Sungailiat, (ANTARA Babel) - Pemerintah Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, memastikan para guru di daerahnya siap mendukung pelaksanaan kurikulum baru.
"Jika nanti sudah ada keputusan, kami akan melaksanakan pelatihan bagi guru terkait pengenalan kurikulum tersebut," kata Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Bangka, Yunan Yazid, di Sungailiat, Rabu.
Yunan meyakini, para guru di Bangka akan siap melaksanakan penerapan kurikulum baru.
Terkait dengan prokontra mengenai substansi kurikulum baru tersebut, Yunan memastikan bahwa kurikulum baru merupakan langkah penyempurnaan dari sebelumnya.
"Jangan berprasangka buruk dulu, kurikulum baru diaplikasikan atas dasar perhitungan dan pemikiran yang matang, tidak ada pihak manapun yang ingin kualitas generasi muda kita jadi buruk," katanya.
Kurikulum di Indonesia telah berganti delapan kali sejak tahun 1990-an, yakni kurikulum tahun 1964, kurikulum 1976, kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum edisi revisi 1999, kurikulum 2004, dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006.
Menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Mohammad Nuh, perubahan kurikulum merata untuk tiap jenjang baik dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Untuk jenjang SD, anak-anak tidak lagi mempelajari masing-masing mata pelajaran secara terpisah. Pembelajaran berbasis tematik integratif yang diterapkan pada tingkatan pendidikan dasar ini menyuguhkan proses belajar berdasarkan tema untuk kemudian dikombinasikan dengan mata pelajaran yang ada.
Mata pelajaran SD yang semula berjumlah 10 kini dipadatkan menjadi enam, yaitu Agama, PPKn, Matematika, Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan serta Seni Budaya. Sementara empat mata pelajaran yang dulu berdiri sendiri, yaitu IPA, IPS, Muatan Lokal dan Pengembangan Diri diintegrasikan dengan enam mata pelajaran tersebut.
Sementara untuk pelajaran Bahasa Inggris di SD yang sempat disebut-sebut akan dihilangkan, keberadaannya bakal dipertahankan sebagai mata pelajaran kelompok muatan lokal dan dimasukkan dalam kegiatan ekstra kurikuler bersama dengan Palang Merah Remaja (PMR), UKS dan Pramuka.
Berkurangnya mata pelajaran dalam kurikulum baru justru membuat durasi belajar anak di sekolah bertambah dengan empat jam pelajaran per minggu. Metode baru ini mengharuskan anak-anak ikut aktif dalam proses pembelajaran dan mengobservasi tiap tema yang menjadi bahasan.
