Banda Aceh (Antara Babel) - Meski tidak termasuk salah satu partai pengusung pada Pemilu Presiden, 9 Juli 2014, namun pengaruh lokal Partai Aceh dinilai cukup kuat dan masih diperhitungkan dalam peta politik di provinsi itu.
Faktanya, perolehan suara pada Pemilu Legislatif 2009, Partai Aceh yang dimotori para mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) meraih sebanyak 1.007.173 suara atau 46.93 persen dari total suara sah sebanyak 2.146.141 suara dengan dengan DPT Aceh saat itu sebanyak 3.009.965 orang.
Namun pada Pemilu 2014, perolehan suara Partai Aceh turun yakni hanya mampu meraup sebanyak 847.956 suara dari jumlah 2.399.159 suara sah dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 3.315.094 orang.
Meski perolehan suara menurun dibandingkan Pemilu 2009, namun Partai Aceh di bawah pimpinan Muzakir Manaf (Ketua Umum Dewan Pertimbangan Aceh Partai Aceh) itu masih keluar sebagai partai pemenang pada Pemilu Legislatif 2014.
Selain Partai Aceh, pada Pemilu Legislatif 9 April 2014, pesta politik lima tahunan di Aceh itu juga diikuti dua partai politik lokal lainnya yakni Partai Damai Aceh dan Partai Nasional Aceh.
Kini, Pemilu Legislatif itu sudah usai dan tinggal lagi menunggu pelantikan anggota legislatif yang memangku jabatan sebagai wakil rakyat untuk periode lima tahun mendatang (2014-2019).
Saat ini, Aceh dan Indonesia secara umum mulai disibuki dengan tahapan Pemilihan presiden yang akan berlangsung 9 Juli 2014. Suksesi kepemimpinan nasional itu diikuti dua pasangan calon, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-M Jusuf Kalla.
Sebagai partai pemenang Pemilu 9 April 2014, tentunya Partai Aceh juga bernafsu untuk memenangkan capres/cawapres yang didukungnya. Namun soal Pilpres, para elit partai lokal itu juga tidak "satu kata" dalam memberikan dukungan kepada salah satu kandidat.
DPA-PA menyatakan komitmennya mendukung capres/cawapres pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Pemilihan Umum Presiden 9 Juli 2014.
"Partai Aceh dan juga Komite Peralihan Aceh berkomitmen untuk memenangkan capres/cawapres Prabowo-Hatta. Komitmen ini harus dipatuhi oleh kader seluruh Aceh," kata Ketua DPA-PA Muzakir Manaf.
Dalam pernyataan sikap bersama yang ditandatangani 23 pimpinan wilayah (Ulee KPA), menyatakan Partai Aceh akan bekerja dan menjalankan kesepakatan kerja sama politik yang telah diambil oleh Ketua Umum DPA-PA Muzakir Manaf.
"Pernyataan sikap para pimpinan wilayah Partai Aceh itu sudah jelas untuk mendukung dan memenangkan Prabowo-Hatta," kata Muzakir Manaf yang juga Wagub Aceh.
Lebih lanjut, ia juga menyatakan jika ada anggota Partai Aceh atau KPA ingin memilih pasangan capres/cawapres lain, maka tidak ada masalah karena itu hak politik seseorang.
"Itu hak demokrasi seseorang, tidak ada tindakan atau sanksi kami beritakan jika ada kader Partai Aceh memilih capres/cawapres lain. Tapi, sikap Partai Aceh tegas mendukung Prabowo-Hatta," katanya menambahkan.
Beberapa alasan mendukung Prabowo-Hatta, antara lain sudah berkomitmen membantu pembangunan Aceh agar lebih cepat diberbagai sektor ekonomi, termusuk memelihara perdamaian dan mempercepat turunnya sejumlah Peraturan Pemerintah dan Perpres turunan Undang Undang Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Selain itu, Muzakir Manaf juga menjelaskan dukungan Partai Aceh kepada capres/cawapres Prabowo-Hatta merupakan komitmen sebelumnya yang telah dibangun dengan Partai Gerindra.
"Artinya, kami mendukung Prabowo-Hatta bukan hanya dalam Pilpres ini, tapi jauh-jauh hari telah terbangun komitmen antara Partai Aceh dengan Partai Gerindra. Bahkan sejak Pilkada Aceh 2012, Gerindra yang membantu Partai Aceh," kata Muzakir Manaf.
Sementara itu, elit Partai Aceh lainnya yakni Zakaria Saman dan Zaini Abdullah menyatakan dukungan mereka kepada capres/cawapres pasangan Joko Widodo-M Jusuf Kalla pada Pilpres 9 Juli 2014.
Zakaria Saman yang juga mantan Menteri Pertahanan GAM itu menilai masyarakat Aceh telah berhutang budi kepada Jusuf Kalla, karena sosok cawapres yang berpasangan dengan Joko Widodo (capres) tersebut sangat berjasa dalam proses perdamaian Aceh.
Baik Zakaria Saman maupun Zaini Abdullah (gubernur Aceh) secara terang-terangan mendukung capres/cawapres pasangan Jokowi-Jusuf Kalla pada Pilpres 9 Juli 2014.
Aceh bermartabat
Sedangkan Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh juga menilai pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla menginginkan Aceh lebih bermartabat.
"Kami mendukung pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla karena mereka ingin Indonesia lebih baik dan Aceh lebih bermartabat," katanya disela-sela kampanye di Sigli, Ibu Kota Kabupaten Pidie.
Surya Paloh yang juga putra Aceh itu menyebutkan bagi pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla, Aceh merupakan daerah modal, daerah yang memperkuat keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, kata dia, pasangan ini berkomitmen membangun Aceh. Komitmen ini akan ditagih jika Jokowi dan Jusuf Kalla terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2014-2019.
Pada kesempatan itu, Surya Paloh menegaskan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tidak meragukan nasionalisme rakyat Aceh. Apalagi, rakyat Aceh yang memodali Bangsa Indonesia.
"Aceh merupakan daerah memperkuat NKRI. Jadi, jangan pernah meragukan ketulusan rakyat Aceh memodali Bangsa Indonesia," ungkap pendiri Partai Nasdem tersebut.
Surya Paloh menyebutkan, Partai Nasdem tidak asal mendukung pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Sebelum mendukung, Partai Nasdem melihat dan mempelajari siapa orang yang akan didukung.
"Setelah kami pelajari, JK merupakan individu yang dekat dengan siapa saja. Begitu juga dengan Jokowi. Jokowi dikenal dengan kesederhanaan," ungkap dia.
Karena itu, Surya Paloh mengajak semua rakyat Aceh bahu membahu memilih dan mengantarkan Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
"Saya akan kawal jika mereka terpilih. Kalau menyeleweng dari amanah maka kita ingatkan. Jika mereka tetap tidak amanah setelah diingatkan, maka kita akan turunkan mereka dari jabatannya, tegas Surya Paloh.
Cawapres Jusuf Kalla berjanji akan menuntaskan aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau UUPA.
"Banyak aturan turunan undang-undang khusus Aceh belum diselesaikan. Kami akan menyelesaikannya jika saya dan Jokowi terpilih sebagai presiden dan wakil presiden nanti," kata Jusuf Kalla.
Menurut Jusuf Kalla hal itu merupakan utang Helsinki yang belum selesai. Utang ini adalah utang perdamaian yang ditandatangani di Helsinki 5 Agustus 2005 dan harus diselesaikan pemerintah pusat terhadap rakyat Aceh.
"Aturan turunan UUPA ini penting bagi Aceh. Dengan aturan ini, Aceh bisa lebih baik lagi dan masyarakatnya menjadi lebih sejahtera di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI," ujar Jusuf Kalla.
Sementara elemen muda yang tergabung dalam Generasi Muda Aceh (Gema) menyatakan dukungannya terhadap Ketua Umum Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA) Muzakir Manaf yang telah berkoalisi dengan capres/wacapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
"Kami dengan tegas menyatakan mendukung sikap Muzakir Manaf untuk mendukung Prabowo-Hatta, karena sikap ini sudah benar untuk kepentingan kita bersama," kata Juru Bicara Gema Aceh Muzakir Reza Pahlevi.
Ia juga menyayangkan dan tidak sepakat terhadap sikap dari BPPA yang terkesan ingin memperkeruh suasana politik di internal partai, yang salah satunya menuding Ketua Umum DPA Partai Aceh menerima dana Rp50 miliar dari Partai Gerindra.
Menurut dia, Muzakir Manaf tentunya telah memikirkan kepentingan partai dan Aceh secara luas, serta jauh kedepan, karena satu-satunya capres yang berkomitmen terhadap UUPA, MoU Helsinki, dan peningkatan kesejahteraan rakyat Aceh adalah Prabowo Subianto.
"Klaim BPPA juga kita pertanyakan dan sayangkan, kalau mereka benar-benar pendukung PA, tidak mungkin melakukan hal tersebut, apalagi pernyataan mereka tidak didasari dengan bukti yang jelas dan cenderung propokatif," kata Muzakir Reza Pahlevi menjelaskan.
Muzakir Reza Pahlevi menjelaskan jika memang BPPA ingin membenahi Partai Aceh dan memberikan masukkan maupun kritik kepada pimpinan partai maka dapat dilakukan dengan jalur atau mekanisme partai yang benar.
"Kami mengkhawatirkan mereka (BPPA) memiliki muatan-muatan politik lain untuk mengacaukan internal Partai Aceh dengan melakukan politik propaganda untuk perpecahan di kalangan partai. Saat ini ada beberapa elit Partai Aceh yang mendukung Jokowi, tapi itu adalah sikap pribadi," kata dia menambahkan.
Menjadi harapan tentunya agar Pilpres mendatang lebih berkualitas, dan warga Aceh khususnya benar-benar menggunakan hak pilih sesuai hati nuraninya. Tidak ada teror dan intimidasi, sehingga Pilpres berlangsung jujur, adil dan rahasia.
Dan juga menjadi harapan rakyat Indonesia dan khususnya masyarakat Aceh agar perbedaan dukungan bisa dijadikan sebagai bentuk dinamika demokrasi, dan tidak perlu dipolitisir terlalu jauh.
Kedua pasangan sebagai sosok terbaik dimiliki bangsa saat ini tentunya sama-sama bercita-cita agar Indonesia ke depan lebih baik dan maju, rakyatnya sejahtera dan negara menjadi kuat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014
Faktanya, perolehan suara pada Pemilu Legislatif 2009, Partai Aceh yang dimotori para mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) meraih sebanyak 1.007.173 suara atau 46.93 persen dari total suara sah sebanyak 2.146.141 suara dengan dengan DPT Aceh saat itu sebanyak 3.009.965 orang.
Namun pada Pemilu 2014, perolehan suara Partai Aceh turun yakni hanya mampu meraup sebanyak 847.956 suara dari jumlah 2.399.159 suara sah dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 3.315.094 orang.
Meski perolehan suara menurun dibandingkan Pemilu 2009, namun Partai Aceh di bawah pimpinan Muzakir Manaf (Ketua Umum Dewan Pertimbangan Aceh Partai Aceh) itu masih keluar sebagai partai pemenang pada Pemilu Legislatif 2014.
Selain Partai Aceh, pada Pemilu Legislatif 9 April 2014, pesta politik lima tahunan di Aceh itu juga diikuti dua partai politik lokal lainnya yakni Partai Damai Aceh dan Partai Nasional Aceh.
Kini, Pemilu Legislatif itu sudah usai dan tinggal lagi menunggu pelantikan anggota legislatif yang memangku jabatan sebagai wakil rakyat untuk periode lima tahun mendatang (2014-2019).
Saat ini, Aceh dan Indonesia secara umum mulai disibuki dengan tahapan Pemilihan presiden yang akan berlangsung 9 Juli 2014. Suksesi kepemimpinan nasional itu diikuti dua pasangan calon, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-M Jusuf Kalla.
Sebagai partai pemenang Pemilu 9 April 2014, tentunya Partai Aceh juga bernafsu untuk memenangkan capres/cawapres yang didukungnya. Namun soal Pilpres, para elit partai lokal itu juga tidak "satu kata" dalam memberikan dukungan kepada salah satu kandidat.
DPA-PA menyatakan komitmennya mendukung capres/cawapres pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Pemilihan Umum Presiden 9 Juli 2014.
"Partai Aceh dan juga Komite Peralihan Aceh berkomitmen untuk memenangkan capres/cawapres Prabowo-Hatta. Komitmen ini harus dipatuhi oleh kader seluruh Aceh," kata Ketua DPA-PA Muzakir Manaf.
Dalam pernyataan sikap bersama yang ditandatangani 23 pimpinan wilayah (Ulee KPA), menyatakan Partai Aceh akan bekerja dan menjalankan kesepakatan kerja sama politik yang telah diambil oleh Ketua Umum DPA-PA Muzakir Manaf.
"Pernyataan sikap para pimpinan wilayah Partai Aceh itu sudah jelas untuk mendukung dan memenangkan Prabowo-Hatta," kata Muzakir Manaf yang juga Wagub Aceh.
Lebih lanjut, ia juga menyatakan jika ada anggota Partai Aceh atau KPA ingin memilih pasangan capres/cawapres lain, maka tidak ada masalah karena itu hak politik seseorang.
"Itu hak demokrasi seseorang, tidak ada tindakan atau sanksi kami beritakan jika ada kader Partai Aceh memilih capres/cawapres lain. Tapi, sikap Partai Aceh tegas mendukung Prabowo-Hatta," katanya menambahkan.
Beberapa alasan mendukung Prabowo-Hatta, antara lain sudah berkomitmen membantu pembangunan Aceh agar lebih cepat diberbagai sektor ekonomi, termusuk memelihara perdamaian dan mempercepat turunnya sejumlah Peraturan Pemerintah dan Perpres turunan Undang Undang Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Selain itu, Muzakir Manaf juga menjelaskan dukungan Partai Aceh kepada capres/cawapres Prabowo-Hatta merupakan komitmen sebelumnya yang telah dibangun dengan Partai Gerindra.
"Artinya, kami mendukung Prabowo-Hatta bukan hanya dalam Pilpres ini, tapi jauh-jauh hari telah terbangun komitmen antara Partai Aceh dengan Partai Gerindra. Bahkan sejak Pilkada Aceh 2012, Gerindra yang membantu Partai Aceh," kata Muzakir Manaf.
Sementara itu, elit Partai Aceh lainnya yakni Zakaria Saman dan Zaini Abdullah menyatakan dukungan mereka kepada capres/cawapres pasangan Joko Widodo-M Jusuf Kalla pada Pilpres 9 Juli 2014.
Zakaria Saman yang juga mantan Menteri Pertahanan GAM itu menilai masyarakat Aceh telah berhutang budi kepada Jusuf Kalla, karena sosok cawapres yang berpasangan dengan Joko Widodo (capres) tersebut sangat berjasa dalam proses perdamaian Aceh.
Baik Zakaria Saman maupun Zaini Abdullah (gubernur Aceh) secara terang-terangan mendukung capres/cawapres pasangan Jokowi-Jusuf Kalla pada Pilpres 9 Juli 2014.
Aceh bermartabat
Sedangkan Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh juga menilai pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla menginginkan Aceh lebih bermartabat.
"Kami mendukung pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla karena mereka ingin Indonesia lebih baik dan Aceh lebih bermartabat," katanya disela-sela kampanye di Sigli, Ibu Kota Kabupaten Pidie.
Surya Paloh yang juga putra Aceh itu menyebutkan bagi pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla, Aceh merupakan daerah modal, daerah yang memperkuat keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, kata dia, pasangan ini berkomitmen membangun Aceh. Komitmen ini akan ditagih jika Jokowi dan Jusuf Kalla terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2014-2019.
Pada kesempatan itu, Surya Paloh menegaskan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tidak meragukan nasionalisme rakyat Aceh. Apalagi, rakyat Aceh yang memodali Bangsa Indonesia.
"Aceh merupakan daerah memperkuat NKRI. Jadi, jangan pernah meragukan ketulusan rakyat Aceh memodali Bangsa Indonesia," ungkap pendiri Partai Nasdem tersebut.
Surya Paloh menyebutkan, Partai Nasdem tidak asal mendukung pasangan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Sebelum mendukung, Partai Nasdem melihat dan mempelajari siapa orang yang akan didukung.
"Setelah kami pelajari, JK merupakan individu yang dekat dengan siapa saja. Begitu juga dengan Jokowi. Jokowi dikenal dengan kesederhanaan," ungkap dia.
Karena itu, Surya Paloh mengajak semua rakyat Aceh bahu membahu memilih dan mengantarkan Jokowi-JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
"Saya akan kawal jika mereka terpilih. Kalau menyeleweng dari amanah maka kita ingatkan. Jika mereka tetap tidak amanah setelah diingatkan, maka kita akan turunkan mereka dari jabatannya, tegas Surya Paloh.
Cawapres Jusuf Kalla berjanji akan menuntaskan aturan turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh atau UUPA.
"Banyak aturan turunan undang-undang khusus Aceh belum diselesaikan. Kami akan menyelesaikannya jika saya dan Jokowi terpilih sebagai presiden dan wakil presiden nanti," kata Jusuf Kalla.
Menurut Jusuf Kalla hal itu merupakan utang Helsinki yang belum selesai. Utang ini adalah utang perdamaian yang ditandatangani di Helsinki 5 Agustus 2005 dan harus diselesaikan pemerintah pusat terhadap rakyat Aceh.
"Aturan turunan UUPA ini penting bagi Aceh. Dengan aturan ini, Aceh bisa lebih baik lagi dan masyarakatnya menjadi lebih sejahtera di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI," ujar Jusuf Kalla.
Sementara elemen muda yang tergabung dalam Generasi Muda Aceh (Gema) menyatakan dukungannya terhadap Ketua Umum Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA) Muzakir Manaf yang telah berkoalisi dengan capres/wacapres Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
"Kami dengan tegas menyatakan mendukung sikap Muzakir Manaf untuk mendukung Prabowo-Hatta, karena sikap ini sudah benar untuk kepentingan kita bersama," kata Juru Bicara Gema Aceh Muzakir Reza Pahlevi.
Ia juga menyayangkan dan tidak sepakat terhadap sikap dari BPPA yang terkesan ingin memperkeruh suasana politik di internal partai, yang salah satunya menuding Ketua Umum DPA Partai Aceh menerima dana Rp50 miliar dari Partai Gerindra.
Menurut dia, Muzakir Manaf tentunya telah memikirkan kepentingan partai dan Aceh secara luas, serta jauh kedepan, karena satu-satunya capres yang berkomitmen terhadap UUPA, MoU Helsinki, dan peningkatan kesejahteraan rakyat Aceh adalah Prabowo Subianto.
"Klaim BPPA juga kita pertanyakan dan sayangkan, kalau mereka benar-benar pendukung PA, tidak mungkin melakukan hal tersebut, apalagi pernyataan mereka tidak didasari dengan bukti yang jelas dan cenderung propokatif," kata Muzakir Reza Pahlevi menjelaskan.
Muzakir Reza Pahlevi menjelaskan jika memang BPPA ingin membenahi Partai Aceh dan memberikan masukkan maupun kritik kepada pimpinan partai maka dapat dilakukan dengan jalur atau mekanisme partai yang benar.
"Kami mengkhawatirkan mereka (BPPA) memiliki muatan-muatan politik lain untuk mengacaukan internal Partai Aceh dengan melakukan politik propaganda untuk perpecahan di kalangan partai. Saat ini ada beberapa elit Partai Aceh yang mendukung Jokowi, tapi itu adalah sikap pribadi," kata dia menambahkan.
Menjadi harapan tentunya agar Pilpres mendatang lebih berkualitas, dan warga Aceh khususnya benar-benar menggunakan hak pilih sesuai hati nuraninya. Tidak ada teror dan intimidasi, sehingga Pilpres berlangsung jujur, adil dan rahasia.
Dan juga menjadi harapan rakyat Indonesia dan khususnya masyarakat Aceh agar perbedaan dukungan bisa dijadikan sebagai bentuk dinamika demokrasi, dan tidak perlu dipolitisir terlalu jauh.
Kedua pasangan sebagai sosok terbaik dimiliki bangsa saat ini tentunya sama-sama bercita-cita agar Indonesia ke depan lebih baik dan maju, rakyatnya sejahtera dan negara menjadi kuat.
Editor : Aprionis
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014