Jakarta (Antara Babel) - Langkah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang maju sebagai calon gubernur melalui jalur perseorangan atau independen pada pilkada 2017 menarik perhatian kalangan anggota DPR RI.
Apalagi, sebelumnya beberapa partai politik berminat mengusung Ahok sebagai calon kepala daerah petahana karena dinilai populer dan memiliki elektabilitas tinggi.
Namun, Ahok yang digandeng tim relawan Teman Ahok malah memilih jalan maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta petahana dari jalur perseorangan.
Teman Ahok optimistis mampu mengumpulkan satu juta KTP warga DKI Jakarta sebagai bentuk dukungan terhadap Ahok hingga Mei 2016 sekaligus deklarasi pasangan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Heru Budi Hartono (PNS Pemprov DKI Jakarta).
Langkah Ahok ini menarik perhatian DPR RI terutama dari Komisi II yang membidangi politik dalam negeri termasuk pilkada.
DPR RI yang sebelumnya telah merencanakan merevisi UU No 8 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau UU Pilkada, dengan mengubah beberapa klausul, kemudian juga mewacanakan merevisi syarat dukungan calon kepala daerah.
Revisi UU Pilkada telah didaftarkan sebagai salah satu dari 40 RUU dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2016.
Beberapa fraksi di DPR RI berpandangan, syarat dukungan calon kepala daerah/wakil kepala daerah masih belum adil, yakni calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang diusung partai politik atau gabungan partai politik jauh lebih berat dari pada maju melalui jalur perseorangan.
Berdasarkan amanah UU Pilkada, syarat menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah melalui jalur partai politik atau gabungan partai politik adalah 25 persen suara pada pemilu legislatif sebelumnya atau 20 persen jumlah kursi di DPRD.
Sedangkan, untuk maju sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah dari jalur perseorangan membutuhkan dukungan hanya 6,5 persen hingga 10 persen dari jumlah pemilih yang dibuktikan dengan pernyataan dukungan dan foto kopi kartu tanda penduduk (KTP).
Belum Berkeadilan
Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarulzaman menilai wacana perubahan syarat dukungan calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang diusung partai politik atau gabungan partai politik maupun melalui jalur perseorangan karena dianggap belum memiliki keadilan.
Menurut Rambe, ada pandangan syarat calon kepala daerah yang diusung partai politik sangat berat, sedangkan syarat calon kepala daerah dari jalur perseorangan adalah ringan.
"Wacana yang mengemuka saat ini ada dua opsi, yakni menaikkan syarat dukungan calon perseorangan atau menurunkan syarat dukungan calon dari partai politik," kata Rambe Kamarulzaman, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (16/3)
Syarat untuk maju sebagai calon kepala daerah/wakil kepala yang diusung partai politik atau gabungan partai politik adalah 25 persen perolehan suara pada pemilu legislatif sebelumnya atau 20 persen kursi di DPRD.
Sementara itu, syarat untuk maju sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah dari jalur perseorangan atau independen adalah 6,5 persen hingga 10 persen dari jumlah pemilih pada pemilu sebelumnya.
"Syarat 6,5-10 persen untuk calon perseorangan dinilai lebih ringan, sehingga memunculkan pemikiran dari beberapa fraksi di DPR RI untuk menaikkannya menjadi 10-15 persen," kata Rambe.
Alternatif lainnya yang mungkin dilakukan, kata dia, adalah menurunkan syarat calon kepala daerah yang diusung parpol, yakni dari 20 persen menjadi 15-20 persen kursi di DPRD.
Wakil Ketua DPR RI Lukman Edy menilai syarat dukungan calon kepala daerah dari jalur perseorangan jauh lebih ringan daripada calon kepala daerah yang diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Menurut dia, wacana yang berkembang d DPR RI saat ini adalah dengan menaikkan syarat dukungan terhadap calon kepala daerah perseorangan sehingga lebih memiliki keadilan.
Syarat dukungan terhadap calon perseorangan yang semula minimal 10 persen dari jumlah pemilih, menurun menjadi 6,5-10 persen setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan gugatan uji materi UU Pilkada terhadap konstitusi.
Sementara itu, menurut Lukman Edy, syarat untuk calon kepala daerah dalam UU Pilkada saat ini adalah 20 persen, justru naik lima persen dibandingkan dengan UU Pilkada sebelumnya yakni 15 persen.
Karena itu, kata dia, syarat untuk calon kepala daerah dari jalur perseorangan akan dinaikkan atau diperberat sehingga lebuh memiliki keadilan.
"Ada dua opsi usulan perubahan terhadap syarat calon kepala daerah. Pertama, dukungan 10-15 persen dari jumlah pemilih untuk calon perseorang, kemudian kedua, dukungan 15-20 persen jumlah kursi DPRD untuk calon yang diusung parpol," katanya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini meyakini masih cukup waktu untuk merevisi UU Pilkada, meskipun KPU sudah memulai tahapan pilkada serentak tahun 2017 pada Juni mendatang.
Masih Wacana
Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menegaskan usulan untuk menaikkan syarat calon kepala daerah independen maupun menurunkan syarat calon kepala daerah dari parpol masih wacana.
"DPR RI sampai saat ini belum melakukan revisi UU Pilkada, baru menjadwalkan akan merevisi. Dua opsi usulan itu muncul bersamaan," katanya.
Menurut Riza Patria, Fraksi Partai Gerindra lebih sepakat syarat calon perseorangan tetap dipertahankan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi, yakni 6,5-10 persen dari jumlah daftar pemilih, tapi menurunkan syarat dukungan calon dari partai politik.
Pertimbanganya, jika syarat calon kepala daerah sangat tinggi maka sulit untuk menjaringan pasangan calon kepala daerah yang memenuhi syarat.
Riza Patria mencontohkan pada pilkada serentak tahun 2015, ada empat daerah yang sampai batas waktu yang ditetapkan hanya ada satu pasangan calon ayau calon tunggal.
Menurut dia, Fraksi Partai Gerindra lebih memilih syarat dukungan calon kepala daerah agar dikurangi untuk memastikan tidak ada lagi calon tunggal pada pilkada serentak tahun 2017.
Fraksi Partai Gerindra juga akan mendorong agar ada aturan yang mencegah kepala daerah bermanuver mendapatkan dukungan seluruh parpol kepada dirinya sendiri, sehingga menutup peluang bagi figur lain dapat memenuhi syarat.
"Misalnya, diatur bahwa satu calon maksimal boleh mendapatkan dukungan 70 persen, sehingga 30 persen dukungan parpol lainnya harus harus ke figur yang lain. Ini solusi agar parpol tidak mendominasi satu pasang calon sekaligus mencegah calon tunggal," jelasnya.
Riza juga mengingatkan ada aturan pemberian sanksi kepada partai politik yang tidak memberi dukungan kepada calon kepala daerah.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Arif Wibowo menilai syarat dukungan calon kepala daerah dari jalur perseorangan yang diputuskan Mahkamah Konstitusi masih ringan dan belum merepresentasikan penduduk suatu daerah.
Menurut Arif, mayoritas fraksi di Komisi II DPR RI lebih setuju dengan opsi meningkatkan syarat dukungan calon perseorangan, karena di dalamnya juga mengandung semangat penguatan kelembagaan partai politik.
"Dari komunikasi yang kami bangun, sejauh ini mayoritas fraksi sepakat untuk menaikkan syarat pencalonan. Ini demi penguatan kelembagaan parpol," katanya.
Arif menegaskan wacana perubahan syarat dukungan calon kepala daerah ini sama sekali bukan ingin menghambat apalagi menjegal calon kepala daerah perseorangan pada pilkada DKI Jakarta.
Menurut dia, wacana perubahan syarat dukungan calon kepala daerah ini untuk mencari angka proporsional dalam pelaksanaan pilkada.
"Dalam merevisi UU, DPR RI tidak melihat hanya dari provinsi saja, tapi seluruuh provinsi di Indonesia," katanya.
Wacana perubahan syarat dukungan terhadap calon kepala daerah meskipun sudah santer disuarakan oleh anggota DPR RI tapi realitasnya UU Pilkada belum mulai dibahas. Padahal batas waktu sampai pendaftaran bakal calon kepala daerah di KPU, tidak sampai tiga bulan lagi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
Apalagi, sebelumnya beberapa partai politik berminat mengusung Ahok sebagai calon kepala daerah petahana karena dinilai populer dan memiliki elektabilitas tinggi.
Namun, Ahok yang digandeng tim relawan Teman Ahok malah memilih jalan maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta petahana dari jalur perseorangan.
Teman Ahok optimistis mampu mengumpulkan satu juta KTP warga DKI Jakarta sebagai bentuk dukungan terhadap Ahok hingga Mei 2016 sekaligus deklarasi pasangan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Heru Budi Hartono (PNS Pemprov DKI Jakarta).
Langkah Ahok ini menarik perhatian DPR RI terutama dari Komisi II yang membidangi politik dalam negeri termasuk pilkada.
DPR RI yang sebelumnya telah merencanakan merevisi UU No 8 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau UU Pilkada, dengan mengubah beberapa klausul, kemudian juga mewacanakan merevisi syarat dukungan calon kepala daerah.
Revisi UU Pilkada telah didaftarkan sebagai salah satu dari 40 RUU dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas tahun 2016.
Beberapa fraksi di DPR RI berpandangan, syarat dukungan calon kepala daerah/wakil kepala daerah masih belum adil, yakni calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang diusung partai politik atau gabungan partai politik jauh lebih berat dari pada maju melalui jalur perseorangan.
Berdasarkan amanah UU Pilkada, syarat menjadi calon kepala daerah/wakil kepala daerah melalui jalur partai politik atau gabungan partai politik adalah 25 persen suara pada pemilu legislatif sebelumnya atau 20 persen jumlah kursi di DPRD.
Sedangkan, untuk maju sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah dari jalur perseorangan membutuhkan dukungan hanya 6,5 persen hingga 10 persen dari jumlah pemilih yang dibuktikan dengan pernyataan dukungan dan foto kopi kartu tanda penduduk (KTP).
Belum Berkeadilan
Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarulzaman menilai wacana perubahan syarat dukungan calon kepala daerah/wakil kepala daerah yang diusung partai politik atau gabungan partai politik maupun melalui jalur perseorangan karena dianggap belum memiliki keadilan.
Menurut Rambe, ada pandangan syarat calon kepala daerah yang diusung partai politik sangat berat, sedangkan syarat calon kepala daerah dari jalur perseorangan adalah ringan.
"Wacana yang mengemuka saat ini ada dua opsi, yakni menaikkan syarat dukungan calon perseorangan atau menurunkan syarat dukungan calon dari partai politik," kata Rambe Kamarulzaman, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Rabu (16/3)
Syarat untuk maju sebagai calon kepala daerah/wakil kepala yang diusung partai politik atau gabungan partai politik adalah 25 persen perolehan suara pada pemilu legislatif sebelumnya atau 20 persen kursi di DPRD.
Sementara itu, syarat untuk maju sebagai calon kepala daerah/wakil kepala daerah dari jalur perseorangan atau independen adalah 6,5 persen hingga 10 persen dari jumlah pemilih pada pemilu sebelumnya.
"Syarat 6,5-10 persen untuk calon perseorangan dinilai lebih ringan, sehingga memunculkan pemikiran dari beberapa fraksi di DPR RI untuk menaikkannya menjadi 10-15 persen," kata Rambe.
Alternatif lainnya yang mungkin dilakukan, kata dia, adalah menurunkan syarat calon kepala daerah yang diusung parpol, yakni dari 20 persen menjadi 15-20 persen kursi di DPRD.
Wakil Ketua DPR RI Lukman Edy menilai syarat dukungan calon kepala daerah dari jalur perseorangan jauh lebih ringan daripada calon kepala daerah yang diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik.
Menurut dia, wacana yang berkembang d DPR RI saat ini adalah dengan menaikkan syarat dukungan terhadap calon kepala daerah perseorangan sehingga lebih memiliki keadilan.
Syarat dukungan terhadap calon perseorangan yang semula minimal 10 persen dari jumlah pemilih, menurun menjadi 6,5-10 persen setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan gugatan uji materi UU Pilkada terhadap konstitusi.
Sementara itu, menurut Lukman Edy, syarat untuk calon kepala daerah dalam UU Pilkada saat ini adalah 20 persen, justru naik lima persen dibandingkan dengan UU Pilkada sebelumnya yakni 15 persen.
Karena itu, kata dia, syarat untuk calon kepala daerah dari jalur perseorangan akan dinaikkan atau diperberat sehingga lebuh memiliki keadilan.
"Ada dua opsi usulan perubahan terhadap syarat calon kepala daerah. Pertama, dukungan 10-15 persen dari jumlah pemilih untuk calon perseorang, kemudian kedua, dukungan 15-20 persen jumlah kursi DPRD untuk calon yang diusung parpol," katanya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini meyakini masih cukup waktu untuk merevisi UU Pilkada, meskipun KPU sudah memulai tahapan pilkada serentak tahun 2017 pada Juni mendatang.
Masih Wacana
Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria menegaskan usulan untuk menaikkan syarat calon kepala daerah independen maupun menurunkan syarat calon kepala daerah dari parpol masih wacana.
"DPR RI sampai saat ini belum melakukan revisi UU Pilkada, baru menjadwalkan akan merevisi. Dua opsi usulan itu muncul bersamaan," katanya.
Menurut Riza Patria, Fraksi Partai Gerindra lebih sepakat syarat calon perseorangan tetap dipertahankan sesuai putusan Mahkamah Konstitusi, yakni 6,5-10 persen dari jumlah daftar pemilih, tapi menurunkan syarat dukungan calon dari partai politik.
Pertimbanganya, jika syarat calon kepala daerah sangat tinggi maka sulit untuk menjaringan pasangan calon kepala daerah yang memenuhi syarat.
Riza Patria mencontohkan pada pilkada serentak tahun 2015, ada empat daerah yang sampai batas waktu yang ditetapkan hanya ada satu pasangan calon ayau calon tunggal.
Menurut dia, Fraksi Partai Gerindra lebih memilih syarat dukungan calon kepala daerah agar dikurangi untuk memastikan tidak ada lagi calon tunggal pada pilkada serentak tahun 2017.
Fraksi Partai Gerindra juga akan mendorong agar ada aturan yang mencegah kepala daerah bermanuver mendapatkan dukungan seluruh parpol kepada dirinya sendiri, sehingga menutup peluang bagi figur lain dapat memenuhi syarat.
"Misalnya, diatur bahwa satu calon maksimal boleh mendapatkan dukungan 70 persen, sehingga 30 persen dukungan parpol lainnya harus harus ke figur yang lain. Ini solusi agar parpol tidak mendominasi satu pasang calon sekaligus mencegah calon tunggal," jelasnya.
Riza juga mengingatkan ada aturan pemberian sanksi kepada partai politik yang tidak memberi dukungan kepada calon kepala daerah.
Sementara itu, anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Arif Wibowo menilai syarat dukungan calon kepala daerah dari jalur perseorangan yang diputuskan Mahkamah Konstitusi masih ringan dan belum merepresentasikan penduduk suatu daerah.
Menurut Arif, mayoritas fraksi di Komisi II DPR RI lebih setuju dengan opsi meningkatkan syarat dukungan calon perseorangan, karena di dalamnya juga mengandung semangat penguatan kelembagaan partai politik.
"Dari komunikasi yang kami bangun, sejauh ini mayoritas fraksi sepakat untuk menaikkan syarat pencalonan. Ini demi penguatan kelembagaan parpol," katanya.
Arif menegaskan wacana perubahan syarat dukungan calon kepala daerah ini sama sekali bukan ingin menghambat apalagi menjegal calon kepala daerah perseorangan pada pilkada DKI Jakarta.
Menurut dia, wacana perubahan syarat dukungan calon kepala daerah ini untuk mencari angka proporsional dalam pelaksanaan pilkada.
"Dalam merevisi UU, DPR RI tidak melihat hanya dari provinsi saja, tapi seluruuh provinsi di Indonesia," katanya.
Wacana perubahan syarat dukungan terhadap calon kepala daerah meskipun sudah santer disuarakan oleh anggota DPR RI tapi realitasnya UU Pilkada belum mulai dibahas. Padahal batas waktu sampai pendaftaran bakal calon kepala daerah di KPU, tidak sampai tiga bulan lagi.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016