Jakarta (Antara Babel) - Anggota Komisi IV DPR Hermanto menginginkan pemerintah menghentikan impor jeroan sapi karena langkah tersebut dinilai sebagai sebuah langkah mundur dalam pengembangan sektor pertanian dan perdagangan.
"Impor jeroan itu merugikan peternakan rakyat, berdampak negatif terhadap kesehatan serta dapat merendahkan martabat bangsa karena pada kenyataannya jeroan sapi di luar negeri dikonsumsi sebagai pakan ternak dan hewan peliharaan," kata Hermanto dalam rilis di Jakarta, Jumat.
Politisi PKS itu mengemukakan, fraksinya setuju dengan rencana pemerintah untuk menurunkan harga daging sapi hingga mencapai Rp. 80.000 per kilogram. Namun, bukan dengan cara mengimpor jeroan yang diharapkan menjadi substitusi bagi masyarakat menengah ke bawah yang tidak dapat membeli daging sapi.
Untuk itu, ujar dia, pihaknya juga menawarkan solusi untuk mengatasi kenaikan harga daging dengan mendorong pemerintah untuk melanjutkan program swasembada daging sapi, pengembangan peternakan rakyat, dan memperbaiki sisi permintaan dari masyarakat.
"Kebijakan yang digulirkan harus kompehensif, yaitu tidak hanya sisi pasokannya saja yang dibenahi, tapi permintaannya juga perlu diperhatikan. Misalnya, adanya beragam substitusi daging sapi yang sehat dan bergizi, seperti daging ayam, telur," katanya.
Sedangkan kebijakan lainnya antara lain adalah melalui program diversifikasi melalui swasembada protein karena sumber protein bukan hanya dari daging sapi tetapi juga bisa dari ikan atau lainnya.
Sebelumnya, Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) menilai putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi terhadap UU no 41 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 18/2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan akan mengatasi kontroversi.
"Kontroversi yang berkembang di masyarakat terkait rencana pemerintah membuka impor daging sapi dan kerbau dari negara belum bebas penyakit menular," kata Ketua PPSKI Teguh Boediyana di Jakarta, Selasa (19/7).
Oleh karena itu, menurut Teguh Boediyana, pihaknya mengimbau kepada Mahkamah Konstitusi untuk segera menetapkan atau mengeluarkan putusan uji materi (judicial review) atas pasal 36 UU no no 41 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang no 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan.
"Pasal yang diuji materi tersebut terkait ketentuan dapat memasukkan hewan atau produk hewan yang tidak didasarkan negara tapi atas dasar zona," ujarnya.
Teguh menyatakan apapun putusan MK atas uji materi tersebut akan dapat mengakhiri kontroversi antara lain rencana pemerintah dalam upaya menurunkan harga daging sapi memutuskan untuk mengimpor daging sapi/kerbau dari negara yang statusnya belum bebas penyakit menular hewan utamanya penyakit mulut dan kuku (PMK).
"Kami mengharapkan karut marut masalah daging sapi ini segera berakhir sehingga pemerintah dapat lebih konsentrasi untuk mewujudkan keinginan Presiden Jokowi agar tahun 2026 Indonesia telah swasembada daging sapi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
"Impor jeroan itu merugikan peternakan rakyat, berdampak negatif terhadap kesehatan serta dapat merendahkan martabat bangsa karena pada kenyataannya jeroan sapi di luar negeri dikonsumsi sebagai pakan ternak dan hewan peliharaan," kata Hermanto dalam rilis di Jakarta, Jumat.
Politisi PKS itu mengemukakan, fraksinya setuju dengan rencana pemerintah untuk menurunkan harga daging sapi hingga mencapai Rp. 80.000 per kilogram. Namun, bukan dengan cara mengimpor jeroan yang diharapkan menjadi substitusi bagi masyarakat menengah ke bawah yang tidak dapat membeli daging sapi.
Untuk itu, ujar dia, pihaknya juga menawarkan solusi untuk mengatasi kenaikan harga daging dengan mendorong pemerintah untuk melanjutkan program swasembada daging sapi, pengembangan peternakan rakyat, dan memperbaiki sisi permintaan dari masyarakat.
"Kebijakan yang digulirkan harus kompehensif, yaitu tidak hanya sisi pasokannya saja yang dibenahi, tapi permintaannya juga perlu diperhatikan. Misalnya, adanya beragam substitusi daging sapi yang sehat dan bergizi, seperti daging ayam, telur," katanya.
Sedangkan kebijakan lainnya antara lain adalah melalui program diversifikasi melalui swasembada protein karena sumber protein bukan hanya dari daging sapi tetapi juga bisa dari ikan atau lainnya.
Sebelumnya, Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) menilai putusan Mahkamah Konstitusi atas uji materi terhadap UU no 41 tahun 2014 tentang perubahan atas UU No 18/2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan akan mengatasi kontroversi.
"Kontroversi yang berkembang di masyarakat terkait rencana pemerintah membuka impor daging sapi dan kerbau dari negara belum bebas penyakit menular," kata Ketua PPSKI Teguh Boediyana di Jakarta, Selasa (19/7).
Oleh karena itu, menurut Teguh Boediyana, pihaknya mengimbau kepada Mahkamah Konstitusi untuk segera menetapkan atau mengeluarkan putusan uji materi (judicial review) atas pasal 36 UU no no 41 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang no 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan.
"Pasal yang diuji materi tersebut terkait ketentuan dapat memasukkan hewan atau produk hewan yang tidak didasarkan negara tapi atas dasar zona," ujarnya.
Teguh menyatakan apapun putusan MK atas uji materi tersebut akan dapat mengakhiri kontroversi antara lain rencana pemerintah dalam upaya menurunkan harga daging sapi memutuskan untuk mengimpor daging sapi/kerbau dari negara yang statusnya belum bebas penyakit menular hewan utamanya penyakit mulut dan kuku (PMK).
"Kami mengharapkan karut marut masalah daging sapi ini segera berakhir sehingga pemerintah dapat lebih konsentrasi untuk mewujudkan keinginan Presiden Jokowi agar tahun 2026 Indonesia telah swasembada daging sapi," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016