pemerintah dan organisasi profesi dalam menegakkan peraturan tersebut karena beberapa peraturan sudah jelas menyebutkan sanksi," ujarnya.
Selain itu, diperlukan kualifikasi profesional bagi para pembuat laporan keuangan. Kajian akademis Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyimpulkan belum ada negara yang menerapkan kompetensi minimum bagi pihak manajemen yang bertanggungjawab atas penyusunan laporan keuangan. Padahal kewajiban tersebut sangat penting untuk meningkatan kualitas laporan keuangan.
"Kepada para akademisi, organisasi profesi dan juga pemerintah, marilah kita bekerja sama untuk menyusun dan merumuskan program sertifikasi agar pembuatan laporan keuangan diberikan kepada orang-orang yang tepat dengan keahlian yang tepat," kata Moermahadi.