Jakarta (Antara Babel) - "My loyalty to my party ends where my loyalty to my country begins" (kesetiaan saya kepada partai berakhir ketika kesetiaan saya kepada negara dimulai).

Kata-kata itu diucapkan oleh Presiden Filipina Manuel Luis Quezon y Molina yang menjabat sebagai Presiden Persemakmuran Filipina dan dikenal sebagai etnis Filipino pertama yang menjabat sebagai Kepala Pemerintahan Filipina.

Kesetiaan terhadap negara memang ditunggu-tunggu oleh rakyatnya kepada setiap pemimpinnya, dan kesetiaan itu juga mesti diwujudkan dalam bentuk kerja keras untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan seluruh lapisan masyarakatnya secara merata.

Dalam pidatonya seusai dilantik sebagai Presiden RI ke-7, Joko Widodo meyakini beban sejarah yang mahaberat ini dapat dipikul bersama dengan persatuan, gotong royong, dan kerja keras.

"Kepada para nelayan, buruh, petani, para pedagang pasar, para pedagang asongan, sopir, akademisi, TNI, Polri, pengusaha, dan kalangan profesional, saya menyerukan untuk bekerja keras, bahu membahu, bergotong royong, karena inilah momen bersejarah bagi kita semua untuk bergerak bersama-sama untuk bekerja, bekerja, dan bekerja," katanya.

Jokowi mengingatkan bahwa kerja besar dalam bangsa memang tidak mungkin dilakukan sendiri oleh presiden dan wakil presiden ataupun jajaran pemerintah yang dipimpin mereka.

Hal itu, ujar dia, membutuhkan topangan kekuatan bersama yang merupakan kesatuan seluruh bangsa sehingga lima tahun ke depan dinilai jadi momentum yang tepat sebagai bangsa yang merdeka.

"Oleh sebab itu, bekerja, bekerja, dan bekerja adalah yang utama," katanya.

Saat ini, publik sedang menanti perwujudan janji "bekerja, bekerja dan bekerja" antara lain melalui penyusunan kabinet yang hingga Kamis (23/10) pagi masih belum ada kejelasan mengenai jadwal agenda serta tempatnya.

Padahal, Presiden Joko Widodo baik pada Selasa (21/10) maupun pada Rabu (22/10) pagi mengatakan pengumuman susunan kabinet yang bakal dipimpinnya bakal dilakukan secepatnya.

Bahkan, seusai menjalani proses geladi bersih pelantikan di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Minggu (19/10), Jokowi sempat menegaskan bahwa pengumuman nama-nama menteri yang akan menjabat di kabinetnya tinggal menunggu waktu saja.

"Nama tinggal diumumkan saja," ujar Jokowi ketika itu.

Namun, masih belum jelasnya jadwal pengumuman kabinet sedikit banyakjuga menghambat harapan yang dinanti sebagian masyarakat agar kabinet Jokowi segera "bekerja, bekerja, dan bekerja".

    
            Sosok diragukan

Sebenarnya, sejumlah lembaga masyarakat seperti Indonesia Corruption Watch (ICW) telah meminta Presiden Joko Widodo agar menunda pengumuman kabinetnya karena dinilai ada sejumlah nama yang sosoknya diragukan integritasnya terkait pemberantasan korupsi.

"ICW minta Jokowi tunda pengumuman kabinet," kata Koordinator Badan Pekerja ICW Ade Irawan dalam keterangan tertulisnya yang diterima Antara di Jakarta, Selasa (21/10).

ICW menilai masih ada beberapa nama dari 43 figur calon menteri atau pejabat setingkat menteri yg diusulkan Presiden Jokowi yang diduga  bermasalah baik karena diragukan integritas maupun komitmen antikorupsinya.

Ia memaparkan, figur calon menteri yang diragukan tersebut potensial menjadi tersangka korupsi dan diberitakan memiliki rekening atau transaksi keuangan yang mencurigakan.

"Kami mendesak Jokowi untuk menunda pengumuman kabinet hingga ada kepastian figur-figur yang terpilih adalah yang terbaik dan tidak memiliki masalah hukum atau integritas," katanya.

Apalagi, ujar dia, dalam UU Kementerian jelas diatur bahwa Presiden punya waktu 14 hari setelah pelantikan untuk mengumumkan kabinetnya.

Selain itu, ICW juga mendesak Presiden Joko Widodo segera mencoret calon menteri yang dinilai memiliki masalah terkait integritas atau pemberantasan korupsi serta yang diduga tersangkut masalah pelanggaran HAM.

"Jangan ada kompromi, Jokowi-JK harus ganti calon menteri yang memiliki nilai rapor merah dan kuning dari KPK dan PPATK, terduga pelanggaran HAM dan tidak berpengalaman," kata Koordinator Badan Pekerja ICW.

Ia mengingatkan, terdapat beberapa nama calon yang diusulkan memiliki masalah serius soal integritas karena tersangkut dalam kasus korupsi dan memiliki rekening atau transaksi keuangan yang tidak wajar.

Secara khusus, ujar dia, KPK memberikan catatan dengan warna merah (untuk nama calon yang berpotensi menjadi tersangka korupsi) dan warna kuning (untuk nama calon yang diragukan komitmen antikorupsinya).

"Dari hasil penelusuran sejumlah media muncul beberapa nama yang masuk kategori merah dan kuning dari KPK atau diberitakan memiliki rekening atau transaksi yang tidak wajar berdasarkan laporan PPATK," kata Ade Irawan.

Selain isu korupsi, lanjutnya, terdapat nama calon menteri yang disebut tersandung dalam pelanggaran HAM berat, serta muncul nama yang dinilai dekat dengan Ketua Umum Parpol dari Koalisi Indonesia Hebat namun tidak memiliki pengalaman di bidang yang akan ditempati.

    
        Perhatikan publik  

Untuk itu, Koordinator Badan Pekerja ICW juga mendesak agar Jokowi-JK menindaklanjuti semua catatan dari KPK dan PPAT tanpa pengecualian, serta harus memperhatikan masukan dari publik.

"Calon menteri yang masuk kategori merah dan kuning dari KPK, memiliki rekening atau transaksi keuangan yang mencurigakan dari KPK serta tidak berpengalaman sebaiknya dicoret dan digantikan dengan figur-figur yang lebih kompeten dan tidak memiliki persoalan serius soal integritas," katanya.

Ia berpendapat, jika masih ada nama menteri yang berkategori merah atau bermasalah dipertahankan masuk Kabinet, maka selama lima tahun kabinet tersebut dapat dianggap berbahaya karena sewaktu-waktu menterinya bisa diperiksa oleh penegak hukum seperti KPK atau bisa saja ditetapkan sebagai tersangka korupsi.

Jikapun masih ada nama menteri yang berkategori kuning atau diragukan kapasitasnya dipertahankan masuk Kabinet, menurut dia, maka selama satu periode kabinet Jokowi-JK akan masuk kategori kabinet kuning yang harus ekstra diwaspadai.

"Jokowi harus ingat pepatah 'Nila Setitik Rusak Susuk Sebelanga'. Segelintir nama yang bermasalah akan memberikan pengaruh buruk kepada seluruh kabinet maupun pemerintahan Jokowi JK serta menjadi beban bagi pemerintahan mendatang," tuturnya.

Sementara itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendesak Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla jangan menentukan pemilihan menteri dalam susunan kabinetnya dengan menggunakan politik balas budi.

"Kami mendesak bahwa dalam proses pemilihan anggota kabinet, Jokowi-JK harus memperhatikan standar dan prinsip Hak Asasi Manusia, tidak melakukan politik balas budi," kata Koordinator Kontras Haris Azhar.

Menurut Haris Azhar, pihaknya merasa kecewa dengan proses pemilihan anggota kabinet pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla karena standar pemilihan tidak jelas, terutama standar yang berkenaan dengan HAM.

Ia berpendapat bahwa Kontras tidak melihat rekam jejak HAM menjadi salah satu ukuran dalam pemilihan anggota kabinet pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

"Oleh karenanya, kami menolak nama-nama yang digadang-gadangkan akan menduduki posisi menteri atau posisi penting di institusi pemerintahan yang memiliki 'track record' (rekam jejak) sebagai pelaku pelanggaran hukum dan HAM," katanya.

Selain itu, Kontras juga menyorot Komnas HAM yang dinilai bersikap lamban dan minim inisiatif  karena tidak secara aktif mendesak Jokowi menjadikan HAM sebagai ukuran penting dalam pemilihan anggota kabinet, serta tidak transparannya proses pemilihan.

Beragam tindakan itu, ujar dia, telah menyalahi prinsip tata kelola pemerintahan yang baik yang mengharuskan adanya prinsip akuntabilitas, transparansi, dan penegakan hukum.

"Dalam prinsip penegakan hukum, keputusan atau kebijakan yang diambil pemerintah harus memperhatikan penegakan hukum yang adil dan menjunjung tinggi HAM," tegasnya.

Untuk itu, Kontras juga mendesak Jokowi-JK meminta masukan dari Komnas HAM serta mendengarkan suara korban pelanggaran HAM karena jika tidak sama saja menjauhkan pemenuhan keadilan oleh negara bagi korban pelanggaran HAM.

Selain itu, Jokowi-JK juga didesak transparan dan membuka ruang partisipasi bagi warga negara melalui penyediaan informasi, serta menjamin kemudahan dalam memperoleh informasi agar warga negara dapat mempergunakan haknya untuk menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan.

Pewarta: Oleh Muhammad Razi Rahman

Editor : Aprionis


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014