Jakarta (Antaranews Babel) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2017.
"Pertanggungjawaban pemerintah atas pelaksanaan APBN 2017 dalam laporan keuangan secara material telah disajikan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan," kata Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara saat menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada DPR dalam Sidang Paripurna di Jakarta, Kamis.
Pemberian opini WTP atas LKPP 2017 berdasarkan hasil pemeriksaan 87 laporan keuangan kementerian dan lembaga (LKKL) serta satu Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN). Dari pemeriksaan tersebut, delapan LKKL 2017 belum memperoleh opini WTP.
BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian kepada enam LKKL, yaitu pada Kementerian Pertahanan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Lembaga Penyiaran Publik TVRI, dan Lembaga Penyiaran Publik RRI.
Kemudian, BPK tidak menyatakan pendapat (disclaimer) kepada laporan keuangan dua LKKL, yaitu pada Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Badan Keamanan Laut.
Permasalahan pelaporan pertanggungjawaban APBN 2017 pada delapan LKKL yang tidak mendapatkan opini WTP meliputi permasalahan penerimaan negara bukan pajak, belanja barang, belanja modal, piutang bukan pajak, persediaan, aset tetap, aset lainnya, dan utang kepada pihak ketiga.
Subsidi listrik
Moermahadi menyampaikan adanya temuan-temuan pemeriksaan atas sistem pengendalian intern dan kepatuhan dalam pemeriksaan LKPP 2017.
Salah satu temuannya adalah adanya penambahan pagu anggaran subsidi listrik 2017 sebesar Rp5,22 triliun yang tidak sesuai UU APBN-P dan tidak berdasarkan pertimbangan yang memadai.
"Ini anggarannya tidak ada. Di APBN tidak ada, tetapi ada pengeluaran sebesar Rp5,22 triliun," ucap dia.
Selain penambahan pagu anggaran subsidi listrik, temuan berikutnya yaitu belum dilaporkannya utang/piutang atas kelebihan/kekurangan pendapatan badan usaha dari selisih Harga Jual Eceran (HJE) Formula dan HJE penetapan pemerintah atas penyaluran minyak solar dan premium.
BPK juga mencatat bahwa dana cadangan program Jaminan Kesehatan Nasional 2017 belum mampu menyelesaikan permasalahan defisit dana Jaminan Sosial Kesehatan.
"LKPP tahun 2017 belum menyajikan dampak kewajiban yang timbul dari defisit DJS Kesehatan," kata Moermahadi.