Sungailiat, Babel (Antaranews Babel) - Pemerintah Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung kesulitan lahan bekas penambangan bijih timah untuk pengembangan pertanian padi dan hortikultura di daerah itu.
"Saat ini luas lahan basah bekas tambang yang dijadikan padi sawah delapan hektare dengan produksi di atas 5 ton per hektare atau lebih tinggi dibandingkan produksi padi sawah yang dikelola masyarakat," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bangka Kemas Arfani Rahman di Sungailiat, Rabu.
Ia mengatakan saat ini pengembangan pertanian dengan memanfaatkan lahan bekas tambang ini di luar izin usaha penambangan PT Timah Tbk sangat sulit, sehingga menghambat program pemerintah daerah dalam meningkatkan produksi pangan lokal.
"Kita sudah berkoordinasi dengan PT Timah agar bekas tambang ini bisa memanfaatkan untuk pengembangan pertanian di daerah ini," ujarnya.
Hasil koordinasi dengan PT Timah Tbk tersebut, kegiatan reklamasi lahan untuk pengembangan tanaman pangan tidak lagi diperbolehkan. Kementerian ESDM mewajibkan perusahaan tambang tersebut menanam tanaman keras berumur panjang di lahan bekas tambang.
"Regulasi ini yang menjadi masalah dalam mengembangkan pertanian di lahan tambang ini. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah pusat melonggarkan regulasi reklamasi lahan bekas tambang ini di Babel khususnya Bangka," katanya.
Menurut dia selama ini hasil panen padi sawah di lahan bekas tambang di dalam kawasan hutan yang dirusak penambang ilegal sangat baik dan dapat mengurangi ketergantungan pasokan beras dari luar daerah.
"Kami sangat membutuhkan lahan bekas tambang basah untuk mengembangkan pertanian padi sawah, sayur mayur, peternakan dan perikanan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah ini," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019
"Saat ini luas lahan basah bekas tambang yang dijadikan padi sawah delapan hektare dengan produksi di atas 5 ton per hektare atau lebih tinggi dibandingkan produksi padi sawah yang dikelola masyarakat," kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bangka Kemas Arfani Rahman di Sungailiat, Rabu.
Ia mengatakan saat ini pengembangan pertanian dengan memanfaatkan lahan bekas tambang ini di luar izin usaha penambangan PT Timah Tbk sangat sulit, sehingga menghambat program pemerintah daerah dalam meningkatkan produksi pangan lokal.
"Kita sudah berkoordinasi dengan PT Timah agar bekas tambang ini bisa memanfaatkan untuk pengembangan pertanian di daerah ini," ujarnya.
Hasil koordinasi dengan PT Timah Tbk tersebut, kegiatan reklamasi lahan untuk pengembangan tanaman pangan tidak lagi diperbolehkan. Kementerian ESDM mewajibkan perusahaan tambang tersebut menanam tanaman keras berumur panjang di lahan bekas tambang.
"Regulasi ini yang menjadi masalah dalam mengembangkan pertanian di lahan tambang ini. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah pusat melonggarkan regulasi reklamasi lahan bekas tambang ini di Babel khususnya Bangka," katanya.
Menurut dia selama ini hasil panen padi sawah di lahan bekas tambang di dalam kawasan hutan yang dirusak penambang ilegal sangat baik dan dapat mengurangi ketergantungan pasokan beras dari luar daerah.
"Kami sangat membutuhkan lahan bekas tambang basah untuk mengembangkan pertanian padi sawah, sayur mayur, peternakan dan perikanan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah ini," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2019