Jakarta (Antaranews Babel) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah delapan lokasi di Kota Pasuruan, Jawa Timur dalam penyidikan kasus suap terkait proyek-proyek di lingkungan Pemerintah Kota Pasuruan Tahun Anggaran 2018.
"Sabtu, 7 Oktober 2018, KPK menugaskan tiga tim penyidik secara paralel untuk lakukan penggeledahan di delapan lokasi di Pasuruan," kata Juru Bicata KPK Febri Diansyah di Jakarta, Minggu.
Delapan lokasi itu antara lain empat kantor di kompleks pemda, yaitu kantor Wali Kota, kantor Dinas Pekerjaan Umum, kantor staf ahli, dan kantor bagian pengadaan.
Selanjutnya, dua kediaman Wali Kota, baik rumah dinas maupun rumah pribadi Wali Kota, kantor Dinas Koperasi, dan rumah seorang saksi.
"Proses penggeledahan berlangsung sekitar pukul 09.00 sampai 18.00 WIB. Dari lokasi tim menyita sejumlah dokumen terkait proyek dan pengadaan di lingkungan Pemkot Pasuruan dan uang dalam pecahan rupiah," ucap Febri.
Dalam kasus itu, teridentifikasi sejumlah sandi, yaitu "ready mix" atau campuran semen, "apel" untuk "fee" proyek, dan "kanjengnya" yang diduga berarti Wali Kota.
"Teridendifikasi, kode "apel" yang diduga berarti "fee" proyek mengacu pada pengertian "apel" atau upacara. Istilah yang dipahami sebagai "menghadap ke Wali Kota," ungkap Febri.
KPK telah menetapkan empat tersangka dalam kasus itu. Diduga sebagai penerima antara lain Wali Kota Pasuran 2016-2021 Setiyono, staf Ahli atau Plh Kadis PU Kota Pasuruan Dwi Fitri Nurcahyo, staf Kelurahan Purutrejo Wahyu Ti Hardianto.
Sedangka diduga sebagai pemberi, yakni swasta atau perwakilan CV Mahadir Muhammad Baqir.
Setiyono diduga menerima 10 persen "fee" dari nilai Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yaitu sebesar Rp2,297 miliar ditambah 1 persen untuk kelompok kerja (pokja) terkait proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM) pada Dinas Koperasi dan Usaha Miro di Pemkot Pasuruan dengan sumber dana APBD Tahun Anggaran 2018.
Pemberian "fee" itu dilakukan secara bertahap yaitu pertama, pada 24 Agustus 2018 M 2018, Muhammad Baqir mentransfer kepada Wahyu Tri Harianto sebesar Rp20 juta atau 1 persen untuk pokja sebagai tanda jadi. Pada 4 September 2018, CV Mahadir ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp2,21 miliar.
Kedua, pada 7 September 2018, setelah ditetapkan sebagai pemenang, Muhammad Baqir melakukan setor tunai kepada Wali Kota Pasuruan Setiyono melalui pihak-pihak perantaranya sebesar 5 persen atau sekitar Rp115 juta. Sisa komitmen 5 persen lainnya akan diberikan setelah uang muka termin pertama proyek cair.
Sebagai pihak penerima Setiyono, Dwi Fitri Nurcahyo, dan Wahyu Tri Hardianto disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan sebagai tersangka pemberi suap, Muhammad Baqir disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berita Terkait
Febri Diansyah terima Rp800 juta dan Rp3,1 M saat dampingi SYL dkk
3 Juni 2024 15:56
KPK panggil Febri Diansyah sebagai saksi sidang SYL
3 Juni 2024 09:37
KPK jadwalkan kehadiran Febri Diansyah di sidang SYL pekan depan
30 Mei 2024 08:57
Ferdy Sambo pasrahkan nasib pada majelis hakim
5 Oktober 2022 18:30
Febri Diansyah ajak semua pihak kawal bersama sidang Ferdy Sambo
5 Oktober 2022 15:42
KPK proses surat pemberhentian Febri Diansyah
25 September 2020 13:20
Novel Baswedan menyayangkan pengunduran diri Febri Diansyah dari KPK
25 September 2020 11:20
Febri Diansyah benarkan pamit dari KPK
24 September 2020 15:31