Jakarta (Antara Babel) - Ahli kesehatan mengatakan, sekalipun tergolong "silent disease", osteoporosis memiliki gejala yang dapat diamati salah satunya tinggi tubuh yang berkurang.
"Sebetulnya
kita bisa lihat, kalau tinggi tubuhnya berkurang dua sampai tiga
sentimeter per bulannya. Kalau berkurang, mungkin itu indikator
(osteoporosis)," ujar dr Ade Tobing, SpKO, dalam perayaan puncak Hari
Osteoporosis Nasional, di Jakarta, Minggu.
Bila sudah begitu, kata Ade, sebaiknya segera memeriksakan mineral tulangnya, atau bond mineral density (bmd) ke dokter.
Menurut dia, dari pemeriksanaan bmd, dapat diketahui letak tulang yang bermasalah.
",... jadi kita harus periksa dengan bond mineral density-nya (bmd).
Kita bisa tahu di mana letak tulang yang bermasalahnya, di pangkal paha
kah atau di mana," kata dia.
Ade menyebutkan, karena tergolong "silent disease", penderita umumnya tak mengalami keluhan tulang samasekali.
Kalau pun ternyata seseorang mengaku mengalami nyeri di bagian tulang tertentu, kemungkinan dia tidak mengalami osteoporosis.
"Keluhan tulang enggak ada samasekali. Makanya disebut silence
disease. Kalau ada orang merasa nyeri di tulangnya, mungkin itu
osteoartritis, bukan osteoporosis, yang ditandai dengan tulang yang
tipis dan mudah patah," kata Ade.
Dia mengungkapkan, sekalipun osteoporosis kerap terjadi pada
lansia, namun, anak-anak dan dewasa muda perlu melakukan tindakan
pencegahan.
Ade menyebutkan terdapat tiga pilar yang dapat dilakukan, yakni: penuhi kebutuhan kalsium harian, yakni sekitar 1000 miligram.
Beberapa
jenis makanan, seperti brokoli, bayam, kacang-kacangan seperti kacang
merah, kacang kedelai, keju atau turunannya yogurt, merupakan sumber
kalsium.
Kemudian, usahakan mendapatkan asupan vitamin D yang cukup.
"Vitamin D, 10 menit sehari terpapar sinar matahari sebelum jam 9 pagi atau setelah jam 15.00," kata dia.
Terakhir, lakukanlah latihan yang rutin, misalnya melompat dan berlari.
",.. dengan melompat selama beberapa menit dan berlari, ada penambahan
kepadatan tulang dan kekuatan ototnya, meningkat secara bermakna," ujar
Ade.
"Di kepusatakaan itu disebutkan 10-12 minggu melakukan lompat dan lari
bisa meningkatkan kekuatan otot. Karena otot yang kita gerakkan, tulang
itu mendapat impact," tambah dia.