"Saat ini harga lada hanya Rp53.000 per kilogram atau masih jauh di bawah biaya produksi yang cukup mahal," kata salah seorang petani lada asal Desa Jeriji Toni di Toboali, Jum'at.
Ia mengatakan biaya produksi yang dikeluarkan belum sebanding dengan harga jual lada putih saat ini, apalagi harga pupuk, biaya perawatan dan jasa petik lada yang tinggi, sehingga petani sulit mengembangkan usaha perkebunan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya.
"Untuk upah jasa memetik lada sebesar Rp 100.000 per hari, sedangkan harga lada di tingkat pedagang pengumpul kembali turun dari Rp. 56.000 menjadi Rp51.000, sehingga hasil panen hanya untuk biaya upah petik buah lada saja," katanya.
Menurut dia baru tahun ini merasakan pahitnya menjadi petani lada karena perbandingan harga yang sangat jauh berbeda dari tahun tahun sebelumnya.
"Saya harap pemerintah bisa mencarikan solusi agar kami tetap bisa merasakan sejahtera seperti masyarakat laiinya, "katanya.
Petani lada Desa Jeriji, Wiwin mengatakan, rendahnya harga lada bisa berdampak pada banyak hal seperti pemenuhan biaya pendidikan anak dan hasil panen tahun depan.
"Hasil panen tahun depan itu berdasarkan dengan banyak dan tepatnya pupuk,kalau harga lada seperti ini nampaknya beli pupuk secukupnya saja, kalau biaya pendidikan anak tidak bisa ditunda," katanya.
Ia berharap harga lada ada kenaikan walaupun tidak banyak sebab kalau harga terus seperti ini otomatis kita akan alih profesi.
"Kalau terus bertahan di bidang pertanian lada,saya rasa agak sulit karena hasilnya tidak menjamin. Semoga dalam waktu dekat ada kenaikan harga lada," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018