Anggota Komisi VI DPR Republik Indonesia, Bambang Patijaya menyoroti ekspor lada putih Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada 2019 anjlok atau hanya senilai 100 juta dolar Amerika Serikat jika dibandingkan lima tahun sebelumnya mencapai 580 juta dolar AS atau setara Rp8 triliun per tahun.
"Kami sangat menyayangkan Kementerian Perdagangan tidak melakukan apapun untuk menggenjot ekspor lada, karena mereka menilai komoditas perkebunan ini bukan kebutuhan pokok," kata Bambang Patijaya saat berkunjung ke Biro Perum LKBN ANTARA Babel di Pangkalpinang, Rabu.
Baca juga: Anggota DPR minta Pemprov Bangka Belitung gali potensi kepulauan
Baca juga: Anggota DPR RI Kunjungi Kantor LKBN Antara Babel
Ia mengatakan nilai ekspor lada putih Bangka Belitung mencapai Rp8 triliun per tahun atau menempati urutan kedua dari ekspor produk perkebunan lainnya di Indonesia seperti kopi, kakao dan lainnya yang memiliki porsi tersendiri dalam ekspor nonmigas.
"Pada 2019 ekspor lada putih turun drastis atau hanya 100 juta dolar AS atau setara Rp2 triliun mengalami penurunan 150 persen dibandingkan tahun sebelumnya, karena menurunnya harga komoditas itu di petani," ujarnya.
Menurut dia harga lada putih ditingkat petani pada 2015 berkisar Rp160 ribu per kilogram dan turun drastis dibandingkan harga 2019 hanya sekitar Rp45 ribu hingga Rp50 ribu per kilogram.
"Kita beberapa kesempatan telah menyampaikan hal ini kepada Kementerian Perdagangan dan Dirjen Perdagangan Luar Negeri agar kementerian tersebut harus melakukan upaya dagang untuk meningkatkan harga dan ekspor komoditas khas daerah ini," katanya.
Ia menilai kondisi ekspor lada Babel ini sudah masuk ke ranah politis yang merugikan masyarakat dan petani daerah ini. Orang berpolitik dan mendapatkan panggung, tetapi petani tidak mendapatkan apa-apa.
"Kasihan petani tidak mendapatkan apa-apa dari usaha perkebunannya. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama mencari solusi permasalahan lada ini agar petani lebih bersemangat untuk mengembangkan usaha serta produksi lada putih berkualitas nomor satu dunia ini," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2020
"Kami sangat menyayangkan Kementerian Perdagangan tidak melakukan apapun untuk menggenjot ekspor lada, karena mereka menilai komoditas perkebunan ini bukan kebutuhan pokok," kata Bambang Patijaya saat berkunjung ke Biro Perum LKBN ANTARA Babel di Pangkalpinang, Rabu.
Baca juga: Anggota DPR minta Pemprov Bangka Belitung gali potensi kepulauan
Baca juga: Anggota DPR RI Kunjungi Kantor LKBN Antara Babel
Ia mengatakan nilai ekspor lada putih Bangka Belitung mencapai Rp8 triliun per tahun atau menempati urutan kedua dari ekspor produk perkebunan lainnya di Indonesia seperti kopi, kakao dan lainnya yang memiliki porsi tersendiri dalam ekspor nonmigas.
"Pada 2019 ekspor lada putih turun drastis atau hanya 100 juta dolar AS atau setara Rp2 triliun mengalami penurunan 150 persen dibandingkan tahun sebelumnya, karena menurunnya harga komoditas itu di petani," ujarnya.
Menurut dia harga lada putih ditingkat petani pada 2015 berkisar Rp160 ribu per kilogram dan turun drastis dibandingkan harga 2019 hanya sekitar Rp45 ribu hingga Rp50 ribu per kilogram.
"Kita beberapa kesempatan telah menyampaikan hal ini kepada Kementerian Perdagangan dan Dirjen Perdagangan Luar Negeri agar kementerian tersebut harus melakukan upaya dagang untuk meningkatkan harga dan ekspor komoditas khas daerah ini," katanya.
Ia menilai kondisi ekspor lada Babel ini sudah masuk ke ranah politis yang merugikan masyarakat dan petani daerah ini. Orang berpolitik dan mendapatkan panggung, tetapi petani tidak mendapatkan apa-apa.
"Kasihan petani tidak mendapatkan apa-apa dari usaha perkebunannya. Oleh karena itu, mari kita bersama-sama mencari solusi permasalahan lada ini agar petani lebih bersemangat untuk mengembangkan usaha serta produksi lada putih berkualitas nomor satu dunia ini," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2020