Sorong, Papua Barat (Antaranews Babel) - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengungkapkan bahwa status draft Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2018-2037 saat ini menunggu jadwal konsultas dengan DPR untuk pembahasannya yang berisi empat poin substantif.
Jonan memaparkan empat hal substantif. Pertama, mengenai kebijakan ketenagalistrikan nasional, dimana arahnya adalah jumlah listrik yang mencukupi bagi masyarakat. Selain itu, kualitasnya juga harus baik dan memiliki harga yang terjangkau.
"Jadi affordability ini menjadi sangat penting, karena kalau ada listriknya tapi rakyat tidak mampu beli akan sia-sia, karena tujuannya itu adalah tenaa listrik untuk rakyat," ungkapnya dalam keterangan resmi yang dihimpun Antara di Sorong, Sabtu.
Kebijakan ketenagalistrikan, imbuh Jonan, merujuk ke beberapa aspek, yaitu tentang ekonomi makro, rasio elektrifikasi, pertumbuhan penduduk, dan Focus Group Discussion (FGD) dengan Kementerian/Lembaga terkait, Pemerintah Provinsi dan badan usaha, serta Dewan Energi Nasional.
"Mengenai ekonomi makro, tahun 2018 pertumbuhan ekonomi mengacu kepada APBN 2018, sedangkan tahun 2019-2037 mengacu kepada visi ekonomi Indonesia dari Bappenas," ujar Menteri ESDM.
Yang kedua adalah mengenai rencana pengembangan penyediaan tenaga listrik. Pemerintah akan mendorong pemerintah daerah untuk membuat perencanaan pengadaan pembangkit listrik yang sesuai dengan potensi daerahnya masing-masing.
"Perencanaan pengadaan pembangkit listrik daerah bertujuan untuk memenuhi target ketahanan energi nasional. Implikasinya adalah untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor energi," jelas Jonan.
Selanjutnya adalah kondisi penyediaan tenaga listrik saat ini. Jonan menjabarkan pada tahun 2019 target kapasitas listrik terpasang secara nasional sekitar 75.000-80.000 megawatt (MW), dimana kapasitas sekarang sebesar 62.000-63.000 MW. Bahkan, proyeksi penambahan kapasitas listrik hingga tahun 2024-2025 sekitar 40.000-42.000 MW dengan tidak hanya mengandalkan energi fosil saja.
"Kita tetap mempertahankan komitmen bersama terhadap pengendalian perubahan iklim, yaitu 23% bauran energi, mudah-mudahan bisa tercapai di tahun 2025," ujarnya.
Yang terakhir adalah mengenai proyeksi kebutuhan tenaga listrik. Menurutnya, proyeksi kebutuhan tenaga listrik dapat dihitung melalui dua jenis pendekatan, yaitu melalui pertumbuhan penduduk, yang fokusnya adalah pembangunan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan. Pendekatan lainnya adalah melalui pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP).
"Secara garis besar, jika menggunakan pertumbuhan GDP, biasanya kebutuhan listrik nasional adalah sekitar 1,5 kali dari pertumbuhan GDP-nya," pungkas Jonan.
Jonan memaparkan empat hal substantif. Pertama, mengenai kebijakan ketenagalistrikan nasional, dimana arahnya adalah jumlah listrik yang mencukupi bagi masyarakat. Selain itu, kualitasnya juga harus baik dan memiliki harga yang terjangkau.
"Jadi affordability ini menjadi sangat penting, karena kalau ada listriknya tapi rakyat tidak mampu beli akan sia-sia, karena tujuannya itu adalah tenaa listrik untuk rakyat," ungkapnya dalam keterangan resmi yang dihimpun Antara di Sorong, Sabtu.
Kebijakan ketenagalistrikan, imbuh Jonan, merujuk ke beberapa aspek, yaitu tentang ekonomi makro, rasio elektrifikasi, pertumbuhan penduduk, dan Focus Group Discussion (FGD) dengan Kementerian/Lembaga terkait, Pemerintah Provinsi dan badan usaha, serta Dewan Energi Nasional.
"Mengenai ekonomi makro, tahun 2018 pertumbuhan ekonomi mengacu kepada APBN 2018, sedangkan tahun 2019-2037 mengacu kepada visi ekonomi Indonesia dari Bappenas," ujar Menteri ESDM.
Yang kedua adalah mengenai rencana pengembangan penyediaan tenaga listrik. Pemerintah akan mendorong pemerintah daerah untuk membuat perencanaan pengadaan pembangkit listrik yang sesuai dengan potensi daerahnya masing-masing.
"Perencanaan pengadaan pembangkit listrik daerah bertujuan untuk memenuhi target ketahanan energi nasional. Implikasinya adalah untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor energi," jelas Jonan.
Selanjutnya adalah kondisi penyediaan tenaga listrik saat ini. Jonan menjabarkan pada tahun 2019 target kapasitas listrik terpasang secara nasional sekitar 75.000-80.000 megawatt (MW), dimana kapasitas sekarang sebesar 62.000-63.000 MW. Bahkan, proyeksi penambahan kapasitas listrik hingga tahun 2024-2025 sekitar 40.000-42.000 MW dengan tidak hanya mengandalkan energi fosil saja.
"Kita tetap mempertahankan komitmen bersama terhadap pengendalian perubahan iklim, yaitu 23% bauran energi, mudah-mudahan bisa tercapai di tahun 2025," ujarnya.
Yang terakhir adalah mengenai proyeksi kebutuhan tenaga listrik. Menurutnya, proyeksi kebutuhan tenaga listrik dapat dihitung melalui dua jenis pendekatan, yaitu melalui pertumbuhan penduduk, yang fokusnya adalah pembangunan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan. Pendekatan lainnya adalah melalui pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP).
"Secara garis besar, jika menggunakan pertumbuhan GDP, biasanya kebutuhan listrik nasional adalah sekitar 1,5 kali dari pertumbuhan GDP-nya," pungkas Jonan.