Dosen Fakultas Psikologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Vidya Anindhita, S.Psi, M.Psi., menuturkan bahwa bersikap terbuka, memahami kebutuhan anak, serta belajar untuk mendengarkan pendapat anak merupakan hal yang penting dalam mendidik remaja.
“Seiring anak tumbuh dan belajar sesuai usia mereka, maka orang tua juga perlu belajar bersikap sesuai dengan usia anak mereka karena menjadi orang tua adalah proses belajar seumur hidup,” ujar Vidya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan penerapan pola asuh pada setiap fase pertumbuhan anak, baik ketika bayi, balita, usia prasekolah, maupun remaja, memiliki tantangannya tersendiri. Masa remaja seringkali dianggap sebagai fase dengan tantangan pola asuh terbesar.
Dia menilai hal ini dikarenakan remaja memiliki keinginan yang lebih kuat untuk menyampaikan aspirasi, kebutuhan, keinginan, serta pendapat mereka yang dipengaruhi oleh perkembangan aspek kognitif, bahasa, dan emosional.
Selain itu, dalam fase remaja, anak sedang mengeksplorasi identitasnya serta ingin mencari konformitas, kenyamanan, dan keseruan dengan teman-teman sebayanya agar dapat menjadi lebih dekat dan diterima oleh kelompoknya.
Dosen Unpad tersebut mengatakan bahwa hal ini mengakibatkan fungsi orang tua seolah tergeser oleh fungsi teman karena anak merasa memiliki lebih banyak kesamaan dan lebih diterima oleh teman daripada saat berinteraksi dengan orang tuanya.
Agak anak tidak terbawa arus pergaulan yang tidak sesuai dengan norma, dia menuturkan bahwa orang tua perlu menjadi teladan yang baik bagi perilaku anak dan mengingatkan terus menerus secara verbal atau maupun, serta berdialog secara rutin dengan anak.
“Remaja butuh untuk didengar dan dipahami. Seringkali orang tua hanya berusaha mendengar atau justru kadang cenderung cepat memotong penjelasan anak tanpa berupaya memahami,” ucapnya.
Vidya mengakui bahwa berupaya untuk saling memahami memang tidak mudah, sehingga baik anak maupun orang tua membutuhkan hati dan pikiran yang tenang tanpa ada stigma atau persepsi buruk untuk dapat saling mengerti.
Oleh karena itu, ia mengajak para orang tua untuk melepas persepsi mereka pada remaja saat berdiskusi, memahami perkembangan remaja, membuka hati untuk mengerti mereka, serta mendengarkan kebutuhan dan pendapat mereka.
“Setelah itu, baru orang tua sampaikan pandangan atau harapan mereka agar anak mau mencoba sesuatu yang orang tua anggap baik bagi anak atau agar anak tidak melakukan sesuatu yang orang tua anggap berbahaya,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023
“Seiring anak tumbuh dan belajar sesuai usia mereka, maka orang tua juga perlu belajar bersikap sesuai dengan usia anak mereka karena menjadi orang tua adalah proses belajar seumur hidup,” ujar Vidya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan penerapan pola asuh pada setiap fase pertumbuhan anak, baik ketika bayi, balita, usia prasekolah, maupun remaja, memiliki tantangannya tersendiri. Masa remaja seringkali dianggap sebagai fase dengan tantangan pola asuh terbesar.
Dia menilai hal ini dikarenakan remaja memiliki keinginan yang lebih kuat untuk menyampaikan aspirasi, kebutuhan, keinginan, serta pendapat mereka yang dipengaruhi oleh perkembangan aspek kognitif, bahasa, dan emosional.
Selain itu, dalam fase remaja, anak sedang mengeksplorasi identitasnya serta ingin mencari konformitas, kenyamanan, dan keseruan dengan teman-teman sebayanya agar dapat menjadi lebih dekat dan diterima oleh kelompoknya.
Dosen Unpad tersebut mengatakan bahwa hal ini mengakibatkan fungsi orang tua seolah tergeser oleh fungsi teman karena anak merasa memiliki lebih banyak kesamaan dan lebih diterima oleh teman daripada saat berinteraksi dengan orang tuanya.
Agak anak tidak terbawa arus pergaulan yang tidak sesuai dengan norma, dia menuturkan bahwa orang tua perlu menjadi teladan yang baik bagi perilaku anak dan mengingatkan terus menerus secara verbal atau maupun, serta berdialog secara rutin dengan anak.
“Remaja butuh untuk didengar dan dipahami. Seringkali orang tua hanya berusaha mendengar atau justru kadang cenderung cepat memotong penjelasan anak tanpa berupaya memahami,” ucapnya.
Vidya mengakui bahwa berupaya untuk saling memahami memang tidak mudah, sehingga baik anak maupun orang tua membutuhkan hati dan pikiran yang tenang tanpa ada stigma atau persepsi buruk untuk dapat saling mengerti.
Oleh karena itu, ia mengajak para orang tua untuk melepas persepsi mereka pada remaja saat berdiskusi, memahami perkembangan remaja, membuka hati untuk mengerti mereka, serta mendengarkan kebutuhan dan pendapat mereka.
“Setelah itu, baru orang tua sampaikan pandangan atau harapan mereka agar anak mau mencoba sesuatu yang orang tua anggap baik bagi anak atau agar anak tidak melakukan sesuatu yang orang tua anggap berbahaya,” katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2023