Jakarta (Antaranews Babel) - Komisi VI DPR meminta pemerintah melakukan kaji ulang PP No. 6 Tahun 2018 tentang penambahan penyertaan modal kepada PT Pertamina (Persero) dengan mengalihkan saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (Persero) kepada Pertamina dalam satu Holding BUMN Migas.
"Kita minta PP Holding Migas tidak diimplementasikan dulu, karena harus melakukan evaluasi terkait kondisi keuangan PGN yang terus menurun," kata Anggota Komisi VI DPR Rieke Diah Pitaloka, saat rapat kerja bersama dengan Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN dan Pertamina, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Rabu.
Menurut Rieke, faktor yang dapat menghambat pembentukan Holding BUMN Migas tidak terlepas dari ketidakterbukaan terkait kinerja PGN.
Ia menjelaskan, perlu investigasi menyeluruh terhadap PGN agar perusahan itu sebelum diambilalih oleh Pertamina bebas dan bersih (free and clear) sehingga tidak membebani Pertamina.
"Kinerja keuangan PGN dalam lima tahun terakhir terus mengalami penurunan karena terjadi pemaksaan strategi manajemen investasi yang salah terutama di hulu," ujar Rieke.
Kesalahan investasi pada proyek kontrak Floating Storage dan Regassification Unit (FSRU) Lampung pada tahun 2014 mengakibatkan pembayaran sewa PGN semakin besar.
"Sejak selesai dibangun 2014 FSRU Lampung beroperasi tidak maksimal sesuai rencana," tegas Rieke.
Selain itu, kesalahan penempatan investasi juga terjadi karena pembelian blok migas di hulu melalui Saka Energi Indonesia yang sampai saat ini masih mengalami kerugian rata-rata dalam lima tahun lebih dari 50 juta dolar AS.
"Pembelian blok migas sangat terburu-buru, tidak memegang prinsip kehati-hatian serta tidak melakukan mitigasi risiko yang baik. Namun karena adanya kepentingan tertentu di dalamnyan," tegas Rieke.
Menurut data, selama lima tahun terakhir laba bersih PGN merosot dari 838 juta dolar AS pada tahun 2013, turun menjadi 711 juta dolar AS pada 2014, sebesar 403 juta dolar AS pada 2015, sebesar 304 juta dolar AS tahun 2016, dan anjlok menjadi hanya 98 juta dolar AS pada 2017.
"Kalau seperti saat ini banyak persoalan di tubuh PGN, apakah pemerintah (Kementerian BUMN) mau menimpakannya ke Pertamina?," ujar Rieke.
Pertamina saja tambah Oneng, panggilan akrab Rieke, sudah punya permasalahan yang cukup berat jadi jangan ditambah lagi persoalan dari PGN.
PGN sehat
Sementara itu, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Harry Fajar Sampurno mengatakan, usulan kajian ulang PP No. 6 Tahun 2018 merupakan masukan yang harus pertimbangan dalam pembentukan Holding Migas.
"PP terkait Holding BUMN sebelumnya di masa lalu sudah pernah ada seperti Holding BUMN Semen, Holding BUMN Perkebunan, Holding BUMN Kehutanan dan terakhir Holding BUMN Pertambangan. Semua itu telah melalui kajian keuangan dari Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN dan kementerian terkait," ujar Harry.
Ditanya soal kinerja keuangan PGN yang bisa menjadi pengganjal terbentuknya Holding BUMN Migas, ia mengatakan tidak sepenuhnya demikian karena PGN merupakan perusahaan sehat.
"Kalaupun ada masalah yang disampaikan itu bagian dari usulan agar diselesaikan. PGN merupakan perusahaan publik sehingga setiap saat bisa dilihat kinerjanya dan hasil auditnya," ujarnya.
Dengan begitu ia menambahkan, bahwa proses pembentukan holding BUMN Migas terus berlangsung, tinggal menunggu keputusan dari Menteri Keuangan terkait nilai pengambilalihan saham PGN.
"Jadi holding BUMN Migas tetap dijadwalkan sesuai target akhir Maret 2018," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
"Kita minta PP Holding Migas tidak diimplementasikan dulu, karena harus melakukan evaluasi terkait kondisi keuangan PGN yang terus menurun," kata Anggota Komisi VI DPR Rieke Diah Pitaloka, saat rapat kerja bersama dengan Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN dan Pertamina, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, Rabu.
Menurut Rieke, faktor yang dapat menghambat pembentukan Holding BUMN Migas tidak terlepas dari ketidakterbukaan terkait kinerja PGN.
Ia menjelaskan, perlu investigasi menyeluruh terhadap PGN agar perusahan itu sebelum diambilalih oleh Pertamina bebas dan bersih (free and clear) sehingga tidak membebani Pertamina.
"Kinerja keuangan PGN dalam lima tahun terakhir terus mengalami penurunan karena terjadi pemaksaan strategi manajemen investasi yang salah terutama di hulu," ujar Rieke.
Kesalahan investasi pada proyek kontrak Floating Storage dan Regassification Unit (FSRU) Lampung pada tahun 2014 mengakibatkan pembayaran sewa PGN semakin besar.
"Sejak selesai dibangun 2014 FSRU Lampung beroperasi tidak maksimal sesuai rencana," tegas Rieke.
Selain itu, kesalahan penempatan investasi juga terjadi karena pembelian blok migas di hulu melalui Saka Energi Indonesia yang sampai saat ini masih mengalami kerugian rata-rata dalam lima tahun lebih dari 50 juta dolar AS.
"Pembelian blok migas sangat terburu-buru, tidak memegang prinsip kehati-hatian serta tidak melakukan mitigasi risiko yang baik. Namun karena adanya kepentingan tertentu di dalamnyan," tegas Rieke.
Menurut data, selama lima tahun terakhir laba bersih PGN merosot dari 838 juta dolar AS pada tahun 2013, turun menjadi 711 juta dolar AS pada 2014, sebesar 403 juta dolar AS pada 2015, sebesar 304 juta dolar AS tahun 2016, dan anjlok menjadi hanya 98 juta dolar AS pada 2017.
"Kalau seperti saat ini banyak persoalan di tubuh PGN, apakah pemerintah (Kementerian BUMN) mau menimpakannya ke Pertamina?," ujar Rieke.
Pertamina saja tambah Oneng, panggilan akrab Rieke, sudah punya permasalahan yang cukup berat jadi jangan ditambah lagi persoalan dari PGN.
PGN sehat
Sementara itu, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Harry Fajar Sampurno mengatakan, usulan kajian ulang PP No. 6 Tahun 2018 merupakan masukan yang harus pertimbangan dalam pembentukan Holding Migas.
"PP terkait Holding BUMN sebelumnya di masa lalu sudah pernah ada seperti Holding BUMN Semen, Holding BUMN Perkebunan, Holding BUMN Kehutanan dan terakhir Holding BUMN Pertambangan. Semua itu telah melalui kajian keuangan dari Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN dan kementerian terkait," ujar Harry.
Ditanya soal kinerja keuangan PGN yang bisa menjadi pengganjal terbentuknya Holding BUMN Migas, ia mengatakan tidak sepenuhnya demikian karena PGN merupakan perusahaan sehat.
"Kalaupun ada masalah yang disampaikan itu bagian dari usulan agar diselesaikan. PGN merupakan perusahaan publik sehingga setiap saat bisa dilihat kinerjanya dan hasil auditnya," ujarnya.
Dengan begitu ia menambahkan, bahwa proses pembentukan holding BUMN Migas terus berlangsung, tinggal menunggu keputusan dari Menteri Keuangan terkait nilai pengambilalihan saham PGN.
"Jadi holding BUMN Migas tetap dijadwalkan sesuai target akhir Maret 2018," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018