Hong Kong (Antara Babel) - Indonesia menyampaikan pendapat ahli hukum dalam proses pengembalian aset Bank Century yang saat ini sedang menjalani persidangan di pengadilan Hong Kong.
Buronan pembobolan Bank Century yakni Rafat Ali Rivi dan Hesham Al Warraq mengajukan gugatan ke forum arbitrase, termasuk Organisasi Konferensi Islam (OKI) atas pembekuan dan perampasan aset mereka di Hong Kong.
"Kami menyampaikan pendapat ahli baik dari dalam maupun luar negeri untuk mendukung proses persidangan yang sudah berjalan, dan kini memasuki tahap banding," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly kepada Antara di Hong Kong, Jumat.
Pandangan dan pendapat para ahli itu disampaikan Menkum HAM saat mengadakan pertemuan dengan Secretary of Justice, Kementerian Hukum Pemerintah Wilayah Administrasi Khusus Hong Kong, Rimsky Yuen.
Para ahli yang dimintai pendapat tersebut adalah M Yahya Harahap, Soenardi Pardi, Profesor Sean D Murphy (Universitas George Washington), Profesor Malcolm N.Shaw QC (Universitas Cambridge) dan Samuel Wordsworth (Inggris).
"Dua tersangka mengajukan gugatan ke forum arbitrase OKI (Organisasi Konferensi Islam) karena merasa tidak mendapat keadilan dalam proses pengadilan, karena sidang dilakukan dengan 'in-absentia' (tanpa kehadiran terdakwa), yang menurut mereka melanggar HAM berdasar pasal 14 Konvensi Internasional Hak Sipil Politik (ICCPR)," ungkap Yasonna.
Padahal, berdasar hukum acara di Indonesia pengadilan tanpa kehadiaran terdakwa tersebut sah sepanjang yang bersangkutan sudah dilakukan pemanggilan secara patut.
"Tapi mereka tidak datang, dan saat pengadilan berlangsung pengacara keduanya juga hadir mendengarkan dan mencatat apa yang berlangsung selama pengadilan berlangsung. Jadi, ini sah. Dengan adanya pengajuan ke arbitrase OKI itu, maka kami hadirkan pendapat ahli mengenai hal itu," tutur Yasonna.
Para ahli hukum tersebut, menurut Yasonna, mengatakan, pengadilan tanpa kehadaoran terdakwa terhadap Hesham Al-Warraq tidak bertentangan dengan pasal 14 ICCPR, tentang hak untuk mendapat perlakuan yang sama di muka hukum dan pengadilan.
Yasonna menegaskan, pihaknya akan benar-benar berjuang keras menuntaskan pengembalian aset Century.
"Kami komitmen untuk ini, jangan sampai ini menjadi preseden buruk, setiap orang bisa korupsi, melarikan uangnya ke luar negeri dan menggunakan beragam cara termasuk lembaga hukum internasional untuk melepaskan tanggung jawab dari hukuman pidana dan pengembalian asetnya," katanya.
Berdasarkan putusan pengadilan Hong Kong 2014, Pemerintah RI berhasil memperoleh putusan untuk menyita aset Bank Century sekitar USD4.076.121 (setara Rp48 milyar) di Hong Kong.
Nilai itu bersifat fluktuatif mengingat sebagian besar aset adalah aset derivatif berupa saham.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
Buronan pembobolan Bank Century yakni Rafat Ali Rivi dan Hesham Al Warraq mengajukan gugatan ke forum arbitrase, termasuk Organisasi Konferensi Islam (OKI) atas pembekuan dan perampasan aset mereka di Hong Kong.
"Kami menyampaikan pendapat ahli baik dari dalam maupun luar negeri untuk mendukung proses persidangan yang sudah berjalan, dan kini memasuki tahap banding," kata Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly kepada Antara di Hong Kong, Jumat.
Pandangan dan pendapat para ahli itu disampaikan Menkum HAM saat mengadakan pertemuan dengan Secretary of Justice, Kementerian Hukum Pemerintah Wilayah Administrasi Khusus Hong Kong, Rimsky Yuen.
Para ahli yang dimintai pendapat tersebut adalah M Yahya Harahap, Soenardi Pardi, Profesor Sean D Murphy (Universitas George Washington), Profesor Malcolm N.Shaw QC (Universitas Cambridge) dan Samuel Wordsworth (Inggris).
"Dua tersangka mengajukan gugatan ke forum arbitrase OKI (Organisasi Konferensi Islam) karena merasa tidak mendapat keadilan dalam proses pengadilan, karena sidang dilakukan dengan 'in-absentia' (tanpa kehadiran terdakwa), yang menurut mereka melanggar HAM berdasar pasal 14 Konvensi Internasional Hak Sipil Politik (ICCPR)," ungkap Yasonna.
Padahal, berdasar hukum acara di Indonesia pengadilan tanpa kehadiaran terdakwa tersebut sah sepanjang yang bersangkutan sudah dilakukan pemanggilan secara patut.
"Tapi mereka tidak datang, dan saat pengadilan berlangsung pengacara keduanya juga hadir mendengarkan dan mencatat apa yang berlangsung selama pengadilan berlangsung. Jadi, ini sah. Dengan adanya pengajuan ke arbitrase OKI itu, maka kami hadirkan pendapat ahli mengenai hal itu," tutur Yasonna.
Para ahli hukum tersebut, menurut Yasonna, mengatakan, pengadilan tanpa kehadaoran terdakwa terhadap Hesham Al-Warraq tidak bertentangan dengan pasal 14 ICCPR, tentang hak untuk mendapat perlakuan yang sama di muka hukum dan pengadilan.
Yasonna menegaskan, pihaknya akan benar-benar berjuang keras menuntaskan pengembalian aset Century.
"Kami komitmen untuk ini, jangan sampai ini menjadi preseden buruk, setiap orang bisa korupsi, melarikan uangnya ke luar negeri dan menggunakan beragam cara termasuk lembaga hukum internasional untuk melepaskan tanggung jawab dari hukuman pidana dan pengembalian asetnya," katanya.
Berdasarkan putusan pengadilan Hong Kong 2014, Pemerintah RI berhasil memperoleh putusan untuk menyita aset Bank Century sekitar USD4.076.121 (setara Rp48 milyar) di Hong Kong.
Nilai itu bersifat fluktuatif mengingat sebagian besar aset adalah aset derivatif berupa saham.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015