PT Pegadaian berkomitmen untuk memberikan dampak positif pada lingkungan dan masyarakat sekitar dengan penerapan prinsip Environmental, Social, and Governance (ESG) melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL).

Program tersebut salah satunya diwujudkan berupa penyaluran bantuan tangan palsu atau tangan buatan kepada para penyandang disabilitas fisik. Helmi Triadi, satu di antara sejumlah penerima manfaat, mengakui bahwa tangan palsu yang diberikan Pegadaian membawa manfaat dan harapan baru bagi kehidupannya. Bahkan, saat ini dia merasa jauh lebih percaya diri.

"Alhamdulillah saya bisa percaya diri. Walaupun sekarang tidak ada tangannya, kalau jalan-jalan bisa lebih pede," ujar laki-laki asal Bandung itu saat dihubungi ANTARA.

Sebelum mendapatkan tangan palsu prostetik, Helmi bercerita dirinya kerap dipandang sebelah mata oleh lingkungan sekitar karena hanya memiliki satu tangan yang normal. Setelah menggunakan tangan buatan selama hampir tiga bulan belakangan, dia merasa orang-orang di sekitarnya bisa memandangnya secara lebih positif.

Helmi bercerita, tangan kanannya harus diamputasi hingga mencapai di atas siku setelah terkena pecahan kaca saat dia memperbaiki meteran listrik yang rusak. Luka yang dialami cukup parah sehingga amputasi menjadi satu-satunya opsi penyelamatan yang direkomendasikan oleh dokter.

Insiden tersebut membuat Helmi, yang kini berusia 27 tahun, kehilangan pekerjaannya sebagai office boy dan cleaning service. Sang atasan tidak bisa menerima kondisi Helmi yang kini hanya memiliki tangan kiri.

Hal serupa juga dialami oleh Ranna yang harus kehilangan tangan kirinya karena tumor. Laki-laki asal Karawang itu memang sempat menjalani operasi di sebuah rumah sakit, namun kondisinya semakin memburuk. Pada akhirnya, amputasi menjadi jalan terakhir yang direkomendasikan oleh dokter.

"Tidak ada cara lain menurut dokter. Kalau tidak diamputasi, nanti malah menyebar ke jantung atau paru-paru. Saya berunding dengan keluarga. Orang tua mengikuti saran dokter. Ya sudah, saya juga menurut kata orang tua," kata Ranna yang saat ini menginjak usia 36 tahun.

Sama seperti Helmi, Ranna juga harus kehilangan pekerjaannya sebagai buruh di toko bangunan. Dengan kondisi tangannya itu, dia tidak mungkin bisa kembali mengangkat bahan-bahan bangunan seperti mengangkat sak semen dengan bobot yang mencapai 50 kilogram.

Baik Ranna maupun Helmi mengakui bahwa penggunaan tangan prostetik telah membantu dan memudahkan mereka dalam menjalani aktivitas di kehidupan sehari-hari.

Tangan prostetik yang dikenakan Ranna dan Helmi diproduksi oleh Karla Bionics yang merupakan startup binaan Institut Teknologi Bandung (ITB). Melalui kerja sama antara PT Pegadaian dan Karla Bionics, diharapkan program bantuan tangan prostetik dapat mendukung perwujudan pembangunan berkelanjutan (SDGs) pilar pembangunan sosial tujuan nomor 3, yaitu kehidupan sehat dan sejahtera.

Executive Vice President TJSL PT Pegadaian Rully Yusuf mengatakan, pengadaan tangan prostetik dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para penyandang disabilitas sehingga mereka dapat bangkit dari keterpurukan serta mampu beraktivitas dan bekerja seperti sedia kala.

CEO Karla Bionics Arief Indra Muharam menyampaikan bahwa tangan buatan yang diberi nama Raga Arm itu dirancang dengan mengedepankan teknologi tepat guna dan desain inklusif untuk membantu penyandang disabilitas fisik yang kurang terlayani (underserved) dan kurang mampu (underprivileged).

Berdasarkan pengamatan Karla Bionics, secara umum para penyandang disabilitas fisik di negara-negara dengan ekonomi berbasis industri manufaktur seperti Indonesia merupakan golongan pekerja kerah biru yang mengalami kecelakaan kerja.

Kebanyakan dari mereka kesulitan untuk kembali menemukan pekerjaan secara formal. Arief mencatat, para penyandang disabilitas fisik juga banyak yang menutup diri sehingga tidak terdata secara resmi oleh pemerintah. Menurut Arief, Raga Arm yang telah diuji di kompetisi internasional Cybathlon 2022 dan 2023 itu memiliki kemampuan yang memungkinkan pengguna untuk dapat menggenggam benda dalam aktivitas sehari-hari.

Dia berharap, penerima manfaat Raga Arm mulai percaya diri dan mau membuka diri sehingga bisa berdaya dan bangkit melawan stigma untuk tetap aktif berkontribusi bagi kehidupan di lingkungan masyarakat.

Setelah mendapat bantuan Raga Arm versi 2 yang disalurkan oleh Pegadaian pada tahap pertama, para penerima manfaat kini mulai bangkit dan menata kehidupannya secara perlahan.

Saat ini Ranna berusaha memenuhi kebutuhan hidup dengan membuka kios isi ulang pulsa sambil membantu sang istri berjualan gorengan di halaman rumah mereka. Sementara Helmi masih bekerja serabutan, salah satunya bekerja di usaha kuliner rumahan.

Baik Helmi maupun Ranna merasa beruntung karena tidak hanya mendapat dukungan tangan palsu secara gratis melainkan juga dukungan emosional yang diberikan oleh keluarga dan orang-orang terdekat.

Kepada para penyandang disabilitas lain di luar sana, Ranna pun turut berpesan untuk tetap menjaga semangat serta tidak boleh putus asa dalam melanjutkan dan menjalani hidup.

"Sesama disabilitas, jangan putus semangat. Maju terus dan jangan pantang mundur. Intinya tetap semangat buat melanjutkan kehidupan," kata Ranna.

Pewarta: Rizka Khaerunnisa

Editor : Joko Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024