Jakarta (Antara Babel) - Pekan depan usia pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memasuki dua tahun.
Bila dalam tahun pertama masa pemerintahannya, Presiden menitikberatkan pada pembenahan hal-hal yang mendasar seperti infrastruktur pertanian, perhubungan dan juga aspek-aspek fungsional lainnya, maka di tahun kedua perbaikan yang dilakukan semakin luas.
Keputusan untuk menjalankan kebijakan amnesti pajak, perubahan regulasi di bidang ekonomi dengan deretan paket kebijakan ekonomi serta upaya meningkatkan kualitas pembangunan di perbatasan, mewarnai tahun kedua jalannya pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Dalam sejumlah kesempatan, mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyerukan agar semua kalangan mengubah pola pikir dan pola tindak agar masalah-masalah yang selama ini dihadapi dalam berbagai sektor dapat diselesaikan.
Ajakan kepada pemerintah daerah untuk bersama-sama bekerja dan tidak lagi melihat dikotomi tugas pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga didengungkan kepala negara dalam setiap kesempatan kunjungan ke daerah.
Trauma sentralisasi pada masa orde lama dan orde baru, coba dihapus oleh Presiden dengan memulai sebuah tradisi untuk menempatkan daerah sebagai sebuah bagian yang penting bagi Indonesia secara keseluruhan.
Ketika Jokowi merayakan Lebaran Idul Fitri di Sumatera Barat atau memperingati hari besar keagamaan di daerah lainnya, upaya untuk memberikan rasa penting bagi daerah, tengah coba dilakukan oleh Presiden.
Pernah menjabat sebagai kepala daerah saat menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta membuat Jokowi bisa merasakan bagaimana setiap daerah memiliki potensi yang bisa dikembangkan, namun kurang dilibatkan dalam skala nasional saat merencanakan pembangunan di berbagai sektor.
Sementara pengalamanannya sebagai pengusaha mebel selama puluhan tahun membuat ayah dari tiga anak itu mengenal semua hambatan yang kerap ditemui pengusaha sehingga mengakibatkan terjadinya ekonomi biaya tinggi dan perizinan serta prosedur usaha yang berbelit-belit.
Pendidikan dan Keluarga
Yang menarik dari sejumlah program yang dijalankan oleh Presiden pada tahun kedua masa pemerintahannya terkait upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia dari sisi pendidikan dan keluarga.
Dalam sejumlah kesempatan, Kepala Negara menjelaskan kualitas sumber daya manusia menjadi kunci penting dalam kesiapan Indonesia untuk bersaing dalam era perdagangan bebas.
Anak-anak Indonesia perlu didorong menjadi personal yang tidak hanya "jago kandang", namun juga berani "bertarung" dan bekerja di luar negeri pada bidang pekerjaan yang menyandarkan pada keterampilan dan penguasaan teknologi.
"Saya minta dilakukan perombakan besar-besaran untuk peningkatan kualitas pendidikan," ujar Presiden Presiden awal Oktober dalam rapat terbatas dengan topik Efektivitas Belanja Pendidikan dan Kesehatan di Kantor Presiden Jakarta.
Presiden mengatakan, anggaran pendidikan dan kesehatan kini dari tahun ke tahun semakin meningkat dan semakin membesar.
Dengan anggaran yang semakin besar tersebut harus dibuat semakin fokus agar tepat sasaran.
"Mestinya kita harus fokus pada upaya membuat belanja pendidikan dan kesehatan betul-betul bisa tepat sasaran jangan sampai anggaran yang semakin meningkat tapi hasilnya tidak maksimal atau belum maksimal," ucapnya, menegaskan.
Ia menggarisbawahi pentingnya pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang produktif dan berkarakter.
Presiden saat itu mengatakan pada era kompetisi antarnegara saat ini kita memerlukan sumber daya manusia yang bukan hanya sehat, tapi juga SDM yang cerdas yang produktif dan memiliki karakter.
Untuk mencapai itu maka alokasi dana pendidikan betul-betul digunakan secara efektif untuk meningkatkan akses dan kualitas pendidikan.
Ia juga menekankan agar akses siswa, terutama siswa dari keluarga miskin betul-betul memperoleh pendidikan dan mendapatkan prioritas.
Infrastruktur pendidikan juga kata Presiden harus diperbaiki, terlebih ia telah mendapat informasi bahwa ada 1,8 juta ruang kelas di Indonesia dan hanya 466 ribu dalam kondisi yang baik.
Dari 212.000 sekolah ada 100 ribu sekolah yang belum memiliki (sarana-red) perawatan kesehatan, ujarnya.
Belakangan, Presiden juga dalam kunjungan ke daerah beberapa kali hadir dalam acara terkait pemberian makanan tambahan bagi balita dan anak-anak dengan tujuan untuk meningkatkan gizi anak.
Kehadiran Presiden dalam program ini memberikan arti yang penting ketika pemerintah semakin menyadari pentingnya "menanam investasi" kesehatan dan gizi yang cukup bagi anak-anak.
Kualitas sumber daya manusia juga ditentukan oleh pemenuhan gizi yang cukup, selain itu juga penguatan peran keluarga dalam membesarkan anak dan pelengkap dalam proses pendidikan dan tumbuh kembang anak.
Dalam sebuah kesempatan di Yogyakarta, Presiden mengatakan pembangunan menjadi negara maju berawal dari keluarga yang direncanakan.
Perencanaan yang matang dan pengelolaan manajemen keluarga menjadi kunci keberhasilan orang tua membesarkan anak dan mencukupi semua kebutuhannya tak hanya materi namun juga secara psikis.
Presiden mengingatkan bahwa jika anak itu kalau sudah lahir pasti membutuh biaya untuk pakaian, sepatu, kalau sekolah biaya untuk sekolah, seragam, beli tas.
Ia mengatakan biaya sekolah akan selalu mengalami peningkatan dari jenjang SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi.
"Tidak boleh anak-anak kita berhenti di SD, harus terus bersekolah. Karena dengan bersekolah, memiliki pendidikan kita bisa bersaing dengan negara lain," tutur Presiden.
Untuk itu maka perencanaan keluarga dilakukan sejak awal dengan menyisihkan biaya untuk pendidikan anaknya ke jenjang yang tinggi.
Selain itu, para orang tua untuk memperhatikan gizi anak saat di dalam kandungan hingga sudah lahir.
Perjalanan pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla masih panjang. Tak ada jalan yang lunak untuk mencapai sebuah keberhasilan. Namun, dengan memelihara kepercayaan rakyat dengan tidak menyakiti hati konstituennya, maka jalan penuh onak dan duri akan bisa dilalui.