Dua bulan sebelum mengakhiri masa baktinya selama 10 tahun sebagai menteri luar negeri, Retno meluncurkan dua buku sekaligus,  yang berjudul ”Jejak Diplomasi Retno Marsudi: Tegas Dalam Prinsip, Lentur Dalam Cara” dan ”Saya Bukan Siapa-siapa, Rekam Jejak Retno Marsudi”, 19 Agustus 2024.

Peluncuran buku yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas ini diselenggarakan di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri selain dihadiri oleh para pejabat Kemlu dan tiga mantan Menlu RI,  juga para duta besar yang bertugas di Jakarta, dirangkaikan dengan acara peresemian restorasi gedung bersejarah, Gedung Pancasila, yang berada di dalam kompleks perkantoran Kemlu. Buku pertama memuat jejak perjalanan dan kiprah Retno selama menjabat 2 periode sebagai Menlu pemerintahan Jokowi.


Dalam rilis yang diterima di Pangkalpinang, Rabu pagi, Dr. Darmansjah Djumala, Dewan Pakar BPIP Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, menanggapi diterbitkannya dua buku tersebut di penghujung masa bakti Menlu Retno dengan mengatakan menyambut baik dan mengapresiasi penerbitan buku-buku tersebut.

Dia menegaskan bahwa pada hakikatnya pelaksanaan diplomasi Indonesia selama sepuluh tahun terakhir adalah jejak sejarah perjalanan bangsa. Sejarah bangsa baik jika diabadikan dalam bentuk dokumen tertulis, antara lain dalam bentuk buku.

Dari buku itulah generasi mendatang dapat memetik pelajaran dari pelaksanaan diplomasi Indonesia. Lebih jauh Dubes Djumala, yang pernah bertugas sebagai Duta Besar Indonesia untuk Austria dan PBB, mengidentifikasi dua hal yang bisa dimaknai dalam perjalanan diplomasi Indonesia selama dikomandoi oleh Retno.
 
Pertama, dari buku pertama, bisa dipelajari bagaimana kiat diplomasi Indonesia ketika menghadapi tekanan dan tarikan kepentingan politik ketika Indonesia berperan sebagai ”bridge builder” bagi dua pihak yang berseteru.

Retno telah berhasil mematrikan cerita sukses dalam diplomasi Indonesia sebagai Ketua G20 tahun 2022.  Di tengah keraguan publik akan keberhasilan Indonesia sebagai Ketua, Menlu Retno dengan mesin diplomasinya ternyata sukses mengajak para pihak yang berseberangan untuk duduk bersama mengatasi masalah dunia saat itu: pasca pandemi dan perang Ukraina-Rusia.

Dr. Djumala, yang saat ini juga adalah dosen Hubungan Internasional FISIP, Unpad, menandaskan, ketika Retno berhasil mengajak mereka bertemu dan mencapai kesepakatan dalam bentuk progam konkrit, tangible results, melalui dialog dan kerjasama, sejatinya ia telah menjalankan diplomasi wajah baru: diplomasi nilai.

Kedua, Menlu Retno juga sangat aktif dalam membantu negara sahabat yang sedang dilanda konflik, seperti Afghanistan dan Mynmar dengan isu Rohingya-nya. Indonesia melalui Menlu Retno telah menjadi bridge builder dalam perdamaian antar kelompok di Afghanistan.

Dalam isu pengungsi Myanmar, Indonesia bekerjasama dengan Bangladesh telah ikut aktif membantu penyelesaian dan repatriasi etnik Rohingya. Indonesia juga aktif memberi bantuan bagi negara-negara sahabat yang tertimpa musibah, bencana alam dan yang menjadi korban konflik seperti di Palestina.

Bantuan untuk korban bencana dan pengungsi akibat perang sejatinya adalah diplomasi kemanusiaan yang diinspirasi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila.

Pewarta: Aprionis

Editor : Joko Susilo


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024