Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, mengatakan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Sadai akan beralih dari sistem pembuangan terbuka (open dumping) menjadi sistem pengolahan terpadu.

"TPA Gunung Sadai akan menuju TPA dengan sistem pengolahan sampah terpadu," kata Kepala DLH Belitung, Yasa di Tanjungpandan, Jumat.

Menurut dia, TPA Gunung Sadai sebelumnya mendapatkan peringatan (warning) dari Kementerian Lingkungan Hidup karena masih menggunakan sistem pembuangan (open dumping).

"TPA Gunung Sadai Belitung masuk dalam daftar 306 kabupaten dan provinsi di Indonesia yang mendapatkan warning dari KLH karena pengolahan sampah di TPA masih menggunakan open dumping," ujarnya.

Ia mengatakan, saat ini TPA dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) sudah dilarang dan tidak diperbolehkan lagi karena berpotensi menyebabkan berbagai masalah lingkungan mulai dari pencemaran udara, pencemaran air tanah, hingga merusak ekosistem lokal.

Untuk itu, DLH Belitung telah menyampaikan peta jalan (road map) pengolahan sampah di Belitung untuk dua tahun ke depan yang telah ditandatangani oleh Bupati Belitung dan diserahkan atau disampaikan kepada Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) di Jakarta.

Yasa menjelaskan, Bupati Belitung Djoni Alamsyah, Wakil Bupati Belitung, Syamsir, dan Pj Sekretaris Daerah Kabupaten Belitung, Marzuki juga telah melakukan peninjauan langsung ke lokasi TPA Gunung Sadai.

Disampaikan, untuk jangka pendek TPA Gunung Sadai akan beralih dari sistem pembuangan terbuka menjadi sistem sanitary landfiil.

"Jadi sampah-sampah itu ditutup diratakan dengan tanah dan pasir, ini upaya jangka pendek. Sedangkan jangka menengah dan panjang mau tidak mau kami akan berbicara soal pengolahan sampah secara terpadu," ujarnya.

Ia menambahkan, pengolahan sampah terpadu adalah mengolah sampah mulai dari hulu yang telah dipisahkan dari sumber-sumbernya, sampai pengolahan di hilirnya atau tempat pembuangan akhir dengan menggunakan alat dan teknologi yang canggih.

"Konsep pengolahan sampah terpadu adalah dari hulu sampai ke hilir. Jadi di hulunya sampah itu sudah dipisahkan," ujarnya.

Yasa menyayangkan, saat ini banyak masyarakat di daerah itu yang membuang sampah masih dengan cara dicampur atau tidak dipilah dan dipisahkan terlebih dahulu.

"Sampah organik, anorganik, plastik, kertas disamakan atau digabung bahkan limbah berbahaya bekas pecahan juga digabung," katanya.

Ia menjelaskan, hal ini tidak boleh lagi dilakukan dan sudah seharusnya masyarakat mulai memilah dan memisahkan sampah dari rumahnya masing-masing sebelum dibuang.

Selain itu, lanjut dia, DLH Belitung juga mendorong masyarakat untuk memanfaatkan keberadaan bank sampah, sehingga sampah yang telah dipilah dan dipisahkan tersebut memiliki nilai tambah.

"Misalkan bekas kaleng, bekas kardus, botol plastik sudah ada masing-masing di bank sampah bisa dipisahkan," ujarnya.

Oleh karena itu, DLH Belitung terus mendorong agar setiap kelurahan dan desa di daerah itu membentuk bank sampah. 

Dikatakan Yasa, Memang ada kelurahan atau desa yang membentuk bank sampah dan memiliki tempat pengolahan sampah terpadu namun ada yang sudah jalan dan ada yang tidak.

"Pengolahan sampah harus melibatkan partisipasi aktif seluruh masyarakat bukan menjadi tugas DLH Belitung saja. Semua elemen, semua unsur, dan semua pemangku kepentingan (stakeholders) harus terlibat dalam pengolahan sampah," katanya.

Pewarta: Apriliansyah

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2025