Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Daerah (BAPPEDA) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) melakukan riset aplikasi blue carbon trading sebagai upaya konservasi mangrove di Pulau Bangka melalui pendekatan sosial-ecological system (SES) berbasis model spesial dinamik.
"Riset ini kerjasama Bappeda Babel dengan Institut Pertanian Bogor dan Universitas Bangka Belitung (UBB)," kata Kabid Penelitian dan Pengembangan Bappeda Babel, Rusdi kepada media di Pangkalpinang, Jumat.
Ia mengatakan, riset ini untuk meminimalisir kekhawatiran terhadap rusaknya sumber daya alam Babel yakni mangrove. Saat ini fokusnya adalah bagaimana menjaga mangrove karena ada mekanisme perdagangan karbon dalam konsep blue economy.
"Semakin subur mangrove semakin banyak karbon yang dihasilkan karena jika hutan tetap dijaga akan menghasilkan karbon yang semakin tinggi," katanya.
Widyaiswara BKPSDMD Babel, Selamet Wahyudi mengatakan pihak luar bisa melihat grafiknya dari rapat tidaknya hutan dan batang mangrove tersebut. Semakin rapatnya mangrove akan menghasilkan karbon yang semakin tinggi.
"Ketepatan dan volumenya bisa di hitung berapa yang akan menghasilkan emisi karbon. Belum ada kebijakan Provinsi untuk memelihara mangrove ini, padahal mangrove ini bisa untuk nursery ground atau pertumbuhan ikan-ikan baru," ujarnya.
Peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Kastana Sapanli mengatakan penelitian ini usaha kita bagaimana fungsi mangrove itu dapat menyerap karbon untuk menghasilkan oksigen.
"Kami bantu Babel karena mangrove itu ancamananya ada dari tambang timah, tambak udang dan kebun sawit. Bagaimana secara aturan kita dapat menjual karbonnya saja namun tetap mempertahankan mangrove ini," katanya.
Ia menambahkan, saat ini penelitian sedang dilakukan untuk mendata karena karbon yang dijual itu perhektar dan per ton.Bagaimana identifikasi masyarakatnya kita harapkan Bappeda membuat naskah akademik terkait adanya peraturan dan petanya akan bisa secara nasional.
"Data perdagangan karbon akan kita dapatkan, bagaimana mendata itu sekarang sehingga ada pembeli karbon ini," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023
"Riset ini kerjasama Bappeda Babel dengan Institut Pertanian Bogor dan Universitas Bangka Belitung (UBB)," kata Kabid Penelitian dan Pengembangan Bappeda Babel, Rusdi kepada media di Pangkalpinang, Jumat.
Ia mengatakan, riset ini untuk meminimalisir kekhawatiran terhadap rusaknya sumber daya alam Babel yakni mangrove. Saat ini fokusnya adalah bagaimana menjaga mangrove karena ada mekanisme perdagangan karbon dalam konsep blue economy.
"Semakin subur mangrove semakin banyak karbon yang dihasilkan karena jika hutan tetap dijaga akan menghasilkan karbon yang semakin tinggi," katanya.
Widyaiswara BKPSDMD Babel, Selamet Wahyudi mengatakan pihak luar bisa melihat grafiknya dari rapat tidaknya hutan dan batang mangrove tersebut. Semakin rapatnya mangrove akan menghasilkan karbon yang semakin tinggi.
"Ketepatan dan volumenya bisa di hitung berapa yang akan menghasilkan emisi karbon. Belum ada kebijakan Provinsi untuk memelihara mangrove ini, padahal mangrove ini bisa untuk nursery ground atau pertumbuhan ikan-ikan baru," ujarnya.
Peneliti dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Kastana Sapanli mengatakan penelitian ini usaha kita bagaimana fungsi mangrove itu dapat menyerap karbon untuk menghasilkan oksigen.
"Kami bantu Babel karena mangrove itu ancamananya ada dari tambang timah, tambak udang dan kebun sawit. Bagaimana secara aturan kita dapat menjual karbonnya saja namun tetap mempertahankan mangrove ini," katanya.
Ia menambahkan, saat ini penelitian sedang dilakukan untuk mendata karena karbon yang dijual itu perhektar dan per ton.Bagaimana identifikasi masyarakatnya kita harapkan Bappeda membuat naskah akademik terkait adanya peraturan dan petanya akan bisa secara nasional.
"Data perdagangan karbon akan kita dapatkan, bagaimana mendata itu sekarang sehingga ada pembeli karbon ini," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023