Alih fungsi lahan pertanian di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, tidak bisa dihindari lagi karena adanya proyek strategis nasional di wilayah ini, mulai dari Bandara Internasional Yogyakarta, Jalur Kereta Api Bandara dari Stasiun Kedundang-Bandara YIA, pembangunan hotel hingga rencana pembangunan jalan bebas hambatan di wilayah ini. Sehingga perlu adanya percepatan cetak sawah baru yang didukung pembangunan embung.
Alih fungsi lahan ini menggunakan lahan pertanian dalam kurun waktu lima tahun terakhir lebih dari 400 hektare. Sehingga Pemerintah Kabupaten Kulon Progo harus mencetak sawah baru dengan memanfaatkan lahan non pertanian yang berada di Kecamatan Nanggulan, Pengasih, Samigaluh, Kalibawang dan Girimulyo. Cetak sawah tersebut harus didukung dengan pembangunan embung.
Saat ini, Pemkab Kulon Progo baru mampu membangun lima embung dengan menggunakan Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten, yakni Embung Talun Ombo di Desa Sidomulyo (Kecamatan Pengasih), Embung Bogor di Desa Sedangsari (Kecamatan Pengasih), Embung Batur di Desa Sedangsari (Kecamatan Pengasih). Selanjutnya Embung Krayak di Desa Banjaroya (Kecamatan Kalibawang), dan Embung Dlingseng di Desa Banjaroya (Kecamatan Kalibawang).
Lima embung ini berfungsi untuk mendukung cetak sawah baru di wilayah ini. Hal ini dikarenakan lahan cetak sawah baru tersebut tidak bisa mengakses air dari Saluran Irigasi Kalibawang, sehingga harus dibangunkan embung supaya dapat bertanam sepanjang tahun, kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman Kulon Progo Gusdi Hartono.
Lima embung tersebut, sedikitnya 100 hektare sawah baru bisa terairi. Selain untuk mendukung cetak sawah baru, lima embung tersebut juga berfungsi untuk konservasi air, mendukung produksi hortikultura, budi daya perikanan dan pariwisata. Rencananya, Pemkab Kulon Progo akan membangun 15 embung lagi di wilayah utara dalam rangka mendukung cetak sawah baru.
Pemkab Kulon Progo mentargetkan cetak sawah baru lebih dari 350 hektare dalam beberapa tahun ke depan. Sehingga harus didukung pengairan yang memadai, salah satunya pembangunan embung. Saat ini, kapasitas Saluran Irgasi Kalibawang tidak mampu mengaliri sawah baru. Saluran Irgasi Kalibawang justru membutuhkan suplisi air dengan pembuatan embung, sehingga sawah dijaringan tersebut dapat berproduksi secara maksimal.
Namun demikian, rencana pembangunan embung tersebut masih terkendala pengadaan tanah dan anggaran pembangunannya. Hal ini dikarenakan menggunakan APBD kabupaten, sehingga membutuhkan dukungan dari pemerintah pusat untuk percepatan pembangunan embung. Saat ini, pemkab hanya memprioritaskan pembangunan embung yang sudah ada lahannya, ketersediaan anggaran dan kebutuhan.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo Aris Nugraha mengatakan air merupakan kebutuhan utama dalam melaksanakan budi daya tanaman. Sehingga ketersediaan air yang cukup sangat menentukan keberhasilan peningkatan produksi dan produktivitas tanamanan. Upaya menyiapkan air irigasi untuk pertanian di Kulon Progo, khususnya lahan sawah sudah ditata dengan bagus melalui Peraturan Bupati tentang Pola Tanam dan Tata Tanam.
Sumber air utama untuk irigasi teknis bersumber utama dari Sungai Progo melalui Daerah Irigasi Kalibawang sistem dan Daerah Irigasi Sapon. Beberapa embung yang sudah dibangun antara lain Embung Blubuk dan Embung Bogor untuk sawah irigasi kecil. Selanjutnya pada daerah irigasi kecil dengan mengoptimalkan sungai, mata air dengan pembuayan embung dan parit.
Satu-satunya waduk yang ada di DIY adalah Waduk Sermo yang bisa sebagai suplisi irigasi sawah untuk wilayah Pengasih, Wates, Panjatan dan Temon. Embung Tonogoro, Embung Kleco, Embung Krapyak, Embung Gorolangu untuk irigasi pertanaman buah-buahan. Untuk menambah ketersediann air irigasi ke depan perlu lebih banyak lagi dibuat embung-embung, damparit di hulu. Selain berfungsi sebagai cadangan air, juga sebagai konservasi lahan ada air. Krisis air
Ketua Komisi III DPRD Kulon Progo Nur Eny Rahayu menguatkan Kulon Progo sangat membutuhkan embung atau bendungan untuk mencukupi kebutuhan air di sektor pertanian dan perkebunan. Hal ini dikarenakan wilayah Kulon Progo berpotensi terjadi krisis air.
Krisis air di Kulon Progo ada dua, krisis air bersih dengan air untuk memenuhi kebutuhan air bersih, dan krisis air untuk pengairan pendukung irigasi. Kebutuhan air bersih di Kulon Progo masih kurang. Kebutuhan air bersih 912 liter per detik, belum termasuk kebutuhan air bersih di Kawasan Aerotropolis dan Aerocity di kawasan Bandara Internasional Yogyakarta.
PDAM Tirta Binangun baru mampu menyediakan 300 liter per detik, dengan tingkat kebocoran 23 persen. Sementara Bendung Kamijoro yang akan beroperasi pada 2022 hanya mampu menyuplai 300 liter per detik. Sedangkan di sektor pertanian supaya berjalan normal membutuhkan 12.000 liter per detik, sementara suplai sekarang baru 7.000 liter per detik.
Kebutuhan air tersebut hanya mengandalkan air dari Sungai Progo. Kalau tidak ada upaya membuat embung dan bendungan, Kulon Progo dipastikan akan terjadi krisis air. Sehingga perlu dibangun embung atau bendungan, seperti di Sungai Tinalah. Perda Rencana Tata Ruang Wialayah (RTRW) yang terdulu, Kulon Progo menolak pembangunan Waduk Tinalah karena warga yang menolaknya. Setelah dilakukan analisa, solusi masalah krisis air adalah mengangkat air dari Sungai Tinalah di Samigaluh.
Di sisi air bersih dan irigasi, Kulon Progo membutuhkan tambahan sumber air itu. Untuk itu, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang bisa memasukkan pengembangan Tinalah, tapi dalam bentuk bendungan, bukan waduk. Tidak ada jalan lain, selain membuat Bendung Tinalah dalam waktu dekat, supaya tidak terjadi krisis air.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021
Alih fungsi lahan ini menggunakan lahan pertanian dalam kurun waktu lima tahun terakhir lebih dari 400 hektare. Sehingga Pemerintah Kabupaten Kulon Progo harus mencetak sawah baru dengan memanfaatkan lahan non pertanian yang berada di Kecamatan Nanggulan, Pengasih, Samigaluh, Kalibawang dan Girimulyo. Cetak sawah tersebut harus didukung dengan pembangunan embung.
Saat ini, Pemkab Kulon Progo baru mampu membangun lima embung dengan menggunakan Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten, yakni Embung Talun Ombo di Desa Sidomulyo (Kecamatan Pengasih), Embung Bogor di Desa Sedangsari (Kecamatan Pengasih), Embung Batur di Desa Sedangsari (Kecamatan Pengasih). Selanjutnya Embung Krayak di Desa Banjaroya (Kecamatan Kalibawang), dan Embung Dlingseng di Desa Banjaroya (Kecamatan Kalibawang).
Lima embung ini berfungsi untuk mendukung cetak sawah baru di wilayah ini. Hal ini dikarenakan lahan cetak sawah baru tersebut tidak bisa mengakses air dari Saluran Irigasi Kalibawang, sehingga harus dibangunkan embung supaya dapat bertanam sepanjang tahun, kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan Permukiman Kulon Progo Gusdi Hartono.
Lima embung tersebut, sedikitnya 100 hektare sawah baru bisa terairi. Selain untuk mendukung cetak sawah baru, lima embung tersebut juga berfungsi untuk konservasi air, mendukung produksi hortikultura, budi daya perikanan dan pariwisata. Rencananya, Pemkab Kulon Progo akan membangun 15 embung lagi di wilayah utara dalam rangka mendukung cetak sawah baru.
Pemkab Kulon Progo mentargetkan cetak sawah baru lebih dari 350 hektare dalam beberapa tahun ke depan. Sehingga harus didukung pengairan yang memadai, salah satunya pembangunan embung. Saat ini, kapasitas Saluran Irgasi Kalibawang tidak mampu mengaliri sawah baru. Saluran Irgasi Kalibawang justru membutuhkan suplisi air dengan pembuatan embung, sehingga sawah dijaringan tersebut dapat berproduksi secara maksimal.
Namun demikian, rencana pembangunan embung tersebut masih terkendala pengadaan tanah dan anggaran pembangunannya. Hal ini dikarenakan menggunakan APBD kabupaten, sehingga membutuhkan dukungan dari pemerintah pusat untuk percepatan pembangunan embung. Saat ini, pemkab hanya memprioritaskan pembangunan embung yang sudah ada lahannya, ketersediaan anggaran dan kebutuhan.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulon Progo Aris Nugraha mengatakan air merupakan kebutuhan utama dalam melaksanakan budi daya tanaman. Sehingga ketersediaan air yang cukup sangat menentukan keberhasilan peningkatan produksi dan produktivitas tanamanan. Upaya menyiapkan air irigasi untuk pertanian di Kulon Progo, khususnya lahan sawah sudah ditata dengan bagus melalui Peraturan Bupati tentang Pola Tanam dan Tata Tanam.
Sumber air utama untuk irigasi teknis bersumber utama dari Sungai Progo melalui Daerah Irigasi Kalibawang sistem dan Daerah Irigasi Sapon. Beberapa embung yang sudah dibangun antara lain Embung Blubuk dan Embung Bogor untuk sawah irigasi kecil. Selanjutnya pada daerah irigasi kecil dengan mengoptimalkan sungai, mata air dengan pembuayan embung dan parit.
Satu-satunya waduk yang ada di DIY adalah Waduk Sermo yang bisa sebagai suplisi irigasi sawah untuk wilayah Pengasih, Wates, Panjatan dan Temon. Embung Tonogoro, Embung Kleco, Embung Krapyak, Embung Gorolangu untuk irigasi pertanaman buah-buahan. Untuk menambah ketersediann air irigasi ke depan perlu lebih banyak lagi dibuat embung-embung, damparit di hulu. Selain berfungsi sebagai cadangan air, juga sebagai konservasi lahan ada air. Krisis air
Ketua Komisi III DPRD Kulon Progo Nur Eny Rahayu menguatkan Kulon Progo sangat membutuhkan embung atau bendungan untuk mencukupi kebutuhan air di sektor pertanian dan perkebunan. Hal ini dikarenakan wilayah Kulon Progo berpotensi terjadi krisis air.
Krisis air di Kulon Progo ada dua, krisis air bersih dengan air untuk memenuhi kebutuhan air bersih, dan krisis air untuk pengairan pendukung irigasi. Kebutuhan air bersih di Kulon Progo masih kurang. Kebutuhan air bersih 912 liter per detik, belum termasuk kebutuhan air bersih di Kawasan Aerotropolis dan Aerocity di kawasan Bandara Internasional Yogyakarta.
PDAM Tirta Binangun baru mampu menyediakan 300 liter per detik, dengan tingkat kebocoran 23 persen. Sementara Bendung Kamijoro yang akan beroperasi pada 2022 hanya mampu menyuplai 300 liter per detik. Sedangkan di sektor pertanian supaya berjalan normal membutuhkan 12.000 liter per detik, sementara suplai sekarang baru 7.000 liter per detik.
Kebutuhan air tersebut hanya mengandalkan air dari Sungai Progo. Kalau tidak ada upaya membuat embung dan bendungan, Kulon Progo dipastikan akan terjadi krisis air. Sehingga perlu dibangun embung atau bendungan, seperti di Sungai Tinalah. Perda Rencana Tata Ruang Wialayah (RTRW) yang terdulu, Kulon Progo menolak pembangunan Waduk Tinalah karena warga yang menolaknya. Setelah dilakukan analisa, solusi masalah krisis air adalah mengangkat air dari Sungai Tinalah di Samigaluh.
Di sisi air bersih dan irigasi, Kulon Progo membutuhkan tambahan sumber air itu. Untuk itu, Dinas Pertanahan dan Tata Ruang bisa memasukkan pengembangan Tinalah, tapi dalam bentuk bendungan, bukan waduk. Tidak ada jalan lain, selain membuat Bendung Tinalah dalam waktu dekat, supaya tidak terjadi krisis air.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2021