Jakarta (Antaranews Babel) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise berharap seluruh komponen masyarakat di Kabupaten Mamuju ikut mengawal Sekolah Ramah Anak agar dapat memenuhi enam komponen yang ditetapkan.
"Saya meminta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama Dinas Pendidikan dan Kanwil Kementerian Agama dapat mengawal delapan sekolah yang sudah memulai Sekolah Ramah Anak," kata Yohana saat berkunjung di Mamuju, melalui siaran pers diterima di Jakarta, Jumat.
Yohana meminta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama Dinas Pendidikan dan Kanwil Kementerian Agama dapat memberikan pelatihan dan bimbingan kepada warga sekolah.
Selain itu, perlu jejaring dengan kepolisian, pusat kesehatan masyarakat, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), pemadam kebakaran, dan lain-lain untuk menangani permasalahan di sekolah agar dapat ditangani secara cepat dan tepat.
"Itu yang membedakan Sekolah Ramah Anak dengan sekolah yang belum ramah anak," ujar Yohana.
Delapan sekolah di Kabupaten Mamuju telah memulai sebagai Sekolah Ramah Anak untuk menekan angka kekerasan di sekolah.
Berdasarkan kajian cepat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 2017, masalah terbesar yang masih terjadi di sekolah adalah "bullying" atau perundungan, yaitu 58 persen.
"Delapan sekolah itu berkeinginan sendiri untuk menjadi Sekolah Ramah Anak. Hal itu sangat membahagiakan sekaligus membanggakan karena artinya kesadaran untuk melindungi anak-anak selama berada di sekolah berasal dari sekolah itu sendiri," tuturnya.
Sekolah Ramah Anak merupakan salah satu indikator terwujudnya Kabupaten/Kota Layak Anak. Setiap kabupaten/kota paling sedikit mempunyai empat Sekolah Ramah Anak yang berasal dari SD, SMP, Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
"Saya meminta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama Dinas Pendidikan dan Kanwil Kementerian Agama dapat mengawal delapan sekolah yang sudah memulai Sekolah Ramah Anak," kata Yohana saat berkunjung di Mamuju, melalui siaran pers diterima di Jakarta, Jumat.
Yohana meminta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama Dinas Pendidikan dan Kanwil Kementerian Agama dapat memberikan pelatihan dan bimbingan kepada warga sekolah.
Selain itu, perlu jejaring dengan kepolisian, pusat kesehatan masyarakat, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), pemadam kebakaran, dan lain-lain untuk menangani permasalahan di sekolah agar dapat ditangani secara cepat dan tepat.
"Itu yang membedakan Sekolah Ramah Anak dengan sekolah yang belum ramah anak," ujar Yohana.
Delapan sekolah di Kabupaten Mamuju telah memulai sebagai Sekolah Ramah Anak untuk menekan angka kekerasan di sekolah.
Berdasarkan kajian cepat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 2017, masalah terbesar yang masih terjadi di sekolah adalah "bullying" atau perundungan, yaitu 58 persen.
"Delapan sekolah itu berkeinginan sendiri untuk menjadi Sekolah Ramah Anak. Hal itu sangat membahagiakan sekaligus membanggakan karena artinya kesadaran untuk melindungi anak-anak selama berada di sekolah berasal dari sekolah itu sendiri," tuturnya.
Sekolah Ramah Anak merupakan salah satu indikator terwujudnya Kabupaten/Kota Layak Anak. Setiap kabupaten/kota paling sedikit mempunyai empat Sekolah Ramah Anak yang berasal dari SD, SMP, Madrasah Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018