Jakarta (Antaranews Babel) - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay menilai putusan Bawaslu yang memerintahkan KPU memasukkan nama Oesman Sapta Odang (OSO) ke dalam daftar calon tetap (DCT) DPD mengecewakan.
"Saya bersama teman-teman koalisi CSO (civil society organization) kecewa dengan keputusan Bawaslu karena putusan ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi," katanya kepada Antara Rabu.
Hal itu diungkapkannya menanggapi putusan Bawaslu dalam sidang sengketa pelanggaran administrasi KPU terkait tidak dimasukkannya nama Ketua Umum Partai Hanura OSO dalam daftar calon tetap Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Dalam sidang tersebut, Bawaslu memerintahkan KPU untuk memasukkan nama OSO ke dalam DCT DPD. Bawaslu juga meminta bila nantinya OSO terpilih maka OSO harus mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Hanura sehari sebelum penetapan calon terpilih oleh KPU.
Hadar mengatakan putusan Bawaslu tersebut membawa pada kondisi pemilu yang tidak sesuai dengan konstitusi karena tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan anggota DPD tidak boleh dari pengurus parpol.
Menurut dia, keputusan Bawaslu tersebut juga menciptakan pemilu yang tidak adil karena banyak para calon anggota DPD yang lain telah diharuskan mundur dari kepengurusan partai politik sebelum ditetapkan dalam daftar calon sementara (DCS).
"Dengan keputusan Bawaslu ini, OSO dikecualikan. Artinya, menjadi tidak adil antarpara calon anggota DPD," katanya.
Ia mengungkapkan, putusan Bawaslu tersebut juga terkesan mencari jalan untuk tercapainya kondisi kompromi.
Hadar pun menyatakan prihatin karena putusan Bawaslu, lembaga yang punya peran penting ini, justru dinilainya merusak penyelenggaraan pemilu yang konstitutional, adil, dan demokratis.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019
"Saya bersama teman-teman koalisi CSO (civil society organization) kecewa dengan keputusan Bawaslu karena putusan ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi," katanya kepada Antara Rabu.
Hal itu diungkapkannya menanggapi putusan Bawaslu dalam sidang sengketa pelanggaran administrasi KPU terkait tidak dimasukkannya nama Ketua Umum Partai Hanura OSO dalam daftar calon tetap Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
Dalam sidang tersebut, Bawaslu memerintahkan KPU untuk memasukkan nama OSO ke dalam DCT DPD. Bawaslu juga meminta bila nantinya OSO terpilih maka OSO harus mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Hanura sehari sebelum penetapan calon terpilih oleh KPU.
Hadar mengatakan putusan Bawaslu tersebut membawa pada kondisi pemilu yang tidak sesuai dengan konstitusi karena tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan anggota DPD tidak boleh dari pengurus parpol.
Menurut dia, keputusan Bawaslu tersebut juga menciptakan pemilu yang tidak adil karena banyak para calon anggota DPD yang lain telah diharuskan mundur dari kepengurusan partai politik sebelum ditetapkan dalam daftar calon sementara (DCS).
"Dengan keputusan Bawaslu ini, OSO dikecualikan. Artinya, menjadi tidak adil antarpara calon anggota DPD," katanya.
Ia mengungkapkan, putusan Bawaslu tersebut juga terkesan mencari jalan untuk tercapainya kondisi kompromi.
Hadar pun menyatakan prihatin karena putusan Bawaslu, lembaga yang punya peran penting ini, justru dinilainya merusak penyelenggaraan pemilu yang konstitutional, adil, dan demokratis.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019