Seoul (ANTARA) - Pejabat perikanan Korea Selatan yang ditembak hingga tewas oleh tentara Korea Utara pekan lalu sempat menyatakan keinginannya untuk membelot ke Utara kepada para tentara itu, demikian menurut otoritas penjagaan pantai Korea Selatan pada Selasa.
Kematian pejabat itu menimbulkan kontroversi usai kakak laki-lakinya membantah klaim awal pemerintah Korea Selatan yang menyebut bahwa dia mungkin tengah berupaya untuk melarikan diri ke Korea Utara.
Otoritas penjagaan pantai yakin dengan pernyataannya itu atas penyelidikan berdasarkan video kamera pengawas, berkas intelijen militer, dan rekaman latar belakang bahwa korban mengatakan hendak membelot dan tentara Korea Utara pun mengetahui informasi pribadi korban.
"Kami dapat mengonfirmasi bahwa pihak Utara telah mengantongi informasi personal yang hanya diketahui oleh dia (korban, red), termasuk nama, usia, tempat tinggal, dan tinggi badan, serta bahwa orang hilang itu (korban, red) telah menyatakan diri bersedia pergi ke Utara," kata Yoon Sung-hyun, kepala investigasi dan intelijen di otoritas penjagaan pantai.
Yoon menambahkan bahwa "sangat kecil" kemungkinan jika korban kehilangan arah atau berupaya bunuh diri karena dia mengenakan baju pelampung dan alat apung ketika ditemukan sekitar 38 kilometer dari lokasi dia dilaporkan hilang.
Kakak korban, Lee Rae-jin, mengatakan alat apung korban yang mengarah ke Utara adalah sebuah kecelakaan, dan korban pun mempunyai kapal baru dan tidak ada alasan baginya untuk membelot.
Yoon menyebut bahwa pejabat itu mempunyai utang senilai lebih dari 58 juta won (sekitar Rp738 juta), namun masih belum jelas apakah ia berupaya kabur dari utang tersebut.
Otoritas penjagaan pantai dan angkatan laut Korea Selatan telah memperluas pencarian jenazah korban dengan melibatkan puluhan kapal, usai Pemerintah Korea Utara menyebut bahwa para tentara hanya membakar alat apung korban sebagai upaya menghindari wabah virus corona.
Di awal, Korea Selatan menuduh bahwa tentara Korea menyiram minyak pada jasad korban dan membakarnya setelah terlebih dahulu menembak dia. Perbedaan klaim tersebut membuat Korea Selatan meminta diadakan penyelidikan bersama.
Hingga saat ini, Pemerintah Korea Utara belum berkomentar soal penyelidikan bersama namun sang pemimpin, Kim Jong Un, telah menyampaikan permohonan maaf, sehari setelah kabar penembakan tersebut.