Blok ekonomi BRICS yang baru saja menyelenggarakan pertemuan puncak ke-16 di Kazan, Rusia, pada 22-24 Oktober 2024, kembali menarik perhatian dunia, terutama terkait rencana pembentukan mata uang cadangan baru.
BRICS merupakan kelompok ekonomi negara berkembang yang awalnya terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, kini bertambah mencakup Iran, Mesir, Ethiopia, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Mata uang BRICS merupakan konsep mata uang lokal yang tengah direncanakan negara anggota BRICS untuk perdagangan dan investasi antar negara anggota.
Berdasarkan Deklarasi Kazan, yang dikeluarkan pada akhir pertemuan puncak ke-16, anggota BRICS menyadari manfaat luas dari instrumen pembayaran lintas batas yang lebih cepat, berbiaya lebih rendah, lebih efisien, transparan, aman, dan inklusif berdasarkan minimalisasi hambatan perdagangan dan memastikan akses non-diskriminatif.
"Kami menyambut baik penggunaan mata uang lokal dalam transaksi keuangan antara negara-negara BRICS dan mitra dagang mereka. Kami mendorong penguatan jaringan perbankan koresponden dan memungkinkan penyelesaian dalam mata uang lokal," tulis deklarasi tersebut.
Mata uang BRICS yang potensial akan memungkinkan negara-negara ini untuk menegaskan kemandirian ekonomi mereka sambil bersaing dengan sistem keuangan internasional yang ada.
Melansir Nasdaq, negara-negara BRICS hingga kini belum memiliki mata uang digital spesifik mereka sendiri, tetapi sistem pembayaran berbasis blockchain BRICS sedang dalam tahap pengerjaan.
Platform ini akan menghubungkan sistem keuangan negara-negara anggota menggunakan gateway pembayaran untuk penyelesaian dalam mata uang digital bank sentral.
Adapun tujuan rencana dibentuknya mata uang BRICS, mendorong untuk mengurangi dominasi mata uang dolar Amerika Serikat (AS) dalam perdagangan internasional dan memperkuat pengaruh ekonomi mereka.
Hal ini lantaran didorong oleh ketidakstabilan keuangan global baru-baru ini dan kebijakan luar negeri AS yang agresif, dan telah meningkatkan ketegangan di antara blok tersebut.
Sistem saat ini didominasi oleh dolar AS, yang mencakup sekitar 90 persen dari semua perdagangan mata uang. Kebiasaan itu menyebabkan negara-negara yang bergantung pada dolar AS harus mengikuti yurisdiksi Amerika Serikat agar dapat menghindari sanksi dari negara-negara Barat.
Oleh karena itu, pembentukan mata uang BRICS sebagai upaya penurunan permintaan atau yang dikenal sebagai de-dolarisasi untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap dolar AS.
Negara-negara BRICS tidak secara langsung menolak dolar AS, tetapi sedang mempersiapkan alternatif jika akses terhadap dolar AS terus dibatasi. Hal ini disampaikan Presiden Rusia Putin dalam KTT BRICS ke-16.
"Dolar tetap merupakan alat yang paling penting dalam keuangan global, namun menggunakannya sebagai senjata politik akan merusak kepercayaan terhadap mata uang ini," ujar Putin, dikutip dari Financial Express.
Dengan mengeksplorasi mata uang alternatif untuk perdagangan, BRICS berupaya mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh tindakan politik tersebut.
Menurut Putin, penggunaan dolar sebagai senjata akan mempercepat transisi ke struktur keuangan baru, yang mengisyaratkan bahwa blok BRICS sedang bergerak menuju "sistem ekonomi yang lebih adil."
Melansir Sputnik, jika gagasan mata uang tunggal BRICS terwujud, Bank Pembangunan Baru (NDB) lembaga keuangan negara-negara anggota BRICS, dapat menjadi semacam clearing center yang akan menyederhanakan masalah pembayaran untuk pengiriman barang bersama, menurut Kementerian Keuangan Rusia Anton Siluanov.
Mata uang digital BRICS yang potensial dapat memungkinkan blok BRICS untuk melewati jaringan keuangan Barat, menawarkan cara baru untuk melakukan perdagangan tanpa bergantung pada dolar AS.
Bahkan, beberapa usulan menyarankan untuk mendukung mata uang BRICS dengan emas, yang dapat memberikan stabilitas dan mengurangi risiko yang terkait dengan inflasi mata uang fiat.
Meski demikian, mata uang BRICS masih dikembangkan dan belum ada pengumuman resmi tentang peluncurannya. Hingga saat ini, anggota BRICS masih menggunakan mata uang nasional masing-masing untuk transaksi perdagangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024
BRICS merupakan kelompok ekonomi negara berkembang yang awalnya terdiri dari Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, kini bertambah mencakup Iran, Mesir, Ethiopia, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Mata uang BRICS merupakan konsep mata uang lokal yang tengah direncanakan negara anggota BRICS untuk perdagangan dan investasi antar negara anggota.
Berdasarkan Deklarasi Kazan, yang dikeluarkan pada akhir pertemuan puncak ke-16, anggota BRICS menyadari manfaat luas dari instrumen pembayaran lintas batas yang lebih cepat, berbiaya lebih rendah, lebih efisien, transparan, aman, dan inklusif berdasarkan minimalisasi hambatan perdagangan dan memastikan akses non-diskriminatif.
"Kami menyambut baik penggunaan mata uang lokal dalam transaksi keuangan antara negara-negara BRICS dan mitra dagang mereka. Kami mendorong penguatan jaringan perbankan koresponden dan memungkinkan penyelesaian dalam mata uang lokal," tulis deklarasi tersebut.
Mata uang BRICS yang potensial akan memungkinkan negara-negara ini untuk menegaskan kemandirian ekonomi mereka sambil bersaing dengan sistem keuangan internasional yang ada.
Melansir Nasdaq, negara-negara BRICS hingga kini belum memiliki mata uang digital spesifik mereka sendiri, tetapi sistem pembayaran berbasis blockchain BRICS sedang dalam tahap pengerjaan.
Platform ini akan menghubungkan sistem keuangan negara-negara anggota menggunakan gateway pembayaran untuk penyelesaian dalam mata uang digital bank sentral.
Adapun tujuan rencana dibentuknya mata uang BRICS, mendorong untuk mengurangi dominasi mata uang dolar Amerika Serikat (AS) dalam perdagangan internasional dan memperkuat pengaruh ekonomi mereka.
Hal ini lantaran didorong oleh ketidakstabilan keuangan global baru-baru ini dan kebijakan luar negeri AS yang agresif, dan telah meningkatkan ketegangan di antara blok tersebut.
Sistem saat ini didominasi oleh dolar AS, yang mencakup sekitar 90 persen dari semua perdagangan mata uang. Kebiasaan itu menyebabkan negara-negara yang bergantung pada dolar AS harus mengikuti yurisdiksi Amerika Serikat agar dapat menghindari sanksi dari negara-negara Barat.
Oleh karena itu, pembentukan mata uang BRICS sebagai upaya penurunan permintaan atau yang dikenal sebagai de-dolarisasi untuk mengurangi ketergantungan mereka terhadap dolar AS.
Negara-negara BRICS tidak secara langsung menolak dolar AS, tetapi sedang mempersiapkan alternatif jika akses terhadap dolar AS terus dibatasi. Hal ini disampaikan Presiden Rusia Putin dalam KTT BRICS ke-16.
"Dolar tetap merupakan alat yang paling penting dalam keuangan global, namun menggunakannya sebagai senjata politik akan merusak kepercayaan terhadap mata uang ini," ujar Putin, dikutip dari Financial Express.
Dengan mengeksplorasi mata uang alternatif untuk perdagangan, BRICS berupaya mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh tindakan politik tersebut.
Menurut Putin, penggunaan dolar sebagai senjata akan mempercepat transisi ke struktur keuangan baru, yang mengisyaratkan bahwa blok BRICS sedang bergerak menuju "sistem ekonomi yang lebih adil."
Melansir Sputnik, jika gagasan mata uang tunggal BRICS terwujud, Bank Pembangunan Baru (NDB) lembaga keuangan negara-negara anggota BRICS, dapat menjadi semacam clearing center yang akan menyederhanakan masalah pembayaran untuk pengiriman barang bersama, menurut Kementerian Keuangan Rusia Anton Siluanov.
Mata uang digital BRICS yang potensial dapat memungkinkan blok BRICS untuk melewati jaringan keuangan Barat, menawarkan cara baru untuk melakukan perdagangan tanpa bergantung pada dolar AS.
Bahkan, beberapa usulan menyarankan untuk mendukung mata uang BRICS dengan emas, yang dapat memberikan stabilitas dan mengurangi risiko yang terkait dengan inflasi mata uang fiat.
Meski demikian, mata uang BRICS masih dikembangkan dan belum ada pengumuman resmi tentang peluncurannya. Hingga saat ini, anggota BRICS masih menggunakan mata uang nasional masing-masing untuk transaksi perdagangan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2024