Pangkalpinang (Antara Babel) - Petani lada putih di Balun Ijuk Kabupaten Bangka mengaku kesulitan mendapatkan air bersih untuk meningkatkan kualitas komoditas tersebut, karena ketersediaan air selama musim kemarau relatif sangat terbatas.

"Kami terkadang terpaksa menggunakan air bekas tambang timah yang kurang bersih untuk merendam dan mencuci biji lada," kata salah seorang petani Balun Ijuk, Bujang, di Pangkalpinang, Minggu.

Ia mengatakan menggunakan air yang tidak bersih akan mempengaruhi kualitas lada menjadi berkurang, misalnya lada akan berwarna kecoklat-coklatan, yang pada akhirnya harga jual lada berkurang.

"Biasanya harga lada yang berkualitas sedang hanya Rp150 ribu per kilogram dibanding harga lada berkualitas bagus Rp170 ribu per kilogram," ujarnya.

Menurut dia selama musim kemarau ini sumur-sumur sudah mengering, sehingga petani harus mencari sumber-sumber air bersih lain untuk merendam dan mencuci hasil panen lada.

"Lada yang baru dipanen harus direndam terlebih dahulu selama seminggu, untuk memudahkan membuang kulit pada biji lada tersebut," ujarnya.

Setelah kulit dibuang, selanjutnya biji lada tersebut dibilas dan dibersihkan menggunakan air bersih, agar warna biji lada tersebut putih bersih.

"Selama musim kemarau sangat baik untuk mengeringkan biji, namun proses perendaman dan mencuci lada sangat sulit sekali, karena ketersediaan air bersih yang kurang," ujarnya.

Demikian juga komentar Risman petani lada lainnya, yang mengatakan untuk meningkatkan kualitas lada harus mencari air bersih di sungai yang masih jernih.

"Saya terpaksa merental mobil untuk mengangkut air, karena jarak kebun dengan sungai cukup jauh," ujarnya.

Menurut dia hasil panen lada tahun ini harus lebih baik, sehingga petani mendapatkan harga yang lebih tinggi.

"Lebih baik rugi di tenaga dari pada hasil panen lada yang diperoleh kurang baik," ujarnya.

Pewarta: Aprionis

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015