Tanggal 1 Oktober dinilai sebagai hari yang memiliki ciri dan corak khusus untuk mempertebal dan meresapi keyakinan akan kebenaran, keunggulan, serta Kesaktian Pancasila sebagai satu-satunya pandangan hidup yang dapat mempersatukan negara, bangsa, dan rakyat Indonesia.

Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden  (KEPPRES)  Nomor 153 Tahun 1967 tentang  Penetapan Tanggal 1 Oktober Sebagai Hari Kesaktian Pancasila.  Munculnya penetapan  ini sekaligus  sebagai wujud peringatan atas keberhasilan rakyat Indonesia dalam menghadapi G30S/PKI yang dianggap hendak menghancurkan ideolongi bangsa Indonesia, yaitu Pancasila.  

G30S/PKI adalah  peristiwa  pengkhianatan/pemberontakan yang dilancarkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan/atau pengikut-pengikutnya terhadap Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 30 September 1965.  

Tujuan dari gerakan ini adalah untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dan mengubah Indonesia menjadi negara komunis. Gerakan ini dipimpin oleh DN Aidit yang saat itu merupakan ketua dari Partai Komunis Indonesia (PKI) ingin mengganti Pancasila dengan NASAKOM (Nasionalisme, Agama dan Komunisme).  

Dalam aksinya PKI membunuh 6 jenderal, tiga perwira dan  satu putri jenderal. Keenam jenderal yang terbunuh kemudian dimasukkan kedalam sebuah lubang yang dikenal dengan  sebutan lubang buaya.  Keenam perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang menjadi korban dalam peristiwa ini adalah: Letnan Jendral Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jendral Raden Soeprapto, Mayor Jendral Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jendral Siswondo Parman, Brigadir Jendral Donald Isaac Panjaitan dan Brigadir Jendral Sutoyo Siswodiharjo. Sementara itu, Panglima TNI AH Nasution yang menjadi target utama berhasil meloloskan diri.

Tapi, putrinya Ade Irma Nasution tewas tertembak dan ajudannya, Lettu Pierre Andreas Tendean diculik dan ditembak di Lubang Buaya.  Pada saat  itu, Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat (Pangkostrad) tidak turut menjadi korban karena sedang berada dirumah sakit bersama keluarganya.

Akhirnya, berbagai gejolak terjadi akibat peristiwa tersebut. Masyarakat sipil, mahasiswa, dibantu tentara menggelar berbagai demonstrasi agar PKI dibubarkan. Puncaknya, pada 11 Maret 1966 Soeharto meminta Soekarno memberi kuasa untuk mengatasi keadaan.

Permintaan tersebut dikenal dengan Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret), sekaligus jalan bagi Soeharto  untuk menumpas PKI beserta anasir-anasirnya.

Melalui Sidang Istimewa MPRS pada 7 Maret 1967, Soeharto ditunjuk sebagai pejabat presiden sampai terpilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.  Kemudian, terbitlah Keputusan Presiden  (KEPPRES)  Nomor 153 Tahun 1967 tentang  Penetapan Tanggal 1 Oktober Sebagai Hari Kesaktian Pancasila yang wajib diperingati oleh seluruh rakyat Indonesia secara khidmad dan tertib. Dimana sebelumnya Hari Kesaktian Pancasila ini hanya diperingati kalangan Angkatan Darat.
Soeharto akhirnya resmi dilantik sebagai Presiden Kedua Republik Indonesia pada tanggal 27 Maret 1968.

Pancasila Tidak Dapat Diganti dan Diubah

Dalam sidang BPUPKI  1 Juni 1945, Soekarno memberi judul pidatonya dengan nama Philosofische Grondslag. Menurut Presiden pertama Republik Indonesia, Pancasila sebagai philosopische grondslag atau pandangan hidup bangsa Indonesia memiliki dua kepentingan yaitu:

a. Pancasila diharapkan senantiasa menjadi pedoman dan petunjuk dalam menjalani keseharian hidup manusia Indonesia baik dalam berkeluarga, bermasyarakat maupun berbangsa.

b. Pancasila diharapkan sebagai dasar negara sehingga suatu kewajiban bahwa dalam segala tatanan kenegaraan entah itu dalam hukum, politik, ekonomi maupun sosial masyarakat harus berdasarkan dan bertujuan pada Pancasila.

Suparman Usman  dalam bukunya yang berjudul  Pokok-Pokok Filsafat Hukum (2010)  menyampaikan bahwa Pancasila dalam posisinya sebagai sumber semua sumber hukum, atau sebagai sumber hukum dasar nasional, berada di atas konstitusi, artinya Pancasila berada diatas UUD 1945. Jika UUD 1945 merupakan konstitusi negara, maka Pancasila adalah Kaidah Pokok Negara yang Fundamental (staats fundamental norm).

Pancasila sebagai dasar Negara menjadi  ideologi  bangsa,  karena Pancasila merangkap seluruh kesatuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Asas-asas yang tercantum di lima sila Pancasila sudah melekat pada kehidupan masyarakat Indonesia.

Pancasila digunakan agar bangsa Indonesia memiliki akar maupun dasar yang kuat serta memiliki identitas yang khas.  Lahir dari berbagai macam  perbedaan, Pancasila menjadi dasar yang menengahi semuanya. Menempatkan Pancasila sebagai rumah bersama bagi kemajemukan bangsa Indonesia.

Pancasila juga menjadi penengah terhadap konflik yang berada di Indonesia.

Betapa besar perjuangan dalam mewujudkan keberadaan Pancasila sebagai dasar Negara serta keberhasilan nilai-nilai Pancasila dalam mempersatukan bangsa Indonesia yang majemuk menjadi salah satu alasan bahwa Pancasila adalah ideologi satu-satunya, tepat dan tidak boleh digantikan dengan ideologi apapun.

“Pancasila adalah hasil kesepakatan para pendiri bangsa dan masyarakat Indonesia.  Proses yang tidak mudah, dan tidak dihasilkan dengan instant tapi rangkaian yang panjang untuk mewujudkan lima sila dalam Pancasila tersebut. Mengubah  ideologi bangsa ini, sama saja dengan mengubah Negara.” ujar guru Pendidikan Pancasila MAN 1 Pangkalpinang, Yulistia Akbari, S.H.

Generasi Muda Wajib Memperjuangkan Nilai Pancasila

Saat ini,  tidak sedikit generasi muda yang belum memahami makna dari nilai-nilai Pancasila. Dan tak sedikit pula para generasi muda  yang  telah berperilaku  tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Padahal seharusnya Pancasila sebagai satu-satunya pandangan hidup yang dapat mempersatukan negara, bangsa, dan rakyat Indonesia.

Banyak hal yang menjadi tantangan generasi bangsa, khususnya generasi muda, dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan.  Hal tersebut dipengaruhi oleh kurangnya pendidikan agama yang mempengaruhi pembentukan karakter remaja, belum maksimalnya pembelajaran Pancasila dalam mewujudkan karakter kebangsaan, dan kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan orang tua, sekolah, maupun masyarakat sekitarnya.

Setelah 78 tahun Indonesia merdeka, banyak generasi muda  lebih memilih bersantai dan acuh tak acuh dengan kemajuan bangsa. Kenyamanan dan kemudahan hidup sebagai wujud dari perkembangan teknologi , menggerus semangat juang dan belajar kaum muda saat ini.  

Mengapa hal itu terjadi? Bukankah  perkembangan teknologi seharusnya membantu kita untuk memperoleh informasi? Mengapa  tidak kita gunakan kemudahan teknologi ini untuk menimba ilmu atau melakukan hal-hal bermanfaat?

Pesatnya perkembangan teknologi membuat generasi muda semakin mudah berkomunikasi dalam jarak jauh. Kerap kali hal ini tidak digunakan  untuk hal yang positif, tetapi digunakan untuk hal-hal yang melanggar norma seperti pornografi, ujaran kebencian dan penyebaran hoax. Bahkan, ada remaja yang dengan bangga menyebarluaskan video selebrasi setelah menganiaya korbannya dengan sangat brutal.

Lantas bagaimana cara agar nilai-nilai Pancasila kembali meresap pada jiwa generasi muda?

Setidaknya terdapat beberapa hal yang perlu ditekankan para generasi muda  saat ini. Seperti penekanan terhadap  adab, sopan-santun serta norma-norma yang berlaku. Hal ini bertujuan agar para generasi muda  membentengi diri dari tingkah-tingkah anarkis dan tidak bermanfaaat.

Penanaman nilai adab dan moral menjadi tugas penting bagi para orangtua, guru dan lingkungan. Ditengah masinya tontoan media yang menunjukkan kurangnya  adab generasi muda, peran seluruh elemen masyarakat sangat diperlukan untuk membangun dan memperbaiki adab dan  moral generasi saat ini.

Pendidikan pun  seharusnya tidak berorientasi pada nilai, namun juga  pada karakter. Para pendidik harus memahamu bahwa generasi muda saat ini yang merupakan Gen-Z dan Generasi Alpa nantinya, adalah generasi yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Dengan karakter yang berbeda pula.

Sehingga perlunya suatu pola pendidikan yang berbeda dalam penanaman nilai Pancasila. Selain itu, penguatan pemahaman tentang keunggulan keberagaman yang ada di Indonesia harus menjadi catatan penting dalam pendidikan agar semangat emboyan Bhinneka Tunggal Ika dapat selalu mempersatukan bangsa Indonesia.

Mari  bersama kita implementaikan nilai-nilai Pancaila secara nyata dalam kehidupan baik dalam  lingkungan keluarga, sekolah, pergaulan sosial, maupun masyarakat luas.

Dalam lingkungan keluarga, kita  dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila dengan cara menghormati orang tua, dan membangun cara komunikasi yang baik antaranggota keluarga. Mereka juga dapat mengembangkan sikap gotong royong dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga.

Di sekolah, dengan  cara menjadi siswa yang disiplin, rajin belajar, dan menghormati guru serta sesama siswa. Tidak mudah mengeluarkan kata-kata kotor atau cacian sebagai candaan sesama  teman, Mereka juga dapat aktif dalam organisasi siswa untuk memperjuangkan kepentingan bersama dan mengatasi permasalahan yang ada di sekolah.

Perilaku sopan, toleran, dan menghormati perbedaan pendapat adalah sikap yang harus dikedepankan. ketrelibatan dalam kegiatan sosial, seperti kegiatan amal atau bakti sosial, untuk membantu mereka yang membutuhkan dan mendorong keadilan sosial.

Generasi muda bangsa Indonesia saat ini  adalah harapan bangsa di masa mendatang. Mari tanamkan nilai Pancasila hati kita, dan implementasikan dalam kehidupan. Selamat Hari Kesaktian Pancasila!

Penulis: Fauzan Wahyu Ramadhan, Al-Ad Sari,  Rakhan Cahya Nugraha
             Siswa MAN 1 Pangkalpinang


 

Pewarta: Fauzan, Al-Adsari, Rakhan *)

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023