Jakarta (Antara Babel) - Putri Budi Mulya, Nadya Mulya, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengusut aktor intelektual kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
"Sampai saat ini kami belum menerima putusan penolakan kasasi Bapak (Budi Mulya, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa, red.). Padahal, sudah empat bulan," kata Nadya Mulya di Jakarta, Sabtu.
Nadya Mulya menilai, "Mahkamah Agung memang lelet banget. Masa harus butuh waktu 6 bulan untuk dapat salinan."
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lanjut dia, seharusnya bisa menindaklanjuti kasus bailout Century tanpa harus menunggu salinan MA.
Ia tetap meyakini ayahnya tidak bersalah dalam pengucuran dana tersebut.
Dalang kasus bank Century, kata Nadya, harus diseret ke pengadilan lantaran ayahnya hanya sebagai pejabat Deputi Moneter dan Devisa Bank Indonesia dan tidak tahu-menahu atas kasus tersebut.
"Dengan demikian, takpantas ayah saya dihukum atas kasus itu. Komisi Pemberantasan Korupsi harus mengungkap dan mengusut kasus itu lebih lanjut agar semuanya terbuka. Jangan ayah saya dikorbankan," tutur Nadya.
Fakta-fakta baru yang dimunculkan dalam buku M. Misbakhun, politikus Partai Golkar, yang diluncurkan beberapa hari lalu, kata Nadya, sangat mencengangkan. Bahkan, dalam buku itu, ayahnya hanya sekali ikut rapat dalam pengucuran dana bailout Century.
"Saya sudah baca buku Pak Misbakhun, terutama surat dari Sri Mulyani kepada Presiden SBY saat itu. Saya kaget. Selama ini saya hanya dengar rumor ada salinan surat Sri Mulyani kepada Presiden," ucapnya.
Presenter salah satu TV swasta itu mengatakan bahwa dalam buku Misbakhun, Budi Mulya hanya sekali ikut rapat. Dari situ, lanjut dia, makin terlihat siapa saja yang terlibat dan aktor intelektual di balik kasus bank Century.
"Dari buku Pak Misbakhun, jelas surat Sri Muliyani kepada Presiden (SBY saat itu), 'seperti yang bapak tahu'. Artinya, di situ Presiden sudah tahu. Kenapa ayah saya yang dikorbankan?" tanyanya.
Ia mengapresiasi keberanian Misbakhun untuk meluncurkan kembali buku berjudul "Sejumlah Tanya Menolak Lupa" dengan sejumlah data-data yang belum diketahui publik. Namun, dirinya menolak mengomentari polemik yang timbul pascapeluncuran buku tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
"Sampai saat ini kami belum menerima putusan penolakan kasasi Bapak (Budi Mulya, mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa, red.). Padahal, sudah empat bulan," kata Nadya Mulya di Jakarta, Sabtu.
Nadya Mulya menilai, "Mahkamah Agung memang lelet banget. Masa harus butuh waktu 6 bulan untuk dapat salinan."
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), lanjut dia, seharusnya bisa menindaklanjuti kasus bailout Century tanpa harus menunggu salinan MA.
Ia tetap meyakini ayahnya tidak bersalah dalam pengucuran dana tersebut.
Dalang kasus bank Century, kata Nadya, harus diseret ke pengadilan lantaran ayahnya hanya sebagai pejabat Deputi Moneter dan Devisa Bank Indonesia dan tidak tahu-menahu atas kasus tersebut.
"Dengan demikian, takpantas ayah saya dihukum atas kasus itu. Komisi Pemberantasan Korupsi harus mengungkap dan mengusut kasus itu lebih lanjut agar semuanya terbuka. Jangan ayah saya dikorbankan," tutur Nadya.
Fakta-fakta baru yang dimunculkan dalam buku M. Misbakhun, politikus Partai Golkar, yang diluncurkan beberapa hari lalu, kata Nadya, sangat mencengangkan. Bahkan, dalam buku itu, ayahnya hanya sekali ikut rapat dalam pengucuran dana bailout Century.
"Saya sudah baca buku Pak Misbakhun, terutama surat dari Sri Mulyani kepada Presiden SBY saat itu. Saya kaget. Selama ini saya hanya dengar rumor ada salinan surat Sri Mulyani kepada Presiden," ucapnya.
Presenter salah satu TV swasta itu mengatakan bahwa dalam buku Misbakhun, Budi Mulya hanya sekali ikut rapat. Dari situ, lanjut dia, makin terlihat siapa saja yang terlibat dan aktor intelektual di balik kasus bank Century.
"Dari buku Pak Misbakhun, jelas surat Sri Muliyani kepada Presiden (SBY saat itu), 'seperti yang bapak tahu'. Artinya, di situ Presiden sudah tahu. Kenapa ayah saya yang dikorbankan?" tanyanya.
Ia mengapresiasi keberanian Misbakhun untuk meluncurkan kembali buku berjudul "Sejumlah Tanya Menolak Lupa" dengan sejumlah data-data yang belum diketahui publik. Namun, dirinya menolak mengomentari polemik yang timbul pascapeluncuran buku tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015