Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-21 dibuka hari ini, Senin 9 September 2024, di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh.
PON kali ini diwarnai dengan hal baru, yakni pertama kali digelar di dua provinsi. Selain di Aceh, PON XXI juga diselenggarakan di Sumatera Utara.
Banda Aceh menjadi kota keempat di Pulau Sumatera setelah Medan, Palembang dan Pekanbaru, yang menggelar perhelatan olahraga terbesar di tanah air itu.
Sejak digelar pertama kali di Solo pada 1948, baru kali PON mewujudkan secara harfiah semangat satu Indonesia seperti diserukan lagu "Dari Sabang Sampai Merauke" ciptaan R. Soerarjo pada 1961.
Tiga tahun lalu, Merauke di ujung timur Indonesia sudah lebih dulu menggelar PON, bersama Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Mimika.
Kini, bersama Banda Aceh, Sabang di ujung barat Indonesia, melengkapi semangat dalam lagu ciptaan Soerajo itu.
PON 2024 juga menjadi perlambang untuk kebangkitan Indonesia, dan Aceh khususnya, setelah 20 tahun lalu diterjang bencana dahsyat yang tak saja menghancurkan Aceh dan membuat nestapa Indonesia, tapi juga membangkitkan solidaritas global.
Minggu pagi tanggal 26 Desember 2004, gempa bumi bermagnitudo 9,1 mengguncang Aceh dan sejumlah negara di Asia, termasuk Sri Lanka, India, Myanmar dan Thailand.
Itu adalah gempa dengan skala paling tinggi yang terjadi 1-3 kali dalam setiap seratus tahun. Skala gempa sebesar itu setara dengan 9,3 teraton (9,3 juta megaton) ledakan TNT.
Kekuatan sedahsyat itu setara dengan 620 ribu kali ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki di Jepang menjelang akhir Perang Dunia Kedua, yang meluluhlantakkan dua kota itu dan menewaskan total 246 ribu orang.
Dalam skenario gempa seekstrem itu, semua bangunan akan rata dengan tanah, sementara topografi tanah berubah total. Bayangkan, jika pusat gempa 2004 itu berada di daratan.
Gempa bumi megathrust bawah laut, yang disebut sebagai Gempa Bumi Sumatera-Andaman itu dipicu oleh rekahan sepanjang patahan Lempeng Burma dan Lempeng Hindia. Gempa bumi itu memicu tsunami setinggi 30 meter, atau 12 kali tinggi net olahraga bola voli.
286.000 orang di 14 negara meninggal dunia akibat tsunami itu, termasuk 221.000 yang meninggal atau hilang di Aceh, sampai kemudian dianggap sebagai bencana alam paling dahsyat sejak pencatatan skala bencana alam diperkenalkan.
Bantuan dari seluruh dunia mengalir ke negara-negara yang ditimpa tsunami 2004 itu, yang angkanya mencapai 14 miliar dolar yang jika disesuaikan dengan nilai kurs 2023 mencapai 23 miliar dolar AS (Rp355 triliun).
7 miliar dolar AS di antaranya, yang berasal dari pemerintah Indonesia dan donor-donor internasional, mengalir ke Aceh.
Perlu waktu lama bagi Aceh untuk memulihkan diri dari bencana itu, tapi dalam kurun delapan tahun Aceh pulih setelah menjalani proses rekonstruksi panjang nan berjenjang yang dipuji komunitas global, termasuk Bank Dunia.
Ada banyak hal positif yang muncul dari bencana itu, tetapi yang paling penting mungkin ada dua.
Pertama, Indonesia menjadi memiliki sistem tanggap bencana yang lebih efektif dan cepat, yang terbukti sangat penting mengingat kondisi geografis Indonesia membuatnya harus siap menghadapi bencana alam di masa mendatang.
Dengan siap menghadapi bencana, Indonesia bisa menyelamatkan banyak nyawa dan mengelola biaya rekonstruksi yang lebih efektif serta terarah, ketika bencana terjadi lagi.
Aceh telah memberikan pelajaran sangat penting, berupa pengalaman dan pengetahuan sangat berharga kepada Indonesia dan bahkan dunia, mengenai apa yang seharusnya dilakukan ketika bencana terjadi, dan bagaimana bersiap menghadapinya.
Hal penting kedua adalah terciptanya perdamaian di Aceh yang selama hampir tiga dekade diamuk konflik yang merenggut sekitar 15.000 korban jiwa dan membuat provinsi ini terisolasi dari daerah-daerah lain di Indonesia sehingga menghambat pembangunan ekonomi di sana.
Kini Aceh memacu kembali roda perekonomian mereka sehingga bisa berlari sama kencang dengan daerah-daerah lain di Indonesia.
Ada banyak petunjuk kemajuan provinsi ini semakin baik dari waktu ke waktu. Salah satunya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terus membaik, seperti ditunjukkan dalam laporan Badan Pusat Statistik pada Mei 2024.
Selebrasi sekaligus pengingat
Dari laporan BPS itu tersingkap bahwa IPM Provinsi Aceh pada 2023 mencapai 74,70, naik 0,59 poin dari tahun sebelumnya.
Ini merupakan penegasan untuk fakta bahwa sejak 2016, Aceh telah menempatkan diri sebagai wilayah dengan status pembangunan manusia yang "tinggi", yang disebut BPS sebagai babak baru dalam pembangunan kualitas manusia di Aceh.
Standar hidup layak, dengan indikator pengeluaran per kapita yang disesuaikan, juga meninggi, menjadi Rp 10,334 juta per kapita per tahun, dari Rp9,963 juta pada 2022.
Menurut BPS, kualitas manusia di kabupaten-kabupaten dan kota di Aceh terus meningkat dari tahun ke tahun. Sejak 2013, sudah tidak ada lagi kabupaten dan kota di Aceh yang memiliki status pembangunan manusia tergolong "rendah".
Itu hanya salah satu contoh tentang sudah berubah besarnya Aceh sejak gempa-tsunami 2004. Aceh terus membangun, dibalut semangat bangkit dari nestapa massal akhir 2004.
PON 2024 pun tidak bisa dimaknai semata dari kacamata olahraga, karena ini juga momen penegasan tentang tekad dan energi bangkit masyarakat Aceh.
PON ini juga bisa dimaknai sebagai perayaan untuk sukses bangkit melewati bencana dahsyat, seperti Jepang memaknai Olimpiade 2020 sebagai perayaan untuk bangkitnya mereka setelah ditimpa tsunami yang juga dipicu gempa megathrust bawah laut pada 2011.
Tapi selebrasi ini tentunya bukan perayaan yang melupakan tragedi 20 tahun silam. Sebaliknya, menjadi pengingat sehingga Indonesia terus bersiap menghadapi bencana alam di masa depan.
Itu pula pesan di balik monumen-monumen tsunami di Aceh, termasuk Museum Tsunami Aceh yang tak jauh dari Stadion Harapan Bangsa, tempat PON 2024 dibuka oleh Presiden Joko Widodo, hari ini.
Pesan itu demikian penting, terutama oleh fakta bahwa Indonesia berada di Cincin Api Pasifik yang sarat bencana, dari letusan gunung berapi, gempa bumi, sampai tsunami.
Oleh karena itu, PON 2024 adalah juga tentang setia mengingat bencana alam 2004 sehingga bangsa ini tak pernah lengah menghadapi kemungkinan timbulnya bencana di kemudian masa.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
PON kali ini diwarnai dengan hal baru, yakni pertama kali digelar di dua provinsi. Selain di Aceh, PON XXI juga diselenggarakan di Sumatera Utara.
Banda Aceh menjadi kota keempat di Pulau Sumatera setelah Medan, Palembang dan Pekanbaru, yang menggelar perhelatan olahraga terbesar di tanah air itu.
Sejak digelar pertama kali di Solo pada 1948, baru kali PON mewujudkan secara harfiah semangat satu Indonesia seperti diserukan lagu "Dari Sabang Sampai Merauke" ciptaan R. Soerarjo pada 1961.
Tiga tahun lalu, Merauke di ujung timur Indonesia sudah lebih dulu menggelar PON, bersama Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, dan Mimika.
Kini, bersama Banda Aceh, Sabang di ujung barat Indonesia, melengkapi semangat dalam lagu ciptaan Soerajo itu.
PON 2024 juga menjadi perlambang untuk kebangkitan Indonesia, dan Aceh khususnya, setelah 20 tahun lalu diterjang bencana dahsyat yang tak saja menghancurkan Aceh dan membuat nestapa Indonesia, tapi juga membangkitkan solidaritas global.
Minggu pagi tanggal 26 Desember 2004, gempa bumi bermagnitudo 9,1 mengguncang Aceh dan sejumlah negara di Asia, termasuk Sri Lanka, India, Myanmar dan Thailand.
Itu adalah gempa dengan skala paling tinggi yang terjadi 1-3 kali dalam setiap seratus tahun. Skala gempa sebesar itu setara dengan 9,3 teraton (9,3 juta megaton) ledakan TNT.
Kekuatan sedahsyat itu setara dengan 620 ribu kali ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki di Jepang menjelang akhir Perang Dunia Kedua, yang meluluhlantakkan dua kota itu dan menewaskan total 246 ribu orang.
Dalam skenario gempa seekstrem itu, semua bangunan akan rata dengan tanah, sementara topografi tanah berubah total. Bayangkan, jika pusat gempa 2004 itu berada di daratan.
Gempa bumi megathrust bawah laut, yang disebut sebagai Gempa Bumi Sumatera-Andaman itu dipicu oleh rekahan sepanjang patahan Lempeng Burma dan Lempeng Hindia. Gempa bumi itu memicu tsunami setinggi 30 meter, atau 12 kali tinggi net olahraga bola voli.
286.000 orang di 14 negara meninggal dunia akibat tsunami itu, termasuk 221.000 yang meninggal atau hilang di Aceh, sampai kemudian dianggap sebagai bencana alam paling dahsyat sejak pencatatan skala bencana alam diperkenalkan.
Bantuan dari seluruh dunia mengalir ke negara-negara yang ditimpa tsunami 2004 itu, yang angkanya mencapai 14 miliar dolar yang jika disesuaikan dengan nilai kurs 2023 mencapai 23 miliar dolar AS (Rp355 triliun).
7 miliar dolar AS di antaranya, yang berasal dari pemerintah Indonesia dan donor-donor internasional, mengalir ke Aceh.
Perlu waktu lama bagi Aceh untuk memulihkan diri dari bencana itu, tapi dalam kurun delapan tahun Aceh pulih setelah menjalani proses rekonstruksi panjang nan berjenjang yang dipuji komunitas global, termasuk Bank Dunia.
Ada banyak hal positif yang muncul dari bencana itu, tetapi yang paling penting mungkin ada dua.
Pertama, Indonesia menjadi memiliki sistem tanggap bencana yang lebih efektif dan cepat, yang terbukti sangat penting mengingat kondisi geografis Indonesia membuatnya harus siap menghadapi bencana alam di masa mendatang.
Dengan siap menghadapi bencana, Indonesia bisa menyelamatkan banyak nyawa dan mengelola biaya rekonstruksi yang lebih efektif serta terarah, ketika bencana terjadi lagi.
Aceh telah memberikan pelajaran sangat penting, berupa pengalaman dan pengetahuan sangat berharga kepada Indonesia dan bahkan dunia, mengenai apa yang seharusnya dilakukan ketika bencana terjadi, dan bagaimana bersiap menghadapinya.
Hal penting kedua adalah terciptanya perdamaian di Aceh yang selama hampir tiga dekade diamuk konflik yang merenggut sekitar 15.000 korban jiwa dan membuat provinsi ini terisolasi dari daerah-daerah lain di Indonesia sehingga menghambat pembangunan ekonomi di sana.
Kini Aceh memacu kembali roda perekonomian mereka sehingga bisa berlari sama kencang dengan daerah-daerah lain di Indonesia.
Ada banyak petunjuk kemajuan provinsi ini semakin baik dari waktu ke waktu. Salah satunya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang terus membaik, seperti ditunjukkan dalam laporan Badan Pusat Statistik pada Mei 2024.
Selebrasi sekaligus pengingat
Dari laporan BPS itu tersingkap bahwa IPM Provinsi Aceh pada 2023 mencapai 74,70, naik 0,59 poin dari tahun sebelumnya.
Ini merupakan penegasan untuk fakta bahwa sejak 2016, Aceh telah menempatkan diri sebagai wilayah dengan status pembangunan manusia yang "tinggi", yang disebut BPS sebagai babak baru dalam pembangunan kualitas manusia di Aceh.
Standar hidup layak, dengan indikator pengeluaran per kapita yang disesuaikan, juga meninggi, menjadi Rp 10,334 juta per kapita per tahun, dari Rp9,963 juta pada 2022.
Menurut BPS, kualitas manusia di kabupaten-kabupaten dan kota di Aceh terus meningkat dari tahun ke tahun. Sejak 2013, sudah tidak ada lagi kabupaten dan kota di Aceh yang memiliki status pembangunan manusia tergolong "rendah".
Itu hanya salah satu contoh tentang sudah berubah besarnya Aceh sejak gempa-tsunami 2004. Aceh terus membangun, dibalut semangat bangkit dari nestapa massal akhir 2004.
PON 2024 pun tidak bisa dimaknai semata dari kacamata olahraga, karena ini juga momen penegasan tentang tekad dan energi bangkit masyarakat Aceh.
PON ini juga bisa dimaknai sebagai perayaan untuk sukses bangkit melewati bencana dahsyat, seperti Jepang memaknai Olimpiade 2020 sebagai perayaan untuk bangkitnya mereka setelah ditimpa tsunami yang juga dipicu gempa megathrust bawah laut pada 2011.
Tapi selebrasi ini tentunya bukan perayaan yang melupakan tragedi 20 tahun silam. Sebaliknya, menjadi pengingat sehingga Indonesia terus bersiap menghadapi bencana alam di masa depan.
Itu pula pesan di balik monumen-monumen tsunami di Aceh, termasuk Museum Tsunami Aceh yang tak jauh dari Stadion Harapan Bangsa, tempat PON 2024 dibuka oleh Presiden Joko Widodo, hari ini.
Pesan itu demikian penting, terutama oleh fakta bahwa Indonesia berada di Cincin Api Pasifik yang sarat bencana, dari letusan gunung berapi, gempa bumi, sampai tsunami.
Oleh karena itu, PON 2024 adalah juga tentang setia mengingat bencana alam 2004 sehingga bangsa ini tak pernah lengah menghadapi kemungkinan timbulnya bencana di kemudian masa.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024