Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso mengaku diminta oleh Nusron Wahid untuk menyiapkan 400 ribu amplop untuk digunakan dalam 'serangan fajar' pada Pemilu 2019.
"Saya diminta oleh partai untuk menyiapkan 400 ribu (amplop), Nusron Wahid meminta saya untuk menyiapkan 400 ribu," kata Bowo usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Nusron merupakan Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa dan Kalimantan DPP Partai Golkar. Nusron juga saat ini menjabat Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa Tengah I setelah Bowo Sidik dipecat dari kepengurusan Golkar karena terlibat kasus korupsi.
Bowo Sidik merupakan salah satu tersangka kasus suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Sementara itu, Pengacara Bowo Sidik Pangarso, Saut Edward Rajagukguk, mengatakan hal itu telah disampaikan Bowo Sidik ke penyidik KPK.
"Amplop mau dibagi ke Jawa Tengah atas perintah pimpinan dia Pak Nusron Wahid, pimpinan di pemenangan pemilu. Ini disampaikan Bowo ke penyidik," kata Saut Edward di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Untuk diketahui, KPK telah mengamankan 84 kardus yang berisikan sekitar 400 ribu amplop berisi uang itu diduga dipersiapkan oleh Bowo Sidik Pangarso untuk "serangan fajar" pada Pemilu 2019.
Uang tersebut diduga terkait pencalonan Bowo sebagai anggota DPR RI di Daerah Pemilihan Jawa Tengah II yang meliputi Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, dan Kabupaten Demak.
Lebih lanjut, Saut Edward menyatakan bahwa tujuan dibagikan amplop tersebut agar masyarakat banyak yang memilih Bowo dan Nusron pada Dapil Jawa Tengah II.
Nusron juga tercatat maju sebagai caleg dalam Dapil Jawa Tengah II tersebut.
"Supaya banyak yang memilih mereka berdua karena di dapil yang sama. Bahkan katanya yang 600 ribu amplop yang menyiapkan Nusron Wahid, dia (Bowo) 400 ribu amplopnya. Pak Wahid 600 ribu, Pak Bowo 400 ribu amplop," ungkap Saut Edward.
Ia pun menyatakan bahwa terdapat simbol jempol pada amplop itu. Namun, ia mengaku bahwa hal tersebut tidak ada kaitannya dengan salah satu calon pada Pilpres 2019.
"Cap jempol memang dibuat karena supaya tahu bahwa amplop ini sampai atau tidak nanti, sebagai tanda saja. Mereka punya pengalaman bahwa amplop itu tidak disampaikan kepada yang bersangkutan, untuk menghindari itu dibuat tanda cap jempol," kata dia.