Surabaya (Antara Babel) - Perempuan tampaknya ditempatkan secara "istimewa" dalam Kabinet Kerja ala Presiden Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK), karena dari 34 pembantu presiden alias menteri terdapat delapan perempuan atau 23,5 persen.

Kedelapan perempuan itu adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, dan Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari.

Selanjutnya, Menteri BUMN Rini M Soemarno, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Menteri Sosial Khofifah Indra Parawansa, serta Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise.

Dalam sejarah pemerintahan di Indonesia, bisa jadi kabinet yang menempatkan perempuan cukup banyak baru kabinet ala Jokowi-JK kali ini.

Keistimewaan perempuan ini juga tampak tatkala Presiden Jokowi mengumumkan nama-nama para menteri dalam Kabinet Kerja di halaman Istana Merdeka, Minggu (26/20) petang.

Para menteri yang namanya disebutkan, diminta lari untuk diperkenalkan kepada awak media. Namun, saat memanggil Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang spontan lari begitu namanya disebut, oleh Jokowi langsung diminta "Bu nggak usah lari Bu".

Kabinet Kerja menempatkan perempuan "istimewa", seperti dua orang di antara pernah menjadi menteri di era presiden sebelumnya, yaitu Menteri Sosial Khofifah Indra Parawansa yang merupakan Menteri Pemberdayaan Perempuan di kabinet Presiden ke-4 Gus Dur, sedangkan Menteri BUMN Rini M Soemarno adalah Menperindag di era Presiden ke-5 Megawati.

Sementara Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise juga "istimewa", karena dia merupakan profesor atau guru besar perempuan pertama asal Papua.

Lain halnya dengan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, merupakan putri atau anak dari Presiden perempuan pertama RI, yaitu Megawati, yang juga Ketua Umum DPP PDIP.

Ada juga menteri parempuan yang di era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono yang batal jadi menteri karena tidak lolos tes kesehatan, yaitu Nila F Moeloek, namun oleh Jokowi justru ditugasi menjadi Menkes.

Keistimewaan lainnya yaitu Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari yang merupakan Menlu perempuan pertama di Tanah Air.

Apresiasi atas "keistimewaan" itu datang dari Linda Amalia Sari Gumelar yang pernah menjabat sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabinet Indonesia Bersatu II.

"Saya mengapresiasi jumlah perempuan yang sebanyak delapan orang pada kabinet kerja," kata Linda Amalia Sari Gumelar di Jakarta, Senin.

Linda menjelaskan hal itu menunjukkan komitmen dari Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meningkatkan program pemberdayaan perempuan.

"Ini juga merupakan langkah maju dari program kesetaraan gender," ucapnya.

Dia berharap delapan perempuan yang diberi kepercayaan memangku jabatan menteri pada Kabinet Kerja dapat bekerja optimal.

"Dengan demikian bisa menjadi inspirasi bagi seluruh kaum perempuan di Tanah Air," ujarnya, menegaskan.

Senada dengan itu, aktivis "Save the Children" untuk Wilayah Lampung, Renvi Liasari, menilai bahwa Presiden Joko Widodo telah menempatkan menteri perempuan pada posisi strategis di Kabinet Kerja yang dipimpinnya.

"Persentase jumlah menteri perempuan hingga 23,5 persen dibandingkan dengan jumlah menteri laki-laki di Kabinet Kerja Jokowi-JK memang masih jauh dari ideal," ujarnya.

    
       Ibu Bangsa
Tapi, jika dilihat lebih cermat lagi, delapan  menteri perempuan yang ada diposisikan pada isu-isu strategis yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan rakyat.

"Sebut saja Puan Maharani yang berperan penting dalam mengarahkan dan mengoordinasi pembangunan manusia Indonesia ke depan akan seperti apa," ujarnya.

Selanjutnya ada Rini M Soemarno yang berperan penting meningkatkan kinerja Badan Usahan Milik Negara (BUMN) yang dimiliki pemerintah, sehingga hasilnya dapat membantu pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat.

"Tentu saja, keterwakilan perempuan untuk menduduki posisi Menteri Sosial, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak diharapkan akan lebih mewarnai kebijakan properempuan dan anak," katanya.

Lebih dari itu, penempatan Retno Lestari Priansari Marsudi Menteri Luar Negeri diharapkan akan membuat 'wajah' baru hubungan diplomatik negara kita dengan negara lain yang lebih cantik.

Sementara itu, Ana Yunita Pratiwi dari LSM Damar mengharapkan partisipasi keterlibatan perempuan tidak hanya dilihat dari segi kuantitas, namun lebih ke kualitas pembangunan yang responsif gender.

"Memang penting melibatkan perempuan dalam konteks pembangunan. Namun, yang terpenting bukan jenis kelamin, tapi yang terpenting perspektifnya. Karena banyak legistatif perempuan juga terkadang perspektifnya masih sangat bias terhadap kepentingan perempuan," ujar alumni Civic Education for Future Indonesia Leaders (CEFIL) Level II itu, menambahkan.

Pemerhati perempuan dan anak Giwo Rubianto berpendapat para menteri perempuan harus bisa menjadi panutan dan ibu bangsa.

"Sebagian besar saya mengenal para menteri perempuan di Kabinet Kerja. Pada intinya, perempuan harus dapat menjadi panutan dan ibu bangsa," ujar Giwo.

Meskipun menteri perempuan di Kabinet Kerja berjumlah delapan orang, Giwo menilai belum memperhatikan keterwakilan perempuan pada jabatan publik.

"Saya melihat jika memperhatikan keterwakilan perempuan pada jabatan publik, jumlah delapan orang tersebut belum memenuhi kuota 30 persen untuk perempuan," jelas dia.

Dia berharap delapan menteri perempuan tersebut dapat menjadi figur kerja sebagai pelayan masyarakat. "Karena jabatan merupakan amanah yang harus dipegang teguh. Lakukan terobosan yang terbaik untuk Indonesia ke depan".

Selain itu, menteri perempuan harus menjaga integritas dan nasionalme yang dimilikinya.

Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan menteri-menteri di Kabinet Kerja harus menjadi panutan sehat.

"Menteri harus menjadi figur panutan hidup sehat bagi semua anak Indonesia, termasuk tidak menjadi perokok," tukas Susanto.

Susanto menjelaskan menteri seyogyanya tidak merokok karena akan menjadi contoh buruk. Salah satu menteri di Kabinet Kerja yakni Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, menjadi perbincangan di jagad dunia maya karena merokok.

Sebagian besar netizen mengkritik penampilan Susi saat diwawancarai TV. Saat itu, tangannya memegang rokok.

"KPAI berharap kabinet kerja mampu mengatasnamakan perlindungan anak di setiap kebijakan pembangunan serta menjadi indikator figur ramah anak," jelas dia.

Dia juga berharap para menteri tidak menjadi pelaku kekerasan atau pengabaian terhadap anak.

Pewarta: Oleh Chandra HN

Editor : Aprionis


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014