Jakarta (Antara Babel) - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara  (APBN) 2015 diharapkan memberikan ruang fiskal kepada pemerintah baru hasil Pemilihan Umum 2014 sehingga dapat mencapai sasaran pembangunan yang ditetapkan.

Guru Besar Ekonomi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Bambang Sudibyo menyatakan, sejumlah tantangan bidang ekonomi harus ditangani pemerintahan baru terutama memperbesar ruang fiskal anggaran dan memperbaiki keseimbangan eksternal.

"Saya lihat ke depan ada beberapa hal yang harus dilakukan pemerintah baru," kata Bambang Sudibyo dalam sebuah konferensi pers di Jakarta.

Menurut Bambang, upaya memperbesar ruang fiskal antara lain dapat dilakukan dengan meningkatkan pendapatan negara, khususnya sektor perpajakan. Saat ini tax ratio hanya mencapai sekitar 12 persen dari produk domestik bruto (PDB).

"Pada tahun 2000, tax ratio kita 12 persen dan saat ini juga hanya sekitar itu saja sehingga kenaikan penerimaan pajak hanya karena kenaikan PDB saja," kata mantan Menteri Keuangan itu.

Ia menyebutkan beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan India sudah mempunyai tax ratio 16-17 persen dari PDB, seharusnya Indonesia juga berada di posisi itu.

Bambang juga menyarankan agar Direkatorat Jenderal (Ditjen) Pajak dan Ditjen Bea Cukai selaku penghimpun penerimaan negara dipisahkan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan berkonsentrasi pada upaya menghimpun penerimaan negara.

"Ini merupakan badan yang langsung berada di bawah presiden yang khusus menghimpun penerimaan negara, tidak membuat regulasi. Kewenangan regulasi tetap ada pada Kemenkeu," katanya.

Yang terjadi saat ini, lanjut Bambang, regulasi dan penghimpunan ada di satu tangan sehingga dalam pelaksanaannya tidak maksimal dan optimal.

Ia juga mempertanyakan besarnya restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang mencapai sekitar Rp30 triliun. "Ini cukup besar sehingga kemungkinan ada masalah dalam penanganannya," katanya.

Terkait dengan belanja negara, Bambang juga menyoroti besarnya anggaran subsidi sehingga menyandera pemerintah sendiri. "Subsidi kok sampai lebih dari Rp300 triliun, bahan bakar minyak atau BBM dibuang-buang karena harganya murah," katanya.

Sementara terkait dengan perbaikan keseimbangan eksternal, Bambang mengatakan, nilai ekspor Indonesia semakin kecil dari waktu ke waktu dibanding dengan nilai impor yang terus meningkat.

"Kita ekspor minyak mentah kemudian mengimpor kembali BBM, impor BBM ini menjadi penyumbang besar masalah ketidakseimbangan eksternal," katanya.

Ia mempertanyakan mengapa Indonesia tidak membangun kilang sendiri sehingga impor BBM bisa dikurangi. "Masalah ini terus terjadi tidak tertutup kemungkinan karena memang ada mafia minyak dan gas bumi," katanya.

Bambang menyebutkan ekspekstasi masyarakat terhadap pemerintahan baru di bawah presiden dab wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sangat besar. "Ekspekstasi masyarakat luar biasa besar bahkan lebih besar dibanding ekspekstasi pada hasil Pilpres 2009," katanya.

Menurut dia, pemerintah baru harus tepat mengambil langkah dan kebijakan agar dapat memenuhi ekspektasi masyarakat tersebut. "Kalau tidak, nasibnya bisa buruk," kata Bambang Sudibyo.

Sementara itu rapat kerja Badan Anggaran DPR bersama pemerintah menyepakati postur sementara RAPBN 2015, yang sebagian besar merupakan hasil dari penghitungan dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Asumsi Dasar, Pendapatan, Defisit dan Pembiayaan Badan Anggaran DPR.

Dalam kesempatan tersebut, Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Andin Hadiyanto membacakan asumsi makro RAPBN 2015, antara lain pertumbuhan ekonomi 5,8 persen, inflasi 4,4 persen, dan tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan 6,0 persen.

Asumsi lainnya adalah nilai tukar Rp11.900 per dolar AS, harga minyak mentah Indonesia (ICP) 105 dolar AS per barel, lifting minyak 900.000 barel per hari serta lifting gas 1.248 ribu barel per hari setara minyak.

Sedangkan, kuota BBM bersubsidi untuk tahun 2015 disepakati sebesar 46 juta kiloliter dan "cost recovery" ditetapkan mencapai 16 miliar dolar AS.

Dari asumsi tersebut, pendapatan negara disepakati sebesar Rp1.793,6 triliun dan belanja negara sebesar Rp2.039,5 triliun, dengan defisit anggaran mencapai Rp245,9 triliun atau 2,21 persen terhadap PDB.

Pendapatan negara tersebut sebagian besar berasal dari pendapatan dalam negeri Rp1.790,3 triliun, yaitu penerimaan perpajakan Rp1.380 triliun, penerimaan negara bukan pajak Rp410,3 triliun dan hibah Rp3,3 triliun.

Sementara, belanja negara sebesar Rp2.039,5 triliun terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp1.392,4 triliun dan dana transfer ke daerah serta dana desa sebesar Rp647 triliun.

"Belanja pemerintah pusat terdiri atas belanja kementerian-lembaga Rp601,1 triliun dan belanja nonkementerian-lembaga Rp791,4 triliun," kata Andin.

Pemerintah dalam RAPBN 2015 juga menyiapkan dana untuk belanja prioritas sebesar Rp8,2 triliun yang terdiri atas cadangan perlindungan sosial kompensasi BBM sebesar Rp5 triliun dan cadangan penyesuaian anggaran pendidikan Rp3,2 triliun.

Sementara itu mengenai belanja subsidi BBM, rapat Panja Badan Anggaran DPR menetapkan belanja subsidi bahan bakar minyak (BBM) dalam RAPBN 2015 sebesar Rp276 triliun, atau lebih rendah dari draf awal dalam Nota Keuangan RAPBN 2015 sebesar Rp291,1 triliun.

Angka yang disepakati itu juga lebih rendah dari hasil pembahasan awal rapat panja sebesar Rp280,6 triliun.

Belanja subsidi BBM sebesar Rp276 triliun tersebut terdiri atas belanja subsidi BBM jenis tertentu untuk premium, minyak tanah dan solar sebesar Rp194,64 triliun serta subsidi elpiji tiga kilogram Rp55,1 triliun.

Kemudian, PPN atas jenis BBM tertentu dan elpiji tiga kilogram sebesar Rp24,9 triliun, perkiraan subsidi LGV Rp4,2 miliar, kekurangan subsidi tahun sebelumnya Rp46,2 triliun serta penghitungan "carry over" ke tahun berikutnya Rp45 triliun.

Sementara, kuota BBM bersubsidi ditetapkan 46 juta kiloliter atau lebih rendah dua juta kiloliter dari usulan draf awal Nota Keuangan RAPBN 2015 sebesar 48 juta kiloliter.

Rincian kuota 46 juta kiloliter tersebut terdiri atas premium dan bahan bakar nabati 29,4 juta kiloliter, solar dan bahan bakar nabati 15,6 juta kiloliter dan minyak tanah 850.000 kiloliter.

Selain itu, rapat panja juga menyepakati belanja subsidi listrik sebesar Rp68,69 triliun atau lebih rendah Rp3,7 triliun dari usulan awal dalam nota keuangan RAPBN 2015 sebesar Rp72,4 triliun.

"Rapat belum menyetujui perkiraan kekurangan subsidi tahun 2014 sebesar Rp3,7 triliun, karena carry over baru bisa diputuskan setelah ada hasil audit dari BPK," kata Wakil Ketua Badan Anggaran DPR, Tamsil Linrung.

                        
                                                                                           RAPBNP 2015
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung mengatakan pemerintahan mendatang bisa mengajukan RAPBN-Perubahan 2015 lebih cepat dari perkiraan semula untuk mewujudkan visi dan misi presiden terpilih hasil Pemilu 2014.

"Kalau memungkinkan pembahasan bisa dimulai sebelum Januari 2015, tapi (dilakukan) setelah 20 Oktober," kata Chairul Tanjung.

Chairul mengatakan, pembahasan dan penetapan RAPBN 2015 dilakukan oleh DPR dan pemerintah saat ini, tapi akan dilaksanakan pemerintahan akan datang. "Kita berupaya menjaga kesinambungan sebaik mungkin dan meminta fraksi DPR dari presiden terpilih untuk memperjuangkan visi dan misinya," ujar Chairul.    
Kepala Staf Kantor Transisi Jokowi-JK Rini Soemarno memberikan apresiasi kepada pemerintahan saat ini yang memberikan ruang bagi pemerintahan baru untuk mengajukan RAPBN-Perubahan 2015 lebih cepat dari rencana sebelumnya.

Menurut dia, ada sekitar ruang fiskal sebesar Rp180 triliun yang dapat dimanfaatkan untuk pemerintahan baru, yang belum tercantum dalam RAPBN 2015, untuk berbagai program kesejahteraan rakyat yang dijanjikan Jokowi-JK.

"Ada Rp180 triliun yang bisa dimanfaatkan untuk program Nawacita Jokowi-JK. Relatif cukup atau tidak, ini masih menunggu hal yang detail, kami sudah mendapatkan data kemiskinan yang sangat update dan melakukan kalkulasi apakah jumlah tersebut cukup," ujar Rini.

Sementara terkait kebijakan BBM bersubsidi, Tim Transisi Jokowi-JK memastikan tidak akan melakukan intervensi kepada pemerintahan saat ini, dan masing-masing akan fokus memberikan sikap saling menghargai satu sama lain.

Sementara itu Menteri Keuangan Chatib Basri menyatakan, pengajuan serta pembahasan RAPBN-Perubahan 2015 tidak bisa dilakukan pada 2014, dan baru dapat diupayakan pada tahun anggaran tersebut berjalan. "Perubahan RAPBN 2015 hanya bisa dilakukan tahun 2015," katanya.

Menkeu mengatakan aturan legal formal menyatakan bahwa pengajuan RAPBN-Perubahan baru dapat dilakukan pada tahun berjalan, apalagi pembahasan revisi anggaran tersebut, idealnya diupayakan apabila APBN tidak bisa lagi mengakomodasi perkembangan ekonomi terkini.

"Kalau mau APBN-Perubahan tahun ini, hanya revisi 2014, mau dua kali juga bisa," kata Menkeu Chatib Basri.

Pewarta: Oleh Agus Salim

Editor : Aprionis


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014