Yerusalem (Antara Babel) - Israel akan mencabut izin wartawan televisi
Al Jazeera, menutup kantor biro serta menarik siaran dari penyedia
televisi kabel dan satelit lokal, demikian kata Menteri Komunikasi
Israel Ayoub Kara, Minggu.
Langkah Israel tersebut semakin menambah tekanan lebih lanjut pada Qatar, yang kini terlibat dalam perselisihan dengan empat negara tetangga Arabnya.
Kara mengatakan tindakan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat keamanan Israel dan membawa "situasi" dimana siaran berbasis di Israel akan melaporkan berita secara obyektif.
Sementara itu, pihak Al Jazeera mengatakan bahwa komentar Kara tidak memiliki dasar dan akan mengambil tindakan hukum jika Israel akan melaksanakan penutupan kantor beritanya di Yerusalem.
"Al Jazeera Media Network mengecam keputusan dari kampanye yang diprakarsai oleh pernyataan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu," demikian pernyataan Al Jazeera pada Minggu malam.
Sebelumnya, pada bulan lalu Netanyahu mengatakan bahwa dia akan menutup kantor berita Al Jazeera dan jaringannya di Israel, menuduh Al Jazeera telah menghasut kekerasan di Yerusalem, terutama pada kejadian perseteruan di situs Kota Tua yang suci bagi Muslim dan Yahudi.
Kara mengatakan bahwa dirinya akan meminta Kantor Pers Pemerintah untuk mencabut akreditasi wartawan Al Jazeera di Israel, yang memiliki 30 staf.
Penyedia saluran televisi kabel dan satelit di Israel telah menyatakan kesediaan mereka untuk menghentikan siaran Al Jazeera.
Dalam sebuah konferensi pers, dimana pihak pers Al Jazeera dilarang untuk hadir, Kara mengatakan bahwa langkah-langkah tertentu harus diambil terhadap media yang dinilai oleh hampir semua negara Arab sebagai pendukung terorisme.
"Kami telah mengidentifikasi media yang tidak memberikan kebebasan berbicara, namun membahayakan keamanan warga Israel dan instrumen utamanya adalah Al Jazeera," kata Kara.
Kara merujuk pada kejadian kekerasan baru-baru ini di sekitar situs di Yerusalem yang mengabarkan enam orang Palestina dan lima orang Israel, termasuk dua anggota polisi, tewas.
Di sisi lain, jaringan media yang berbasis di Doha tersebut mengecam tindakan dari negara yang mengkliam dirinya sebagai satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah itu.
Al Jazeera juga membantah bahwa liputan tentang kerusuhan yang terjadi di Masjid Al-Aqsa dikatakan tidak dilakukan secara profesional.
"Al Jazeera akan terus meliput kejadian-kejadian di teritori Palestina yang diduduki Israel secara profesional dan akurat, sesuai standar yang ditetapkan oleh badan-badan internasional, seperti Kantor Komunikasi Inggris (Ofcom)," demikian seperti dilansir dari Al Jazeera.
Dalam beberapa bulan terakhir, Arab Saudi dan Yordania sama-sama menutup biro Al Jazeera sebagai bagian dari kampanye diplomatik dan ekonomi terkoordinasi melawan Qatar, dimana kantor pusat Al Jazeera Media Network berada.
Sinyal Al Jazeera juga telah di blokir di Uni Emirat Arab.
Al Jazeera juga menghadapi kecaman pemerintah di Mesir. Pada 2014, Mesir memenjarakan tiga staf jaringan berita tersebut selama tujuh tahun dan menutup kantornya.
Dua staf telah dibebaskan dan tinggal seorang staf Al Jazeera yang masih berada di dalam tahanan Mesir.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017
Langkah Israel tersebut semakin menambah tekanan lebih lanjut pada Qatar, yang kini terlibat dalam perselisihan dengan empat negara tetangga Arabnya.
Kara mengatakan tindakan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat keamanan Israel dan membawa "situasi" dimana siaran berbasis di Israel akan melaporkan berita secara obyektif.
Sementara itu, pihak Al Jazeera mengatakan bahwa komentar Kara tidak memiliki dasar dan akan mengambil tindakan hukum jika Israel akan melaksanakan penutupan kantor beritanya di Yerusalem.
"Al Jazeera Media Network mengecam keputusan dari kampanye yang diprakarsai oleh pernyataan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu," demikian pernyataan Al Jazeera pada Minggu malam.
Sebelumnya, pada bulan lalu Netanyahu mengatakan bahwa dia akan menutup kantor berita Al Jazeera dan jaringannya di Israel, menuduh Al Jazeera telah menghasut kekerasan di Yerusalem, terutama pada kejadian perseteruan di situs Kota Tua yang suci bagi Muslim dan Yahudi.
Kara mengatakan bahwa dirinya akan meminta Kantor Pers Pemerintah untuk mencabut akreditasi wartawan Al Jazeera di Israel, yang memiliki 30 staf.
Penyedia saluran televisi kabel dan satelit di Israel telah menyatakan kesediaan mereka untuk menghentikan siaran Al Jazeera.
Dalam sebuah konferensi pers, dimana pihak pers Al Jazeera dilarang untuk hadir, Kara mengatakan bahwa langkah-langkah tertentu harus diambil terhadap media yang dinilai oleh hampir semua negara Arab sebagai pendukung terorisme.
"Kami telah mengidentifikasi media yang tidak memberikan kebebasan berbicara, namun membahayakan keamanan warga Israel dan instrumen utamanya adalah Al Jazeera," kata Kara.
Kara merujuk pada kejadian kekerasan baru-baru ini di sekitar situs di Yerusalem yang mengabarkan enam orang Palestina dan lima orang Israel, termasuk dua anggota polisi, tewas.
Di sisi lain, jaringan media yang berbasis di Doha tersebut mengecam tindakan dari negara yang mengkliam dirinya sebagai satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah itu.
Al Jazeera juga membantah bahwa liputan tentang kerusuhan yang terjadi di Masjid Al-Aqsa dikatakan tidak dilakukan secara profesional.
"Al Jazeera akan terus meliput kejadian-kejadian di teritori Palestina yang diduduki Israel secara profesional dan akurat, sesuai standar yang ditetapkan oleh badan-badan internasional, seperti Kantor Komunikasi Inggris (Ofcom)," demikian seperti dilansir dari Al Jazeera.
Dalam beberapa bulan terakhir, Arab Saudi dan Yordania sama-sama menutup biro Al Jazeera sebagai bagian dari kampanye diplomatik dan ekonomi terkoordinasi melawan Qatar, dimana kantor pusat Al Jazeera Media Network berada.
Sinyal Al Jazeera juga telah di blokir di Uni Emirat Arab.
Al Jazeera juga menghadapi kecaman pemerintah di Mesir. Pada 2014, Mesir memenjarakan tiga staf jaringan berita tersebut selama tujuh tahun dan menutup kantornya.
Dua staf telah dibebaskan dan tinggal seorang staf Al Jazeera yang masih berada di dalam tahanan Mesir.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017