Tanjung Gusta, Sumatera Utara (Antara Babel) - Presiden Joko Widodo akan
mengundang perwakilan masyarakat adat dari Aliansi Masyarakat Adat
Nusantara (AMAN) ke Istana Negara untuk membahas hasil Kongres
Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) V.
"Beliau ingin mendengar sendiri hasil kongres nanti langsung dari panitia dan perwakilan masyarakat adat di provinsi," kata Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki usai pembukaan KMAN V di Kampung Tanjung Gusta, Sumatera Utara, Jumat.
Sebelumnya Presiden dijadwalkan membuka kongres itu. Menurut Teten, Presiden batal hadir karena persoalan teknis, dan untuk itu Presiden akan mengundang masyarakat adat ke Istana.
Kongres KMAN V dibuka oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mewakili Presiden Jokowi.
Saat ditanya siapa saja yang akan hadir berdialog dengan Presiden nanti, Teten mengatakan akan menyerahkannya kepada AMAN. Yang jelas pertemuan tersebut akan diusahakan dapat terlaksana pekan depan.
Terkait dengan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) masyarakat adat, menurut dia, Presiden lebih senang jika tugas-tugas yang hendak diberikan kepada satgas dikerjakan langsung oleh kementerian terkait.
Pembentukan satgas, menurut dia, tidak akan terlalu efektif menyelesaikan persoalan masyarakat adat, dan jika alasannya soal ego sektoral sehingga berpikir membuat satgas, persoalannya tidak akan selesai dengan sebuah badan yang statusnya lebih rendah dari kementerian.
Sekjen AMAN Abdon Nababan dalam pembukaan KMAN V mengatakan mendengar suara ketakutan dari pihak tertentu bahwa pengakuan terhadap masyarakat adat justru akan membuat mereka mendirikan negara baru.
"Kalau begitu ada 1.128 negara jadinya, dan itu jelas tidak mungkin. Pengakuan terhadap keberadaan kami justru berarti negara menerima kami," ujar dia.
Ia menyebut tahun 2017 menjadi akhir tahun dialog bagi masyarakat adat.
"Kongres akan memutuskan dan mudah-mudahan tidak kembali ke jalur konfrontasi. Kami mau tetap berdialog tetapi semua penyelesaian terkait masyarakat adat harus dipercepat," katanya.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35 Tahun 2012 yang menyatakan Hutan Adat bukan hutan negara sudah berjalan empat tahun. Ia menyayangkan hingga saat ini baru 13.122,3 hektare (ha) lahan yang ditetapkan sebagai Hutan Adat.
"Tapi kami masih percaya Presiden Joko Widodo, paling tidak sampai kongres nanti dilaksanakan (18-19 Maret 2017). Semoga kami masih bisa kerja sama dengan konkret dan lebih cepat," katanya.
Sementara itu, Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan pengakuan resmi negara atas Hutan Adat oleh Presiden di Istana untuk sembilan kelompok masyarakat hukum adat pada akhir 2016, bukanlah bagian akhir perjuangan.
Pengakuan resmi Hutan Adat oleh negara tersebut merupakan rangkaian kebijakan hutan sosial yang menjadi kebijakan Presiden Jokowi yang telah ditegaskan implementasinya pada rapat terbatas tanggal 21 September 2016.
Dalam kebijakan hutan sosial itu tercatat hasilnya hingga akhir Februari 2017 telah dilakukan penetapan areal kerja hutan sosial seluas 1.672 juta ha dan izin/akses/mou seluas 825.000 ha.
Peruntukannya adalah hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, dan kemitraan yang semuanya meliputi sekitar 4.872 kelompok yang merangkum sekitar 146.318 Kepala Keluarga (KK).
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017
"Beliau ingin mendengar sendiri hasil kongres nanti langsung dari panitia dan perwakilan masyarakat adat di provinsi," kata Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki usai pembukaan KMAN V di Kampung Tanjung Gusta, Sumatera Utara, Jumat.
Sebelumnya Presiden dijadwalkan membuka kongres itu. Menurut Teten, Presiden batal hadir karena persoalan teknis, dan untuk itu Presiden akan mengundang masyarakat adat ke Istana.
Kongres KMAN V dibuka oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya mewakili Presiden Jokowi.
Saat ditanya siapa saja yang akan hadir berdialog dengan Presiden nanti, Teten mengatakan akan menyerahkannya kepada AMAN. Yang jelas pertemuan tersebut akan diusahakan dapat terlaksana pekan depan.
Terkait dengan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) masyarakat adat, menurut dia, Presiden lebih senang jika tugas-tugas yang hendak diberikan kepada satgas dikerjakan langsung oleh kementerian terkait.
Pembentukan satgas, menurut dia, tidak akan terlalu efektif menyelesaikan persoalan masyarakat adat, dan jika alasannya soal ego sektoral sehingga berpikir membuat satgas, persoalannya tidak akan selesai dengan sebuah badan yang statusnya lebih rendah dari kementerian.
Sekjen AMAN Abdon Nababan dalam pembukaan KMAN V mengatakan mendengar suara ketakutan dari pihak tertentu bahwa pengakuan terhadap masyarakat adat justru akan membuat mereka mendirikan negara baru.
"Kalau begitu ada 1.128 negara jadinya, dan itu jelas tidak mungkin. Pengakuan terhadap keberadaan kami justru berarti negara menerima kami," ujar dia.
Ia menyebut tahun 2017 menjadi akhir tahun dialog bagi masyarakat adat.
"Kongres akan memutuskan dan mudah-mudahan tidak kembali ke jalur konfrontasi. Kami mau tetap berdialog tetapi semua penyelesaian terkait masyarakat adat harus dipercepat," katanya.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35 Tahun 2012 yang menyatakan Hutan Adat bukan hutan negara sudah berjalan empat tahun. Ia menyayangkan hingga saat ini baru 13.122,3 hektare (ha) lahan yang ditetapkan sebagai Hutan Adat.
"Tapi kami masih percaya Presiden Joko Widodo, paling tidak sampai kongres nanti dilaksanakan (18-19 Maret 2017). Semoga kami masih bisa kerja sama dengan konkret dan lebih cepat," katanya.
Sementara itu, Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan pengakuan resmi negara atas Hutan Adat oleh Presiden di Istana untuk sembilan kelompok masyarakat hukum adat pada akhir 2016, bukanlah bagian akhir perjuangan.
Pengakuan resmi Hutan Adat oleh negara tersebut merupakan rangkaian kebijakan hutan sosial yang menjadi kebijakan Presiden Jokowi yang telah ditegaskan implementasinya pada rapat terbatas tanggal 21 September 2016.
Dalam kebijakan hutan sosial itu tercatat hasilnya hingga akhir Februari 2017 telah dilakukan penetapan areal kerja hutan sosial seluas 1.672 juta ha dan izin/akses/mou seluas 825.000 ha.
Peruntukannya adalah hutan desa, hutan kemasyarakatan, hutan tanaman rakyat, dan kemitraan yang semuanya meliputi sekitar 4.872 kelompok yang merangkum sekitar 146.318 Kepala Keluarga (KK).
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017