Psikolog klinis dewasa Nirmala Ika Kusumaningrum, M.Psi., mengatakan memiliki hanya satu atau tidak sama sekali (childfree) bukanlah sebuah tren baru di kalangan generasi milenial, namun itu merupakan sebuah pilihan.
"Ini sebuah pilihan. Misalnya, saya ngelihat kakak saya anaknya banyak, terus ngelihat teman saya anaknya satu dan happy. Akhirnya memutuskan untuk punya anak satu aja. Itu bukan ketularan tapi proses dari kita berpikir," ujar lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) itu saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.
Nirmala mengatakan suami dan istri harus memiliki kesepakatan saat memutuskan untuk memiliki anak. Komentar dari orang-orang yang berada di lingkungan sekitar baiknya tidak mempengaruhi sebuah keputusan.
Dalam memutuskan jumlah anak, suami dan istri wajib mempertimbangkan sisi finansial, emosional hingga pola asuh ke depan. Sebab, hal ini akan mempengaruhi tumbuh kembang anak hingga dewasa.
Sementara itu, keputusan untuk tidak memiliki anak juga perlu dibicarakan secara terbuka antara suami dan istri, bukan karena mengikuti pilihan orang lain.
"Yang hati-hati adalah bahwa kita ikut-ikutan karena tren, orang punya anak banyak kita juga, orang anaknya satu kita juga, padahal sebenarnya kita enggak sepakat suami-istri, kata Nirmala.
"Harus jelas kenapa kita memilih childfree, kalau karena tren ya salah. Makanya aku bilang ini adalah sebuah pilihan. Kita memilih childfree dengan berbagai pertimbangan yang disepakati kedua belah pihak," lanjutnya.
Menurut Nirmala, saat ini pasangan generasi milenial diuntungkan dengan banyaknya akses untuk menggali informasi tentang masalah keluarga, anak dan kesehatan mental.
Informasi-informasi tersebut dapat membantu pasangan untuk menentukan mana yang terbaik dan cocok untuk dijalani oleh keluarga kecilnya.
Dulu enggak ada pilihan, habis nikah harus punya anak. Sekarang kita punya opsi untuk membatasi jumlah anak, menunda kehamilan dan enggak punya anak sama sekali, yang penting alasan itu disepakati kedua belah pihak, kata Nirmala.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022
"Ini sebuah pilihan. Misalnya, saya ngelihat kakak saya anaknya banyak, terus ngelihat teman saya anaknya satu dan happy. Akhirnya memutuskan untuk punya anak satu aja. Itu bukan ketularan tapi proses dari kita berpikir," ujar lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) itu saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.
Nirmala mengatakan suami dan istri harus memiliki kesepakatan saat memutuskan untuk memiliki anak. Komentar dari orang-orang yang berada di lingkungan sekitar baiknya tidak mempengaruhi sebuah keputusan.
Dalam memutuskan jumlah anak, suami dan istri wajib mempertimbangkan sisi finansial, emosional hingga pola asuh ke depan. Sebab, hal ini akan mempengaruhi tumbuh kembang anak hingga dewasa.
Sementara itu, keputusan untuk tidak memiliki anak juga perlu dibicarakan secara terbuka antara suami dan istri, bukan karena mengikuti pilihan orang lain.
"Yang hati-hati adalah bahwa kita ikut-ikutan karena tren, orang punya anak banyak kita juga, orang anaknya satu kita juga, padahal sebenarnya kita enggak sepakat suami-istri, kata Nirmala.
"Harus jelas kenapa kita memilih childfree, kalau karena tren ya salah. Makanya aku bilang ini adalah sebuah pilihan. Kita memilih childfree dengan berbagai pertimbangan yang disepakati kedua belah pihak," lanjutnya.
Menurut Nirmala, saat ini pasangan generasi milenial diuntungkan dengan banyaknya akses untuk menggali informasi tentang masalah keluarga, anak dan kesehatan mental.
Informasi-informasi tersebut dapat membantu pasangan untuk menentukan mana yang terbaik dan cocok untuk dijalani oleh keluarga kecilnya.
Dulu enggak ada pilihan, habis nikah harus punya anak. Sekarang kita punya opsi untuk membatasi jumlah anak, menunda kehamilan dan enggak punya anak sama sekali, yang penting alasan itu disepakati kedua belah pihak, kata Nirmala.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022