Jakarta (Antara Babel) - Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly membantah pernyataan Komisi Pemberatasan Korupsi yang merasa tidak dilibatkan dalam membahas rencana mengganti konsep pemberian remisi untuk narapidana.
"Itulah yang tidak benar, jadi kan ada timnya (KPK) yang dikirim di sana," kata kata Yassona kepada wartawan di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis.
Yassona menegaskan dalam membahas wacana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan ini harus melibatkan semua pihak.
"Bukan diam, kita buat seolah-olah kita akan menelikung. Tidak, dari dulu sudah kita buka wacana itu, FGD (focus group discution) di seluruh provinsi ada dan kita undang pakar-pakar," kata Menkumham.
Laoly mengatakan bahwa dalam membahas revisi PP 99/2012 ada pihak yang mewakili KPK, polisi, jaksa, Kementerian Sekretaris Negara dan semua pihak secara prinsip menyetujui draft.
"Secara prinsip setuju draft itu. akan kita lanjutkan, akan kita bahas lagi teknis berikutnya," kata Laoly.
Menkumham mengatakan aturan syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan ini ada keinginan tidak melanggar UU di atasnya (UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan).
"Kita koreaksi, jangan membuat sesuatu tidak benar karena hanya emosional. Tapi tetap prinsip (untuk) koruptor, teroris, bandar narkoba tetap mempunyai perbedaan dalam hal remisi dan pembebasan bersyarat," kata Laoly.
Menkumham mengatakan prinsip tersebut tetap dipegang, namun yang beredar di publik permasalahannya sudah heboh duluan sehingga banyak orang yang mengkritik.
Laoly mengatakan revisi aturan ini untuk menghilangkan diskriminasi dalam menentukan syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan.
Untuk menghilangkan diskrimanasi ini, kata Laoly, ada wacana pembentukan Tim Pengawas Pemasyarakatan (TPP), dimana ada unsur polisi, jaksa, KPK, Kemenkumham dalam menetapkan remisi dan pembebasan bersyarat untuk narapidana.
"Jadi melalui TPP supaya jangan ada diskriminasi. Sekarang ini ada Napi koruptor dari kejaksaan beda 'treatment'-nya dari Napi koruptor dari KPK," katanya.
Laoly mengatakan setiap narapidana memiliki hak mendapatkan remisi, namun untuk pidana luar biasa (extraordinary crime) harus dibedakan aturannya dengan narapidana biasa.