Jakarta (Antara Babel) - Belum lama ini dunia memperingati 100 tahun Perang Dunia Pertama yang memakan 37 juta korban jiwa selama peperangan sejak 1914 hingga 1918.

Menjadi menarik ketika dalam peringatan itu veteran dan kepala negara dari sejumlah negara yang saat itu berseteru bisa bersama-sama hadir dan tidak menyisakan kebencian sedikitpun.

"Mengapa veteran yang tadinya berperang di hari tuanya bisa rukun? karena pejuang yang berperang dan bertempur semata melaksanakan tugas negara mereka membela untuk tanah airnya, untuk kita veteran kita membela NKRI dan Sang Merah Putih. Mereka tidak memasuki wilayah politik, itu bukan urusan mereka," kata Presiden Susilo Bambang Yudhyono saat menghadiri peringatan Hari Veteran Nasional di Jakarta, Senin.

Bagi Yudhoyono, perang merupakan keputusan politik yang diambil oleh pemimpin politik, bisa oleh Presiden, Perdana Menteri dan disetujui oleh parlemen. Namun bagi prajurit, keputusan politik itu harus dijalankan tanpa 'reserve' dan tidak memandang untung ruginya bagi mereka.

"Mereka (para prajurit-red) tidak perlu masuk (ranah-red) politik, oleh karena itu para pemimpin politik jika suatu saat harus mengambil keputusan untuk meyatakan perang maka keputusan itu harus diputuskan secara cermat, berhati-hati dan tidak boleh salah. Sekali menyatakan perang maka para politisi dan anggota DPR akan mengetahui resiko dan konsekuensi yang ditimbulkan," kata Presiden.

Karena itu, Yudhoyono mengingatkan kepada siapa pun Presiden RI mendatang, agar mempertimbangkan secara matang setiap keputusan terutama mengenai pengerahan kekuatan militer untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, tentunya dengan tetap mengedepankan kepentingan nasional.

"Ingat jiwa raga dan nyawa para prajurit. Pendapat SBY,  pemimpin Indonesia tidak boleh gila perang. Tidak boleh pula mudah sekali mengambil keputusan untuk mengambil (langkah-red) peperangan," katanya.

Kenyataan bahwa Perang Dunia pertama mengakibatkan 37 juta jiwa melayang, sementara Perang Dunia kedua mengakibatkan 60 juta orang meninggal menunjukkan perang selalu membawa dampak tak hanya bagi mereka yang berperang atau 'combatan' namun juga masyarakat sipil atau 'non combatan'.

Keputusan politik yang menempuh langkah militer juga pernah dilakukan di Indonesia. Dari mulai operasi Trikora, Operasi Dwikora dan kemudian Operasi Seroja. Operasi-operasi itu dan juga perjuangan merebut serta mempertahankan kemerdekaan diabadikan dalam sejumlah monumen di Markas Besar TNI di Cilangkap.

"Saya anjurkan para pemimpin politik datang ke Taman Makam Pahlawan dan sekali-kali ke (monumen-red) di Cilangkap," kata Presiden Yudhoyono.

Ia menambahkan,"dengan datang ke tempat itu akan sadar keputusan politik dapat dipikirkan (kembali-red), antara lain bahwa ada 35.000 yang gugur (dalam operasi Seroja-red) yang namanya ada di monumen itu. Keputusan politik untuk poerang akan beresiko kehilangan putra-putri bangsa. Perang adalah cara terakhir, kalau jalur diplomasi dan politik tidak bisa dilakukan, perang tidak masalah demi kedulatan NKRI."
   
Dan untuk kedaulatan RI itu sendiri, Presiden Yudhoyono mempunyai pesan khusus bagi Joko Widodo bila secara resmi telah mendapat mandat sebagai Presiden ketujuh Republik Indonesia yang juga hadir dalam acara peringatan Hari Veteran Nasional dalam kapasitasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta.

"Hadir hari ini Bapak Jokowi, kita menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi, tetapi jika Bapak ditakdirkan jadi pemimpin Indonesia, harapan veteran dan rakyat Indonesia kita ingin kedaulatan dijaga tidak boleh siapapun menganggu kedaulatan kita," kata Yudhoyono.

Presiden mengatakan Indonesia harus maju dan berkembang menjadi negara yang kuat dan tetap memiliki kedaulatan atas wilayahnya.

"Tahun 2045 mendatang, 100 tahun kemerdekaan RI, kita ingin Indonesia yang menjadi negara yang kuat dan maju, politik kuat, ekonomi kuat, pertahanan kuat, bagaimanapun kekuatan pertahanan harus kita jaga, keutuhan NKRI adalah harga mati," kata Presiden, menegaskan.

    
                              Veteran
Semua negara yang berdaulat dan memiliki sejarah perjuangan tentu memiliki korps veteran. Mereka yang berperang untuk negaranya bagi kepentingan bangsa dan negara.

Pemerintah RI sendiri saat ini telah melengkapi hak dan penghormatan bagi para veteran dengan mengeluarkan sejumlah peraturan terkait hak dan kedudukan Veteran Republik Indonesia.

Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro dalam peringatan Hari Veteran Nasional di Balai Sarbini Jakarta, Senin, mengatakan selain telah disahkannya Undang-Undang Nomor 15 tahun 2012 tentang Veteran Presiden juga telah melengkapinya dengan sejumlah aturan lainnya baik Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Peraturan Menteri Pertahanan.

"Pembagian veteran sesuai undang-undang terdiri dari veteran pejuang kemerdekaan, veteran pembela kemerdekaan dan veteran pembela perdamaian RI," kata Menhan.

Setelah disahkannya Undang-Undang nomor 15 tahun 2012, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 67 tahun 2014 tentang tanda jasa veteran, Peraturan Pemerintah nomor 79 tahun 2014 tentang peristiwa keveteranan, hak dan pemakaman dan kemudian peraturan presiden nomor 30 tahun 2014 tentang Hari Veteran Nasional.

"Terkait pelaksanaan  PP nomor 67 2014 ditetapkan jenis dan golongan veteran ditentukan peristiwa pertama, pejuang kemerdekaan, kedua, pembela kemerdekaan, ketiga pembela perdamaian dan keempat anumerta," katanya.

Purnomo menjelaskan pada PP nomor 79 tahun 2014 diatur mengenai hak yang diberikan kepada veteran antara lain keringanan pembayaran pajak bumi dan bangunan, tunjangan pendidikan bagi anak-anak, tunjangan kesehatan dan juga mengenai hak pemakaman di Taman Makam Pahlawan dengan ketentuan tertentu.

"Veteran pembela kemerdekaan seperti Trikora, Dwikora, Seroja dan lainnya secara khusus diberikan tanda kehormatan tanda veteran RI.  Diberikan juga tunjangan veteran dan dana kehormatan bagi veteran pejuang kemerdekaan RI, pembela kemerdekaan RI, janda, duda atau yatim piatu anumerta dan anumerta pembela kemerdekaan RI," kata Menhan.

Sementara itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan peran veteran bagi kemajuan bangsa sangat besar sehingga pemerintah selalu dan akan terus memberikan penghormatan kepada veteran.

"Negara dan pemerintahan senantiasa memberikan penghormatan dan penghargaan yang tinggi pada para veteran, pahlawan nasional, pejuang dan perintis kemerdekaan, mereka semua mendarmabaktikan hidupnya untuk bangsa dan negara," kata Kepala Negara.

Ditambahkannya,"perjuangan dan pengorbanan mereka tercatat abadi dalam sejarah negeri ini, sebagaimana disampaikan Jenderal Rais Abin hingga Menteri Purnomo Yusgiantoro, operasi Trikora, Dwikora dan Seroja dan kini aktif ikut melaksanakan ketertiban dunia mengirim satuan militer dan polisi kita pemeliharaan perdamaian. Semua darma bakti ini implementasi amanah konstitusi negara yaitu Undang-Undang 1945."
   
Ketua Umum DPP Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Letnan Jenderal (Purn) Rais Abin mengatakan Hari Veteran Nasional yang diperingati 10 Agustus setiap tahunnya, memiliki setidaknya empat makna yaitu untuk mengingat kembali bahwa kemerdekaan diperoleh dengan perjuangan, yang kedua veteran berasal dari tentara rakyat dan berjuang untuk kemerdekaan.

Ketiga bahwa perjuangan yang dilakukan tak hanya dengan senjata yang ada namun juga dengan semangat dan kekuatan jiwa dan yang terakhir, Hari Veteran Nasional diperingati untuk mengingatkan generasi selanjutnya agar tetap berjuang demi kemajuan tanah airnya.

"Kami tidak ada senjata waktu itu, kami hanya punya jiwa juang dan semangat," kata Rais Abin mengenang perjuangan membela kemerdekaan RI.

Rais Abin sendiri, dikutip dari wikipedia, pernah menjadi Panglima Pasukan Perdamaian PBB (United Nations Emergency Forces II - UNEF II) membawahi 4.000 personel tentara dari 13 negara dalam konflik di Timur Tengah dekade 1970an , salah satu posisi tertinggi Pasukan Perdamaian PBB yang pernah dijabat oleh putera Indonesia.

Pewarta: Oleh Panca Hari Prabowo

Editor : Aprionis


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014