Terdapat persepsi di masyarakat bahwa Muhammadiyah tidak merayakan Maulid Nabi Muhammad saw. karena dianggap sebagai bid’ah. Anggapan ini berkembang seiring pandangan bahwa peringatan kelahiran Nabi tidak memiliki dasar yang kuat dalam ajaran Islam.

Namun, Majelis Tarjih dan sejumlah pucuk pimpinan Muhammadiyah menegaskan bahwa pandangan tersebut tidak sepenuhnya akurat. Muhammadiyah tidak menolak peringatan Maulid Nabi, tetapi menekankan agar pelaksanaannya tidak bertentangan dengan prinsip ajaran Islam.

Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai pandangan Muhammadiyah terkait peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Hukum maulid menurut Muhammadiyah Ijtihadiyah boleh tapi tak wajib

Majelis Tarjih PP Muhammadiyah menyatakan bahwa tidak ditemukan dalil tegas yang memerintahkan maupun melarang perayaan Maulid Nabi. Karena itu, hukum memperingatinya dikategorikan sebagai ijtihadiyah yakni berada dalam ranah pilihan pribadi atau komunitas, bukan kewajiban agama.

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, menyatakan bahwa sekali masyarakat memandang perlu menyelenggarakannya, maka harus dijalankan dengan memperhatikan aspek kebermanfaatan, menghindari bid’ah, syirik, atau pemujaan berlebihan terhadap Nabi Muhammad SAW.

Baca juga: Sejarah Kota Mekkah sebagai tempat kelahiran Nabi Muhammad SAW

Baca juga: 10 mukjizat Nabi Muhammad SAW, dari Al-Qur'an hingga belah bulan

Cara Muhammadiyah memaknai dan memperingati Maulid Nabi

Menurut sumber resmi, organisasi ini tidak merayakan Maulid Nabi secara seremonial khas seperti kebanyakan tradisi Islam lainnya. Namun, mereka meramaikannya melalui dakwah seperti pengajian atau tabligh tanpa ritual atau seremoni yang bisa mengandung unsur bid’ah.

Selain itu, Muhammadiyah mendorong adanya kegiatan sosial sebagai bentuk konkret meneladani akhlak Nabi seperti santunan, pengobatan gratis, atau berbagi makanan sebagai bentuk dakwah kasih dan kepedulian.

Sejak kapan tradisi dan instruksi formal Muhammadiyah?

Ternyata Muhammadiyah telah menerapkan peringatan Maulid Nabi sebagai tradisi internal sejak dahulu. Pada tahun 1976, PP Muhammadiyah mengeluarkan instruksi agar Pimpinan Daerah dan Cabang menyelenggarakan Maulid Nabi. Bahkan Ketua PP kala itu KH A.R. Fachruddin mengingatkan bahwa pelaksanaannya tidak harus di tanggal 12 Rabiul Awal dan tidak perlu ritual baku.

Sehingga meski dianggap bukan ritual agama wajib, peringatan Maulid sudah menjadi bagian tradisi Muhammadiyah yang fleksibel dan berbasis kemaslahatan.

Kesimpulan Muhammadiyah tidak anti Maulid tapi bijak dalam praktik

• Muhammadiyah tidak melarang peringatan Maulid tetapi juga tidak mewajibkannya, statusnya adalah mubah atau boleh dilakukan.

• Jika dilaksanakan harus berbasis kemanfaatan, dakwah, dan tanpa tradisi bid’ah atau syirik.

• Cara peringatan khas organisasi adalah pengajian, dakwah, dan kegiatan sosial, bukan seremoni ritualistik.

• Sejarah menunjukkan bahwa perayaan Maulid telah menjadi tradisi Muhammadiyah yang adaptif dan ijtihadiyah, bukan reaksi penolakan.

Dengan demikian, pemberitaan bahwa Muhammadiyah tidak merayakan Maulid Nabi sering kali disalahpahami. Pandangan ini muncul karena perbedaan cara memaknai peringatan tersebut dalam tradisi keagamaan.

Faktanya, Muhammadiyah bersikap moderat dan kontekstual. Organisasi ini mengakui nilai Maulid sebagai momentum dakwah, tetapi menghindari ritual yang berpotensi menyimpang dari ajaran agama. Prinsip yang dipegang adalah berkaji, berdakwah, dan beramal tanpa berlebihan.

Baca juga: Sederet keistimewaan yang dimiliki Nabi Muhammad SAW

Baca juga: 8 keutamaan membaca shalawat saat Maulid Nabi 2025/1447H

Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap

Editor : Bima Agustian


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2025