Pekanbaru (ANTARA
News) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Riau
memasang alat pelacak posisi berteknologi satelit (global positioning system) ke gajah sumatera liar guna menurunkan konflik gajah dan manusia.
"Dengan pemasangan alat ini, kami bisa memantau rute pergerakan gajah dan makin cepat mengantisipasi apabila mulai berpotensi terjadi konflik dengan manusia," kata Kepala Seksi Wilayah III BBKSDA Riau, Hutomo, kepada ANTARA News di Pekanbaru, Minggu.
Ia menjelaskan, penerapan teknologi canggih itu mulai dilakukan sejak Desember tahun lalu. Bersama Dana Suaka Margasatwa (WWF) Program Riau, BBKSDA Riau memasang alat tersebut ke dua induk gajah liar.
"Kenapa baru dua? Karena harga alatnya cukup mahal. Satu unit Rp70 juta," katanya.
Satu gajah betina yang kini mengenakan kalung GPS berlokasi di kawasan konservasi Balai Raja, Duri, Kabupaten Bengkalis, sedangkan satu lainnya berada di Taman Nasional Tesso Nilo.
Dengan populasi gajah Sumatera (elephas maximus Sumatranus) yang diperkirakan mencapai 300 ekor di Riau, maka penggunaan kalung GPS menjadi salah upaya lain dalam menjaga kelestarian satwa berbelalai itu.
Selama ini sering terjadi konflik gajah dengan manusia, dan perburuan menjadi ancaman serius untuk gajah Sumatera.
Berdasarkan data WWF, ada 14 gajah liar ditemukan mati selama 2012. Ironisnya, sebagian besar kematian gajah terjadi di kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo.
Konflik dengan manusia selama ini belum ada solusi terbaik, karena alih fungsi hutan sebagai habitat gajah yang berganti menjadi kebun kelapa sawit.
"Ini baru merupakan langkah kecil, karena selama hutan terus dibabat maka konflik dengan gajah akan terus meningkat," katanya.
Menurut dia, program ini akan dipantau selama setahun dan kalau berhasil akan diterapkan keseluruh sembilan kantong gajah di Riau.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2013
"Dengan pemasangan alat ini, kami bisa memantau rute pergerakan gajah dan makin cepat mengantisipasi apabila mulai berpotensi terjadi konflik dengan manusia," kata Kepala Seksi Wilayah III BBKSDA Riau, Hutomo, kepada ANTARA News di Pekanbaru, Minggu.
Ia menjelaskan, penerapan teknologi canggih itu mulai dilakukan sejak Desember tahun lalu. Bersama Dana Suaka Margasatwa (WWF) Program Riau, BBKSDA Riau memasang alat tersebut ke dua induk gajah liar.
"Kenapa baru dua? Karena harga alatnya cukup mahal. Satu unit Rp70 juta," katanya.
Satu gajah betina yang kini mengenakan kalung GPS berlokasi di kawasan konservasi Balai Raja, Duri, Kabupaten Bengkalis, sedangkan satu lainnya berada di Taman Nasional Tesso Nilo.
Dengan populasi gajah Sumatera (elephas maximus Sumatranus) yang diperkirakan mencapai 300 ekor di Riau, maka penggunaan kalung GPS menjadi salah upaya lain dalam menjaga kelestarian satwa berbelalai itu.
Selama ini sering terjadi konflik gajah dengan manusia, dan perburuan menjadi ancaman serius untuk gajah Sumatera.
Berdasarkan data WWF, ada 14 gajah liar ditemukan mati selama 2012. Ironisnya, sebagian besar kematian gajah terjadi di kawasan konservasi Taman Nasional Tesso Nilo.
Konflik dengan manusia selama ini belum ada solusi terbaik, karena alih fungsi hutan sebagai habitat gajah yang berganti menjadi kebun kelapa sawit.
"Ini baru merupakan langkah kecil, karena selama hutan terus dibabat maka konflik dengan gajah akan terus meningkat," katanya.
Menurut dia, program ini akan dipantau selama setahun dan kalau berhasil akan diterapkan keseluruh sembilan kantong gajah di Riau.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2013