Suasana kaku terasa saat rombongan Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Kabupaten Bangka Barat yang dipimpin Bupati Parhan Ali dan Kapolres AKBP Hendro Kusmayadi datang ke pantai Lampumerah, Tempilang.

Sejumlah penambang liar bijih timah sedang bersantai di kedai dan teras rumah kaget tegang mendapatkan kunjungan dari para pejabat daerah selama sekitar 15 menit.

Di tengah laut yang jaraknya sekitar 300 meter dari bibir pantai puluhan ponton tambang liar bijih timah mengepulkan asap hitam tebal menandakan sedang beroperasi mengeruk bijih timah yang terkandung di dalam laut membuat air laut berwarna hijau bercampur coklat pucat.

Puluhan petugas keamanan yang dikerahkan Polres dan Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Bangka Barat mondar-mandir berjaga mengantisipasi berbagai kemungkinan yang tidak diinginkan.

Blusukan Bupati Parhan Ali dan Kapolres Hendro membawa angin segar bagi masyarakat Tempilang yang selama ini tidak bisa melaut karena hasil tangkapan terus merosot sejak maraknya tambang liar bijih timah berada di Laut Tempilang.

Setelah berbincang sejenak dengan pengurus tambang liar, Kapolres Hendro mengajak perwakilan penambang untuk melakukan "betason" atau musyawarah dengan pejabat pemkab dan perwakilan warga di Kantor Camat Tempilang.

Di sepanjang jalan, para nelayan dari beberapa desa yang dilalui bupati dan mengetahui kunjungan tersebut secara spontan menggunakan kendaraan masing-masing mengikuti rombongan menuju kantor camat.

"Ini saat yang ditunggu," kata Koordinator Forum Nelayan Bangka (Formnebak) wilayah Kabupaten Bangka Barat, Suhaidir Kojek begitu tiba di halaman Kantor Camat Tempilang.

Kunjungan singkat yang dilakukan bupati dan pejabat di Pantai Lampumerah, Tempilang merupakan tindaklanjut laporan masyarakat terkait maraknya penambangan liar bijih timah di wilayah tangkap nelayan.

"Kami berharap musyawarah berjalan lancar dan pemerintah tetap berpihak pada nelayan," kata dia.

Usai menjalankan shalat Ashar, Camat Tempilang Masran membuka musyawarah dan menyilakan para warga memberikan masukan kepada bupati dan kapolres.

Tiga orang warga menyampaikan keluh kesah yang selama ini dipendam akibat beroperasinya tambang liar di perairan Tempilang.

"Mengapa orang meracun di laut dilarang, mengapa orang melakukan bom di laut dilarang, sementara limbah dari tambang yang beracun tidak ada yang bisa melarang, kondisi laut kami sudah rusak, laut kami tercemar dan penghasilan kami bukan hanya berkurang tapi turun drastis, kondisi kami semakin tercekik, kepada siapa lagi kami mengadu, untuk itu kami minta agar penambangan di laut perairan Tempilang dihentikan," kata nelayan Desa Tanjungniur, Basan.

Kalimat yang keluar terbata-bata karena emosional menahan marah yang keluar dari mulut Basan disambut gemuruh tepuk tangan sebagian besar warga yang hadir dalam pertemuan tersebut.

Nelayan Kelompok Bintanglaut Tempilang, Masdianto mengungkapkan pendapatan nelayan terus berkurang, bahkan hasil tangkapan tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari.

"Kami seluruh nelayan Tempilang minta tambang tetap dihentikan secara permanen," katanya.

Karsan, nelayan Desa Tanjungniur juga mengungkapkan hal senada, penghasilan terus berkurang karena aktivitas tambang tersebut.

"Para penambang bisa mendirikan masjid dan membantu biaya pembangunan fisik lainnya tetapi nelayan semakin tercekik karena tidak bisa mencari ikan, selama ini nelayan terus bersabar tetapi tetap tidak ada penyelesaian," kata dia.

Ia berharap tambang yang tidak ramah lingkungan tersebut dihentikan permanen agar kelestarian laut terjaga dan nelayan bisa mencari ikan dengan aman dan nyaman.

Pengurus tambang Marsad juga angkat bicara, menurut dia penambangan yang dilakukan merupakan tuntutan kebutuhan ekonomi para penambang.

"Kami selama ini banyak membantu warga dengan membantu pembangunan masjid, bantuan janda, PAUD, kegiatan kepemudaan dan lainnya. Kami juga membuka pintu bagi warga yang ingin bermusyawarah agar tambang dan nelayan bisa hidup berdampingan dan bekerjasama," kata dia.

Ia mengakui, aktivitas penambangan yang dilakukan ilegal, namun pengurus juga tidak bisa berbuat banyak karena faktor kebutuhan hidup penambang dan keluarganya.

Menanggapi permasalahan tersebut, Bupati Parhan Ali mengatakan untuk menghentikan aktivitas tambang liar saat ini merupakan wewenang dari Pemerintah Provinsi bukan di Kabupaten lagi.

"Jalan terbaik dari saya begini. Limbah itu coba jangan dibuang di laut begitu ya, jadi penambang harus hati-hatilah apalagi yang menambang adalah orang luar daerah, jadi para penambang dari luar harus memikirkan para nelayan lokal yang merupakan penduduk asli Tempilang, jangan sampai membuat kehidupan nelayan di sini menjadi terusik," kata Parhan.

Selain merugikan nelayan, tindak kriminal antara sesama penambang juga sering terjadi di daerah itu dan dikhawatirkan ke depan akan melibatkan warga lokal.

"Saya dengar juga ada kejadian kekerasan sampai ada saling bunuh antarpenambang, jadi saya berpendapat tambang liar ini dihentikan karena kita ingin menjaga kekompakan, keamanan dan ketertiban di Kecamatan Tempilang, saya tau masyarakat di sini mayoritas sebagai nelayan, bukan penambang," kata Parhan disambut riuh tepuk tangan warga.

Penghentian aktivitas tambang merupakan jalan terbaik untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di daerah itu yang sebagian besar warga lokalnya berprofesi sebagai nelayan.

Ia mengatakan, pekerja tambang sebagian besar orang dari luar daerah, sedangkan ponton yang digunakan dahulu pernah diusir dari Kabupaten Bangka Selatan dan pindah lokasi menambang di Laut Tempilang, sebagian adalah penambang yang diusir dari perairan Muntok dan berpindah ke lokasi tersebut.

Kapolres Bangka Barat, AKBP Hendro Kusmayadi mendukung keinginan bupati dan menegaskan agar aktivitas penambangan di Laut Tempilang dihentikan.

"Kepada para penambang mulai besok agar tidak melakukan penambangan lagi, saat ini kami akan melakukan secara persuasif, namun jika dalam waktu yang sudah ditentukan masih ditemukan adanya penambangan liar, maka akan dilakukan penertiban secara gabungan," katanya.

Ia mengatakan, aktivitas penambangan terjadi sudah cukup lama dan sempat dihentikan, namun hanya bertahan sekitar 12 hari, setelah itu beroperasi lagi.

"Kami tetap akan mengedepankan edukasi dalam menghentikan aktivitas tersebut, penegakan hukum tidak bisa secara keras untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, kami harap nelayan tetap sabar agar tidak terjadi gesekan," katanya.

Wajah berseri dari warga yang hadir dalam musyawarah tersebut, mereka menyalami para pejabat yang hadir sebagai ungkapan terima kasih atas ketegasan yang sudah diambil untuk menghentikan penambangan tersebut.

Warga lega akhirnya keputusan yang ditunggu-tunggu selama ini tetap berpihak pada mereka, harapan kembali muncul dari mereka yang selama ini merasa tersisihkan dan terpinggirkan.

Kesabaran warga membuahkan hasil, penambangan liar yang selama ini hanya dinikmati kelompok tertentu, merugikan nelayan dan menghancurkan kelestarian laut di perairan Tempilang akhirnya dihentikan.

Keseriusan bupati dan kapolres menghentikan penambangan liar di lokasi itu mendapatkan apresiasi positif Koordinator Forum Nelayan Bangka (Formnebak) wilayah Bangka Barat, Suhaidir Kojek.

"Kami berharap bisa permanen agar nelayan bisa kembali melaut sekaligus kelestarian laut tetap terjaga," kata dia.

Apakah keputusan yang sudah diambil bupati berdasarkan "betason" seluruh pihak serta ketegasan dan keseriusan kapolres dalam menghentikan penambangan di lokasi itu ditaati para penambang.

Atau seperti sebelum-sebelumnya, para penambang tetap mengabaikan nilai-nilai kearifan lokal dari budaya "betason" dan hanya berhenti dua tiga hari kemudian melanjutkan aktivitas seperti biasa dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi?

Pewarta: Donatus Dasapurna Putranta

Editor : Mulki


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016