Kupang (Antaranews Babel) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPPA) Yohana Yambise menekankan pentingnya sinergitas berbagai pihak di daerah-daerah untuk mengatasi masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Semua Dinas PPPA di daerah, mitra LSM, Ormas, tokoh adat, tokoh agama, saya minta agar sinergitasnya diperkuat untuk mengatasi persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak terutama di Indonesia timur yang masih tinggi," katanya kepada wartawan di Kupang, Senin.
Menteri Yohana berada di Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam rangka membuka kegiatan Konferensi Perempuan Timur 2018 yang digelar selama dua hari dari 10-11 November 2018.
Ia mengakui, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah Indonesia bagian timur masih sangat tinggi.
Dalam catatan Komnas Perempuan, pada tahun 2017 lalu sebanyak 2.796 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dilaporkan terjadi di Indonesia bagian timur.
Provinsi NTT menempati urutan pertama dengan jumlah 677 kasus diikuti Provinsi Sulawesi Selatan 416 kasus, dan Provinsi Sulawesi Utara 416 kasus.
"Sebagai perempuan yang berasal dari Indonesia timur saya merasa sangat terpukul dengan banyaknya kasus kekerasan yang menimpah perempuan dan anak-anak kita ini. Ini harus diakhir," ujarnya.
Menurut Yohana, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak berhubungan erat dengan budaya patriaki yang masih kuat di Indonesia terutama di wilayah Indonesia bagian timur.
Untuk itu, lanjutnya, seperti di Papua, pihaknya sudah membangun sinergi dengan dewan adat yang merupakan bagian dari pimpinan masyarakat setempat.
"Dewan adat ini kami bantu pembiayaan untuk kegiatan yang berhubungan dengan perempuan dan anak. Jadi mereka membantu kami di lapangan," tuturnya.
Menteri Yohana berharap sinergitas serupa juga dibangun setiap pemerintah daerah di NTT maupun daerah lain dengan elemen-elemen masyarakat setempat.
"Terutama unsur tiga tungku, pemerintah, tokoh adat, tokoh agama harus bekerja sama, kemudian dengan yang lain juga seperti Ormas, LSM untuk sama-sama menghakhiri atau melindungi perempuan dan anak dari kekerasan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
"Semua Dinas PPPA di daerah, mitra LSM, Ormas, tokoh adat, tokoh agama, saya minta agar sinergitasnya diperkuat untuk mengatasi persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak terutama di Indonesia timur yang masih tinggi," katanya kepada wartawan di Kupang, Senin.
Menteri Yohana berada di Kupang, ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam rangka membuka kegiatan Konferensi Perempuan Timur 2018 yang digelar selama dua hari dari 10-11 November 2018.
Ia mengakui, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di wilayah Indonesia bagian timur masih sangat tinggi.
Dalam catatan Komnas Perempuan, pada tahun 2017 lalu sebanyak 2.796 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dilaporkan terjadi di Indonesia bagian timur.
Provinsi NTT menempati urutan pertama dengan jumlah 677 kasus diikuti Provinsi Sulawesi Selatan 416 kasus, dan Provinsi Sulawesi Utara 416 kasus.
"Sebagai perempuan yang berasal dari Indonesia timur saya merasa sangat terpukul dengan banyaknya kasus kekerasan yang menimpah perempuan dan anak-anak kita ini. Ini harus diakhir," ujarnya.
Menurut Yohana, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak berhubungan erat dengan budaya patriaki yang masih kuat di Indonesia terutama di wilayah Indonesia bagian timur.
Untuk itu, lanjutnya, seperti di Papua, pihaknya sudah membangun sinergi dengan dewan adat yang merupakan bagian dari pimpinan masyarakat setempat.
"Dewan adat ini kami bantu pembiayaan untuk kegiatan yang berhubungan dengan perempuan dan anak. Jadi mereka membantu kami di lapangan," tuturnya.
Menteri Yohana berharap sinergitas serupa juga dibangun setiap pemerintah daerah di NTT maupun daerah lain dengan elemen-elemen masyarakat setempat.
"Terutama unsur tiga tungku, pemerintah, tokoh adat, tokoh agama harus bekerja sama, kemudian dengan yang lain juga seperti Ormas, LSM untuk sama-sama menghakhiri atau melindungi perempuan dan anak dari kekerasan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018