Jakarta (Antara Babel) - KPK menahan tujuh tersangka anggota DPRD Sumatera Utara dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji terhadap tujuh anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 dan 2014-2019 dari Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho.

"Berkaitan dengan penyidikan dugaan penerimaan hadiah atau janji dari GPN (Gatot Pujo Nugroho) selaku Gubernur Sumut berkaitan dengan fungsi kewenangan tersangka sebagai anggota DPRD Sumut 2009-2014 dan 2014-2019, berdasarkan kewenangan penyidik sebagaimana pasal 21 KUHAP, pada hari ini penyidik melakukan penahanan terhadap tujuh orang tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di gedung KPK Jakarta, Jumat.

Tujuh tersangka itu adalah anggota Fraksi PDI-Perjuangan Muhammad Afan ditahan di rumah tahanan (rutan) Polres Jakarta Pusat, anggota Fraksi PDI-Perjuangan Budiman Pardamean Nadapdap di rutan negara kelas 1 Salemba Jakarta Pusat.

Kemudian, anggota Fraksi Partai Hanura Zulkifli Efendi Siregar di rutan Salemba, anggota Fraksi PPP Bustami di rutan Salemba, anggota Fraksi PAN Zulkifli Husein di rutan Polres Jakarta Timur, anggota Fraksi PAN Parluhutan Siregar di rutan Polres Jakarta Pusat dan anggota Fraksi Demokrat Guntur Manurung di rutan Polres Jakarta Pusat.

"Semuanya ditahan mulai hari ini sampai dengan 20 hari ke depan," tambah Priharsa.

Menurut Priharsa, KPK juga masih mengembangkan kasus ini.

"Perlu ditegaskan bahwa proses penanganan perkara belum selesai, tetap ada pengembangan dan tergantung bukti-bukti yang dikumpulkan penyidik. Bukti bisa macam-macam misalnya keterangan saksi, bukti petunjuk juga surat, namun hingga saat ini yang telah memiliki bukti yang cukup adalah tujuh orang tersebut," jelas Priharsa.

Budiman Pardamean Nadapdap saat menuju mobil tahanan mengatakan bahwa penerimaan uang tersebut terjadi secara sistemik.

"Ini sistemik artinya tersistem, yang mengatur siapa? Antara gubernur dan orang-orangnya dan Ketua DPRD dan orangnya, jadi harus semuanya sama, ini kan perpisahan akhir jabatan. Itu gubernur yang sebelumnya (Gatot Pujo Nugroho), tapi dosanya gubernur dosa wakil gubernur (Tengku Erry Nurhadi) juga," kata Budiman.

Menurut Budiman, ia sudah mengembalikan uang suap tersebut namun tidak menghitungnya.

"Sudah kembalikan tapi saya tidak tahu (jumlahnya), penyidik tunjukkan ini ada tanda terimanya, saya jawab oh ini pernah, saya tidak tanya lagi," tambah Budiman.

Menurut Budiman, uang itu terkait dengan pencalonannya sebagai calon anggota legislatif pada 2014 lalu.

"Kita mau nyaleg, supaya menang ditawarkan untuk mengambil uang ini, ini kan sistem, ini saat caleg ada uang ini pakai saja dipakailah biar menang," ungkap Budiman.

Sedangkan Bustami mengaku sudah mengembalikan Rp50 juta ke KPK.

"Sudah kembalikan Rp100 juta, eh Rp50 juta," kata Bustami sebelum masuk ke mobil tahanan KPK.

    
Tersangka
   
Ketujuh tersangka diduga menerima hadiah atau janji dari Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap terkait dengan pertama, persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran (TA) 2012; kedua, persetujuan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Sumatera Utara TA 2013; ketiga, pengesahan (APBD)Sumut TA 2014; keempat, pengesahan APBD Sumut TA 2015; kelima, persetujuan laporan pertanggungjawaban Pemerintah Provinsi Sumut TA 2014; dan keenam, penolakan penggunaan hak interpelasi oleh DPRD Provinsi Sumut TA 2015.

    
4 tahun
   
Mereka disangkakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 64 ayat (1) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman terhadap pelanggar pasal tersebut adalah penjara paling sedikit empat tahun dan paling lama 20 tahun penjara ditambah denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Terkait perkara ini, sudah ada lima orang yang dijatuhi vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta yaitu Ketua DPRD Sumatera Utara 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar Ajib Shah yang divonis empat tahun ditambah denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan; Ketua DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan anggota DPRD Sumut 2014-2019 dari Fraksi Partai Demokrat Saleh Bangun divonis empat tahun ditambah denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan ditambah uang pengganti Rp712,9 juta subsider enam bulan kurungan.

Wakil ketua DPRD Sumatera Utara periode 2009-2014 dan anggota DPRD Sumut periode 2014-2019 dari Fraksi Partai Golkar Chaidir Ritonga divonis empat tahun dan enam bulan penjara ditambah denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan dan kewajiban membayar uang penggati sebesar Rp2,3 miliar subsider 1 tahun kurungan; dan Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014 dari fraksi PAN Kamaludin Harahap dan Wakil Ketua DPRD Sumut periode 2009-2014 dari Fraksi PKS Sigit Pramono Asri divonis penjara selama empat tahun dan enam bulan ditambah denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan ditambah uang pengganti sebesar Rp355 juta subsider 6 bulan kurungan.

Terakhir, Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara 2009-2014 Kamaluddin Harahap dijatuhi pidana penjara empat tahun delapan bulan ditambah denda Rp200 juta subsider tiga bulan penjara sekaligus uang pengganti sebesar Rp1,2 miliar.

Sedangkan Gubernur Gatot Pujo Nugroho belum didakwa dalam perkara ini dan masih menjalani masa hukuman karena menyuap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan dan politisi Partai Nasdem Patrice Rio Capella.

Pewarta: Desca Lidya

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016