Ketua Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Belitung Timur (Beltim) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Rudi Juniwira menyatakan perekonomian masyarakat Kabupaten Beltim masih mengandalkan sektor penambangan bijih timah.
 
"Saat ini jumlah tenaga kerja sektor tambang di Belitung Timur mencapai 12.000 orang," kata Rudi Juniwira dalam keterangan pers diterima LKBN ANTARA Babel di Pangkalpinang, Rabu sore.
 
Ia mengatakan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Kepulauan Babel menyampaikan Pulau Belitung ditetapkan sebagai kawasan zero tambang timah. 
 
"Pemerintah tidak bisa mengeneralkan Pulau Belitung secara keseluruhan, karena Pulau Belitung terdiri dari dua kabupaten yakni Belitung dan Belitung Timur," ujarnya.
 
Ia menyatakan secara administrasi Kabupaten Belitung dan Belitung Timur merupakan dua wilayah yang berbeda dengan tujuan dan potensi yang dimiliki juga berbeda. 
 
"Kalau bicara Pulau Belitung itu harus diperjelas, karena di Pulau Belitung itu ada dua kabupaten yaitu Belitung dan Belitung Timur yang secara administrasi Pemerintahan berbeda, tata ruangnya berbeda, RPJMDnya berbeda dan tidak bisa digeneralisasikan," katanya.
 
Menurut dia jika dilihat berdasarkan fakta saat ini memang Kabupaten Belitung memiliki potensi di sektor pariwisata, tetapi hal ini berbeda dengan Kabupaten Belitung Timur, dimana sekitar 60 persen ekonomi masyarakat Belitung Timur masih mengandalkan sektor pertambangan. 
 
Hal ini belum termasuk efek domino dari sektor pertambangan yang bisa menggerakkan sektor ekonomi lainnya seperti seperti jasa, perdagangan dan sektor lainnya. 
 
"Kalau Belitung Timur tidak bisa diklaim sebagai pariwisata, mau ditinjau dari sudut manapun pendapatan daerah dari pariwisata mungkin masih kecil. Jadi enggak bisa klaim untuk dua wilayah ini di zero tambang karena dua wilayah berbeda," katanya. 
 
Ia menyatakan faktanya memang masyarakat masih menggantungkan hidup ke sektor pertambangan. Jumlah penambang itu sekitar 9000 hingga 12.000 orang. Tetapi, efek domino dari sektor tambang bisa kali lipat dari itu. Efek dominonya bisa berdampak ke warung makan, toko kelontong. Semuanya bisa merasakan dampaknya kalau sektor pertambangannya hidup. 
 
"Sekarang ini 60 persen ekonomi masih tergantung dengan sektor pertambangan," tegasnya.
 
Selain itu, untuk tambang laut di Belitung Timur memiliki potensi yang sangat besar dan ini harus dikelola dengan baik agar semua bisa merasakan efek domino dari sektor pertambangan ini. 
 
"Sejak ratusan tahun lalu timah ini kan sudah ada dan di Belitung Timur potensi tambang laut sangat besar. Asalkan ini dikelola dengan baik, kekhawatiran masyarakat dapat diminimalisir. Kalau dikelola secara baik dan benar saya rasa justru menjadi sumber pendapatan dari masyarakat, meningkatkan kesejahteraan," ucapnya. 
 
Ia menyatakan meski Perda RZWP3K sudah disahkan sejak 2020 lalu, namun hal itu tidak sepenuhnya mengakomodir keinginan masyarakat. Sejak beberapa tahun lalu mereka menyuarakan bahwa penetapan perda itu syarat kepentingan. 
 
"Saya sebagai putra daerah Belitung Timur sampai dengan saat ini masih mendorong agar zona tambang bisa dikembalikan, mendorong baik secara politis dan upaya hukum," katanya. 
 
Ia menambahkan saat ini kata dia masih ada kesempatan untuk itu mengingat saat ini masih ada waktu revisi tata ruang di tingkat Provinsi. Pihaknya juga telah menyampaikan usulan tertulis terkait hal ini. Secara hukum, pihaknya juga sedang mengupayakan uji materi perda RZWP3K di MK. 
 
"Saya bersama kawan-kawan organisasi masyarakat mencoba mendudukkan fakta situasi dan aturan yang sebenarnya sebelum jadi perda. Kalau kita mendudukkan aturan dan fakta misalnya salah satunya poin dalam Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir salah satu dasar menerapkan pola ruang berdasarkan izin-izin yang sudah ada. Kalau bicara itu sudah ada lima IUP di perairan Beltim," katanya. 

Pewarta: Aprionis

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024