Jakarta (Antara Babel) - Lembaga swadaya masyarakat Setara Institute kecewa dengan keputusan Presiden Joko Widodo mengangkat politikus Partai Nasdem H.M. Prasetyo sebagai Jaksa Agung.

Ketua Setara Institute Hendardi melalui keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, mengatakan pengangkatan Prasetyo sebagai Jaksa Agung pertanda bahwa Presiden Jokowi tersandera oleh partai politik.

"Ini juga indikator awal bahwa cita-cita kemajuan pemberantasan korupsi dan peradilan HAM berat akan jalan di tempat," ujarnya.

 Hendardi mengatakan penampilan buruk penegakan hukum dengan kepala badan hukum yang berasal dari parpol, yakni Jaksa Agung dan Menkumham akan terjadi pada era Jokowi.

"Jokowi pun diprediksi gagal memenuhi janji penegakan HAM sebagaimana dikampanyekan," kata dia.

Pada Kamis, Presiden Joko Widodo melantik anggota DPR dari Fraksi Partai Nasional Demokrat (Nasdem) periode 2014-2019 Prasetyo sebagai Jaksa Agung.

Prasetyo sebelumnya adalah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum pada periode 2005-2006.

Pria kelahiran Tuban, Jawa Timur, pada 9 Mei 1947 itu, ditunjuk sebagai Jaksa Agung berdasarkan Keputusan Presiden No. 131/2014 yang ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada Kamis pagi.

Dalam pengalamannya di kejaksaan, Prasetyo pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (1999-2000), Inspektur Kepegawaian dan Tugas Umum Pengawasan Kejaksaan Agung RI (2000-2003) serta Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Kejaksaan Agung RI (2003-2005).

Dalam karir politik, ia menjadi anggota Dewan Pertimbangan DPP Ormas Nasional Demokrat (2011) dan anggota Mahkamah Partai Nasional Demokrat (2013).

Sebelumnya, beredar nama lain yang disebut-sebut menjadi calon Jaksa Agung, yaitu Deputi Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Mas Achmad Santosa, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf, mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Hamid Awaluddin, Wakil Jaksa Agung Andhi Nirwanto, dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Widyo Pramono.

Pewarta:

Editor : Aprionis


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014