Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri menetapkan dua dari tujuh tersangka penipuan investasi robot trading Net89 PT. Simbiotik Multitalenta Indonesia (SMI) sebagai buronan.
 
Kasubdit II Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol. Chandra Kumara saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Senin, mengatakan kedua buronan tersebut, yakni inisial AA dan LS.
 
"Untuk dua tersangka yang masih buron atas nama AA dan LS," ucap Chandra.
 
Dalam perkara ini, penyidik menetapkan delapan orang tersangka, yakni AA, LSH, SMI, ESI, RS, AL, HS, FI dan DA.
 
Kedelapan tersangka merujuk pada, Andreas Andreyanto (AA) selaku pendiri atau pemilik Net89 atau PT. SMI, Lau Sammy (LSH), selaku Direktu SMI, Erwin Saiful Ibrahim (ESI), selaku member dan exchanger.
 
Kemudian lima tersangka merupakan sub-exchange, yakni Reza Shahrani (RS) atau Reza Paten, Alwi Aliwarga (AL), Hanny Sutedja (HS), Ferdi Iwan (FI) dan David atau Dave Jasode (DA).
 
Dari delapan tersangka tersisa tujuh orang tersangka, karena salah satu tersangka Hanny Sutedja meninggal dunia karena kecelakaan pada 30 Oktober lalu.
 
Hingga kini, penyidik belum menahan ketujuh tersangka, dengan alasan sedang memaksimalkan penyitaan aset para tersangka.
 
"Betul (belum ditahan), kami masih memaksimalkan asset tracing para tersangka, dan tersangka sudah kami cekal semua," katanya.

 
Penyidik juga tidak mewajibkan para tersangka untuk wajib lapor, karena para tersangka masih memenuhi panggilan penyidik ketika diperlukan.
 
Chandra memastikan, meski belum menahan, para tersangka masih berada di Indonesia, namun hanya dua tersangka yang melarikan diri ke luar negeri.
 
"Tidak kami kenakan wajib lapor, tapi untuk para tersangka masih memenuhi pemanggilan kami saat dibutuhkan untuk pemeriksaan," ujar Chandra.
 
Meski demikian, kata Chandra, pihaknya telah melakukan proses penetapan daftar pencarian orang (DPO) terhadap kedua tersangka.
 
Dihubungi terpisah, kuasa hukum korban Net89 Zainul Arifin mengatakan pihaknya mendapat informasi kedua tersangka sudah melarikan diri ke luar negeri.
 
Menurut dia, pencekalan yang dilakukan penyidik dinilai terlambat, terlebih para tersangka tidak dilakukan penahanan.
 
"Per tanggal 15 November kami sudah minta kepada Mabes Polri untuk dilakukan penahanan dan pencekalan. Dengan maksud agar ada kepastian hukum," kata Zainul.
 
Namun, lanjut Zainul, penyidik menyampaikan masih melakukan pendalaman perkara dan mengumpulkan alat bukti.

 
Seharusnya, kata dja, dilakukan penahanan terhadap para tersangka agar ada kepastian hukum dan keadilan.
 
"Bagaimana mau melakukan penyitaan jika para terlapor tidak ditahan, maka dikhawatirkan para tersangka ini akan melarikan diri ke luar negeri dan menghilangkan alat bukti," tutur Zainul.
 
Dalam kasus ini terdapat 230 korban yang dilaporkan oleh kuasa hukum korban. Korban berdomisili dari berbagai daerah mengalami kerugian bervariasi mulai dari Rp1 juta sampai dengan Rp1,8 miliar. Dengan total kerugian seluruhnya Rp28 miliar.
 
Para oknum diduga menggunakan skema ponzi, kemudian modus MLM, robot trading ilegal, sehingga merugikan masyarakat banyak sebagai korban.
 
Kasus penipuan investasi ini juga menyeret nama sejumlah publik figur, seperti Atta Halilintar, Taqi Malik, Kevin Aprilio, dan Mario Teguh.
 
Penyidik juga telah menyita aset sejumlah tersangka di antaranya, satu unit mobil senilai Rp1,5 miliar dari tersangka AL. Kemudian dua unit mobil disita tersangka Reza Shahrani alias Reza Paten masing-masing senilai Rp2,7 miliar dan Rp690 juta.
 
Selain itu, penyidik juga menyita aset dari tersangka RS (Reza Paten) satu buah ikat kepala senilai Rp2,2 miliar dan satu unit sepeda senilai Rp777 juta.

Pewarta: Laily Rahmawaty

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2022