Bantul (Antara Babel) - Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, Daerah Isitimewa Yogyakarta, mencatat tiga warga daerah ini meninggal dunia akibat penyakit leptospirosis selama periode Januari hingga awal Agustus 2016.
"Tahun ini sampai dengan Agustus kasus leptospirosis di Bantul berjumlah 43 penderita, tiga orang di antaranya meninggal," kata Kepala Bidang Penanggulangan Masalah Kesehatan Dinkes Bantul, Pramudi Dharmawan di Bantul, Minggu.
Menurut dia, penderita penyakit leptospirosis di Bantul mayoritas atau 90 persen di antaranya petani, bahkan tiga orang yang meninggal karena penyakit yang disebabkan tikus tersebut merupakan petani.
Ia mengatakan, daerah yang menjadi penyumbang kasus leptospirosis hampir merata di seluruh Bantul, namun daerah endemisnya berada di wilayah yang terdapat lingkungan sawah misalnya Pandak, Sewon.
"Itu karena kontur wilayahnya berada di daerah rendah, penyakit leptospirosis itu menjangkit petani melalui genangan air sawah yang sudah terkontaminasi bakteri," katanya.
Pramudi mengatakan, guna mencegah penyakit leptospirosis di Bantul terutama kepada petani, Dinkes terus menyosialisasikan petani pentinganya memakai alat pelindung diri seperti sepatu bot saat masuk ke areal persawahan yang basah atau berlumpur.
"Petani sudah sering kita sarankan agar memakai alat pelindung diri, tapi karena mungkin merasa tidak nyaman di tempat yang jeblok (berlumpur), seringkali diabaikan, sebenarnya itu masalah kesadaran," katanya.
Pihaknya mengimbau, petani mewaspadai penyakit leptospirosis dengan memperhatikan gejala-gejala yang muncul seperti demam tidak mereda selama dua minggu, gangguan ginjal dan paru-paru. Jika dijumpai gejala tersebut diharap segera periksa ke dokter.
"Leptospirosis ini penyakit dengan risiko tinggi karena keganasannya. Dan biasanya 10 persen dari penderita ini penderita gawat, dari yang gawat angka kematian 40 persen. Dan itu pengobatannya sudah maksimal," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
"Tahun ini sampai dengan Agustus kasus leptospirosis di Bantul berjumlah 43 penderita, tiga orang di antaranya meninggal," kata Kepala Bidang Penanggulangan Masalah Kesehatan Dinkes Bantul, Pramudi Dharmawan di Bantul, Minggu.
Menurut dia, penderita penyakit leptospirosis di Bantul mayoritas atau 90 persen di antaranya petani, bahkan tiga orang yang meninggal karena penyakit yang disebabkan tikus tersebut merupakan petani.
Ia mengatakan, daerah yang menjadi penyumbang kasus leptospirosis hampir merata di seluruh Bantul, namun daerah endemisnya berada di wilayah yang terdapat lingkungan sawah misalnya Pandak, Sewon.
"Itu karena kontur wilayahnya berada di daerah rendah, penyakit leptospirosis itu menjangkit petani melalui genangan air sawah yang sudah terkontaminasi bakteri," katanya.
Pramudi mengatakan, guna mencegah penyakit leptospirosis di Bantul terutama kepada petani, Dinkes terus menyosialisasikan petani pentinganya memakai alat pelindung diri seperti sepatu bot saat masuk ke areal persawahan yang basah atau berlumpur.
"Petani sudah sering kita sarankan agar memakai alat pelindung diri, tapi karena mungkin merasa tidak nyaman di tempat yang jeblok (berlumpur), seringkali diabaikan, sebenarnya itu masalah kesadaran," katanya.
Pihaknya mengimbau, petani mewaspadai penyakit leptospirosis dengan memperhatikan gejala-gejala yang muncul seperti demam tidak mereda selama dua minggu, gangguan ginjal dan paru-paru. Jika dijumpai gejala tersebut diharap segera periksa ke dokter.
"Leptospirosis ini penyakit dengan risiko tinggi karena keganasannya. Dan biasanya 10 persen dari penderita ini penderita gawat, dari yang gawat angka kematian 40 persen. Dan itu pengobatannya sudah maksimal," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016