Washington (ANTARA) - Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa pemanasan global dapat memperburuk ketimpangan ekonomi di dunia sejak 1960-an.
Hasil studi yang diterbitkan pada Senin (22/4/2019) di jurnal ilmiah multidisiplin "Proceedings of the National Academy of Sciences" mengungkapkan bahwa perubahan suhu yang disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer mungkin membuat negara-negara sejuk seperti Norwegia lebih kaya, tetapi memperlambat pertumbuhan ekonomi di negara-negara hangat seperti Nigeria.
"Sebagian besar negara termiskin di Bumi jauh lebih miskin daripada tanpa pemanasan global," kata pemimpin penulis studi, Noah Diffenbaugh, seorang ilmuwan iklim dari Stanford University, dikutip dari Xinhua.
Para peneliti menganalisis 50 tahun pengukuran suhu dan PDB tahunan untuk 165 negara untuk memperkirakan efek fluktuasi suhu terhadap pertumbuhan ekonomi.
Mereka menemukan bahwa, dari tahun 1961 hingga 2010, pemanasan global menurunkan kekayaan per orang di negara-negara termiskin di dunia sebesar 17 persen hingga 30 persen.
Kesenjangan antara kelompok negara dengan output ekonomi tertinggi dan terendah per orang kini sekitar 25 persen lebih besar daripada tanpa perubahan iklim, menurut penelitian.
"Tanaman lebih produktif, orang lebih sehat dan kita lebih produktif di tempat kerja ketika suhu tidak terlalu panas atau terlalu dingin," kata Marshall Burke, asisten profesor Earth System Science di Stanford dan rekan penulis penelitian ini.
"Ini berarti bahwa di negara-negara yang dingin, sedikit pemanasan dapat membantu. Yang sebaliknya berlaku di tempat-tempat yang sudah panas."
Para peneliti menemukan bahwa negara-negara tropis, khususnya, cenderung memiliki suhu jauh di luar ideal untuk pertumbuhan ekonomi, tetapi kurang jelas bagaimana pemanasan telah mempengaruhi pertumbuhan di negara-negara di garis lintang tengah, termasuk Amerika Serikat, China dan Jepang.
Studi ini menunjukkan bahwa beberapa ekonomi terbesar berada di dekat suhu yang sempurna untuk output ekonomi, tetapi Burke memperingatkan bahwa sejumlah besar pemanasan di masa depan akan mendorong mereka semakin jauh dari suhu optimal.
Berita Terkait
Pemprov Babel susun rencana aksi adaptasi perubahan iklim
6 November 2024 12:49
BMKG temukan ketebalan tutupan es di Papua berkurang empat meter
18 April 2024 14:36
"Green inflation" dan pemanfaatan energi hijau
22 Februari 2024 20:01
Alasan para ilmuwan dunia kini khawatirkan "virus zombie
27 Januari 2024 11:13
Merawat karbon biru di pesisir Tanjungpunai
19 Februari 2023 16:10
PT Timah tanam 18.100 bakau tekan dampak perubahan iklim global
27 Januari 2023 09:26
Suhu Arktik capai rekor terpanas pada 2020
14 Desember 2021 17:25
BMKG prediksi es Punjak Jaya hilang di 2025 karena pemanasan global
1 April 2021 15:39